Penulis: Ronald Yusuf, Tuti Sariningsih Budi Utami, Dessy Minarni Bonita, Fatimatus Firda Qomarayanti, Dwi Indahayu, Yusuf Munandar, Era Dwi Irianti
ABSTRAK
Menurut Barr dan Diamond (2006) tujuan utama dari program pensiun mencakup consumption smoothing dan perlindungan hari tua (insurance). Disamping itu, tujuan lainnya antara lain pengentasan kemiskinan, mengoptimalkan peran pasar tenaga kerja, menambah pendalaman dan stabilitas sektor keuangan, dan mendukung pertumbungan ekonomi. Untuk mencapai hal tersebut, dibutuhkan sistem pensiun yang memenuhi aspek adequacy, affordability, sustainability dan robustness (World Bank, 2008). Meski sudah berjalan sejak tahun 1926, sistem pensiun di Indonesia belum mampu berperan sebagaimana mestinya. Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan memberikan rekomendasi perbaikan sistem pensiun sistem pensiun di Indonesia.
Hasil kajian merekomendasikan penerapan sistem multipilar pada sistem pensiun di Indonesia. Untuk pilihan skema program pensiun, kajian menunjukkan tidak ada skema manfaat (manfaat pasti dan iuran pasti) dan skema pendanaan (pay as you go (PAYG) atau fully funded) program pensiun yang lebih superior. Setiap skema memiliki kelebihan dan risiko yang harus dimitigasi. Demikian juga terhadap penyelenggaraan pensiun wajib. Belum ada bukti yang kuat yang menyatakan penyelenggaraan oleh entitas tunggal lebih baik dibanding oleh multi entitas atau sebaliknya.
Apapun skema pensiun yang dipilih, semuanya akan terekspos oleh dampak dari perubahan demografi dengan semakin tuanya suatu populasi. Solusi atas perubahan demografi terhadap sistem pensiun bukanlah dengan implementasi skema pensiun tertentu. Solusi utama atas perubahan demografi ini adalah melalui pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkesinambungan.
Dalam sistem pensiun, dibutuhkan setidaknya satu program dengan skema manfaat pasti sebagai perlindungan dasar. Sebagai perlindungan dari kemiskinan pada masyarakat lanjut usia (lansia), saat ini Indonesia memiliki program keluarga harapan (PKH) dengan skema manfaat pasti dan PAYG. Kajian merekomendasikan agar program PKH dapat dikembangkan, khususnya dalam hal jumlah penerima, yang disesuaikan dengan kapasitas fiskal. Sementara untuk perlindungan dasar bagi pekerja, penyelenggaraan secara terintegrasi melalui program jaminan pensiun (JP) di BPJS Ketenagakerjaan menjadi isu utama kajian ini. Seluruh pekerja, baik pekerja sektor publik maupun swasta dan pekerja informal atau formal, perlu diwajibkan menjadi peserta JP dengan pertimbangan portabilitas dan keberlanjutan perlindungan. Meski demikian, khusus untuk penyelenggaraan program pensiun bagi anggota kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebaiknya diselenggarakan secara terpisah, dengan pertimbangan tingkat risiko yang berbeda dan keamanan data pertahanan negara. Penyelenggaraan program pensiun bagi pekerja yang sudah menjadi aparatur sipil negara (ASN), khususnya dengan sisa masa kerja yang singkat, dengan melihat kompleksitas penyelenggaraan, dapat dipertimbangkan untuk tidak bergabung dengan program JP.
Perbaikan cakupan program pensiun baik dari sisi manfaat maupun kepesertaan menjadi salah satu hal yang wajib dilakukan. Pada program pensiun bagi pekerja formal, baik pada sektor publik maupun sektor swasta, diperlukan reformasi yang cukup mendasar agar dapat meningkatkan manfaat dan ketahanan program. Lebih lanjut, diperlukan perhatian dan upaya yang serius untuk meningkatkan partisipasi pekerja informal pada program pensiun, salah satunya dapat dilakukan dengan upaya formalisasi sektor informal.
Terkait penyelenggaraan program pensiun sukarela, diperlukan edukasi yang massif dan dilakukan sejak dini guna meningkatkan tingkat kepesertaan. Selain itu, diiperlukan juga serangkaian kebijakan terkait dengan sistem perpajakan agar insentif perpajakan pada program pensiun dapat lebih efektif menarik minat masyarakat.
Sistem pensiun tentunya tidak akan lepas dari aspek penerapan tata kelola yang baik, kebijakan investasi, dan kepercayaan masyarakat. Tata kelola dan kebijakan investasi pada program pensiun perlu dilakukan mengikuti international best practices antara lain kebijakan investasi berdasarkan profil liabilitas (liability driven). Dalam upaya peningkatan kepercayaan masyarakat, program penjaminan pensiun pada dasarnya dapat menjadi salah satu alternatif solusi. Namun melihat kondisi dan kesiapan sistem pensiun di Indonesia, program tersebut belum perlu untuk diterapkan pada saat ini. Upaya peningkatan kepercayaan masyarakat sebaiknya lebih diprioritaskan pada perbaikan kondisi pendanaan, regulasi, pengawasan, dan market discipline.
Keyword: pensiun, sistem pensiun, program pensiun, ketahanan dana/pendanaan, perlindungan dasar, tata kelola, investasi, dan kepercayaan masyarakat.
File Terkait:
File 1
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.