Penulis: Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral
Setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara maju yang tergabung dalam the Group of Seven (G7) seperti Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, Amerika Serikat dan Kanada mendirikan Financial Stability Forum (FSF) pada tanggal 20 Februari 1999. Tujuan utama pendirian FSF adalah sebagai forum koordinasi global dalam mempromosikan regulasi sektor keuangan yang efektif, pengawasan kebijakan keuangan, dan stabilitas sistem keuangan internasional (Draghi, 2009). Setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998 dan 2009, kelompok negara maju anggota G7 menyadari bahwa upaya menciptakan stabilitas perekonomian dan keuangan global tidak dapat hanya dilakukan oleh negara anggota G7 semata, namun negara emerging dan negara berkembang juga mempunyai peranan yang cukup signifikan dan nyata dan perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan global.
Menindaklanjuti dinamika yang berkembang, pada pertemuan KTT G20 di London tanggal 2 April 2009, para pemimpin negara G20 telah memberikan mandat untuk mendirikan “Financial Stability Board (FSB)” yang memiliki basis kelembagaan dan kapasitas yang lebih kuat dibandingkan dengan FSF, serta bertujuan untuk memperkuat stabilitas keuangan global, termasuk menjaga stabilitas keuangan di kawasan dan di domestic markets. Perubahan ini membawa konsekuensi tugas dan tanggung jawab FSB menjadi lebih berat dan kompleks ditambah dengan adanya permintaan pekerjaan yang semakin meningkat. Lebih jauh lagi, struktur keanggotaan FSB telah diperluas tidak hanya beranggotakan negara-negara maju, akan tetapi juga negara emerging dan negara berkembang dan organisasi internasional. Dengan demikian, reformasi proses internal yang dilakukan oleh FSB merupakan suatu keharusan agar lembaga ini dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan memenuhi mandat yang diterimanya dari G20.
File Terkait:
Penguatan kapasitas, tata kelola, dan sumber daya FSB & posisi Indonesia (121 KB)
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.