Penulis: Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral
Krisis keuangan global tahun 2008 yang diawali dari keruntuhan sektor keuangan di Amerika memberikan pelajaran pentingnya penguatan terhadap pengawasan dan pengaturan sektor keuangan. Kejatuhan nilai aset sektor perumahan yang merambat kepada terjadinya gagal bayar debitur subprime mortgage, salah satu bentuk aktifitas dalam sektor keuangan yang telah menimbulkan kerentanan adalah praktik shadow banking, yaitu lembaga keuangan yang melakukan penyaluran kredit namun tidak dilengkapi dengan mekanisme peraturan dan pengawasan oleh otoritas keuangan. Meskipun melakukan praktik penyaluran kredit seperti yang dilakukan sektor perbankan, kegiatan shadow banking tidak diatur dalam ketentuan peraturan perbankan, sehingga menimbulkan potensi instabilitas pada sektor keuangan.
Kekhawatiran terhadap pertumbuhan penyaluran kredit oleh non perbankan juga terjadi di anggota G20 dari Asia lainnya, seperti Korea Selatan dan China.Dalam upaya mencegah instabilitas sektor keuangan, Korea mewajibkan mutual savings cooperativesatau semacam koperasi simpan pinjam memiliki batas loan-to-deposit ratio sebesar 80 percent (India Times, 2012). Pemerintah China memprediksi nilai penyaluran kredit non perbankan di China memcapai US$1.3 triliun dan dikhawatirkan akan berdampak terhadap stabilitas ekonomi (Bloomberg 2012).
File Terkait:
Kredit non perbankan dan pertumbuhan ekonomi perspektif dari negara emerging G20 (73 KB)
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.