Menanti Pengganti Sri Mulyani
Penulis: Makmun
Tanggal 5 Mei akan dikenang setidaknya oleh pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan maupun rakyat Indonesia pada umumnya, karena Sri Mulyani mengundurkan diri dari jabatan Menteri Keuangan dan selanjutnya akan menduduki jabatan baru sebagai Managing Director Bank Dunia, yang membawahkan tiga wilayah, yaitu Amerika Latin dan Karibia, Asia-Pasifik, serta Afrika Utara, mulai 1 Juni 2010.
Meski sebelumnya kita sudah dapat membaca bahwa langkah pengunduran ini memiliki kaitan dengan skandal Bank Century yang semakin dalam menyeret nama Sri Mulyani, pilihan untuk pindah ke Bank Dunia dinilai cukup mengejutkan bagi kalangan dunia usaha, dan direspons secara negatif.
Saham-saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), yang pada Rabu 5 Mei 2010 sesi pagi harganya sudah melemah, pada sesi sore semakin tertekan setelah ada laporan bahwa Sri Mulyani mundur dari jabatan Menteri Keuangan dan menerima jabatan baru di Bank Dunia. Melemahnya sebagian besar saham di BEI membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup jatuh 112,776 poin atau 3,81 persen ke posisi 2.946,239, mungkin penurunan terbesar pertama dalam tahun ini. Sementara itu, indeks kelompok 45 saham unggulan (LQ-45) terkoreksi 23,920 poin atau 4,18 persen ke posisi 548,295. Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah.
Meski Sri Mulyani terseret dalam kasus Bank Century, para pelaku usaha masih menilai beliau memiliki nilai positif dan merupakan sosok yang masih tepat untuk tetap menduduki jabatan Menteri Keuangan. Sri Mulyani dinilai memiliki berbagai prestasi, dan yang paling menonjol di antaranya adalah upaya keras bersama jajaran lain pemerintahan untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia dari dari dampak krisis moneter global pada 2008-2009. Hasilnya, ekonomi Indonesia tetap tumbuh di saat negara-negara besar mengalami kemunduran.
Dunia usaha pun sebenarnya mengakui bahwa tidak semua kebijakan yang dibuat Sri Mulyani mendukung industri dalam negeri. Meski demikian, mereka sangat menghargai segala upaya keras yang sudah dilakukan selama ini. Pelaku usaha membutuhkan kepercayaan dan upaya membawa Indonesia ke posisi yang baik, dan Sri Mulyani dinilai telah berhasil membawa misi ini. Untuk itu, wajar apabila para pelaku pasar kecewa atas mundurnya Sri Mulyani dari posisi Menteri Keuangan.
Meski terdapat kekecewaan, keputusan pengunduran diri Sri Mulyani juga dinilai sebagai langkah yang tepat, dan diharapkan peran Sri Mulyani di kancah internasional ini dapat memberi hasil yang baik ke pasar modal. Posisi yang ditempati Sri Mulyani diharapkan akan berdampak positif untuk perekonomian Indonesia yang lebih baik. Dunia usaha pun sebenarnya sadar bahwa, di samping diperparah oleh respons negatif dari perkembangan mengejutkan mengenai Sri Mulyani, secara teknikal saham-saham di BEI memang sudah dalam area jenuh beli (overbought).
Tantangan Menteri Keuangan
Sebagai reaksi atas pengunduran Sri Mulyani, dunia usaha sangat berharap Presiden segera memilih Menteri Keuangan baru yang punya kemampuan setara dengan Sri Mulyani. Dalam tahap recovery akibat krisis global tahun 2008, Indonesia membutuhkan Menteri Keuangan yang memiliki kemampuan yang luas dalam hubungan internasional, mampu menjaga stabilitas, tegas, visioner, dan mampu menciptakan kepercayaan dunia usaha baik domestik maupun internasional.
Di samping itu, sosok Menteri Keuangan yang baru juga harus mengedepankan kebijakan fiskal yang prudent, tepat, sebagai penyangga landasan dan prakondisi atas ekonomi Indonesia dan dunia. Menteri Keuangan juga dituntut untuk meneruskan reformasi birokrasi yang telah dirintis oleh Sri Mulyani, khususnya reformasi birokrasi pajak dan bea-cukai, agar tidak berhenti di tengah jalan. Menteri Keuangan yang baru juga tak hanya harus mampu menjamin dan meneruskan, bahkan semakin memfokuskan kebijakan yang pro-growth, pro-poor, dan pro-job.
Tantangan Menteri Keuangan lainnya yang tak kalah penting adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Sebagaimana diketahui, meskipun Indonesia mendapat “berkah� pertumbuhan yang cukup tinggi, pertumbuhan ekonomi tersebut masih rapuh, bahkan pemerintah pun mengakui pemulihan ekonomi saat ini masih dalam tahap awal dan masih rapuh. Upaya mengejar target pertumbuhan ekonomi perlu diikuti dengan dengan langkah-langkah konkret untuk memperbaiki kualitas pertumbuhan. Adapun salah satu tolok ukur kualitas pertumbuhan ini adalah adanya pertumbuhan yang diikuti dengan pemerataan yang optimal. Tanpa unsur pemerataan,
gap antara kaya dan miskin akan semakin lebar. Jika ini yang terjadi, pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya akan dinikmati oleh segelintir orang.
Mengingat besarnya tantangan yang dihadapi oleh Kementerian Keuangan, tentunya tidak mudah mencari pengganti Sri Mulyani. Setelah pengunduran Sri Mulyani banyak muncul kandidat calon Menteri Keuangan di berbagai media massa. Kandidat tersebut ada yang berasal dari lingkup internal Kementerian Keuangan, seperti Anggito Abimanyu (Kepala Badan Kebijakan Fiskal) dan Fuad Rahmany (Kepala Badan Pengawas Pasar Modal). Ada pula dari kalangan eksternal, yakni Darmin Nasution (Pjs. Gubernur Bank Indonesia), Agus Martowardojo (Direktur Utama Bank Mandiri), Gita Wirjawan (Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal), dan Rizal Ramli (mantan Menteri Keuangan).
Mereka yang disodorkan oleh kalangan pengusaha dan pengamat ekonomi di atas layak dipilih menjadi Menteri Keuangan. Namun, siapa pun yang akan dipilih oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Keuangan yang baru harus memiliki latar belakang makro dan fiskal yang kuat, hubungan internasional yang baik, serta hubungan yang akomodatif (dapat diterima) dengan DPR dan DPD. Menteri Keuangan yang baru juga harus memiliki keberanian, dan konsisten dalam mengimplementasikan program reformasi birokrasi. Kriteria ini sangat penting, mengingat besarnya tantangan yang akan dihadapi oleh Kementerian Keuangan sekarang dan ke depan. *
Makmun, Peneliti Utama Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan