Publikasi Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2011
Penulis: Pusat Kebijakan Pendapatan Negara
Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 190/PMK.011/2010 Tentang Perubahan Kedua Atas PMK No. 181/PMK.011/2009 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau pada tanggal 3 November 2010, dengan ketentuan tarif cukainya mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2011. Kebijakan cukai ini dibuat dalam rangka mencapai target penerimaan APBN 2011 dari sektor cukai hasil tembakau, yakni sebesar Rp.60,07 triliun.
Dalam kebijakan cukai tahun 2011, untuk penggolongan pengusaha pabrik hasil tembakau masih melanjutkan kebijakan tahun 2010, yaitu 2 (dua) golongan untuk jenis SKM (Sigaret Kretek Mesin) dan SPM (Sigaret Putih Mesin) serta 3 (tiga) golongan untuk jenis SKT (Sigaret Kretek Tangan).
Sistem tarif cukai meneruskan kebijakan yang telah diambil pada tahun 2010 yaitu sistem tarif cukai spesifik untuk semua jenis hasil tembakau dengan tetap mempertimbangkan batasan produksi dan batasan harga jual eceran. Kenaikan tarif cukai 2011 berkisar proyeksi inflasi 2010 yaitu 5,9% dengan produksi hasil tembakau untuk tahun 2011 diperkirakan 257 miliar batang. Kenaikan tarif cukai hasil tembakau 2011, melanjutkan arah kebijakan sesuai roadmap industri hasil tembakau yaitu menuju penyederhanaan tarif cukai hasil tembakau secara gradual. Besaran kenaikan tarif cukai tahun 2011 untuk sigaret adalah SKM I rata-rata sebesar Rp.15,-; SKM II sebesar Rp.15,- ; SPM I antara Rp.15,- s.d. Rp.20,-; SPM II antara Rp.5,- s.d. Rp.15,-; SKT I antara Rp.10,- s.d. Rp.20,-; SKT II antara Rp.0,- s.d. Rp.5,-; sedangkan tarif cukai SKT III sesuai PMK Nomor 99/PMK.011/2010 dari tarif sebesar Rp.50,- yang diberlakukan selama 6 bulan dikembalikan menjadi Rp.65,-.
Pada Peraturan Menteri Keuangan ini, tarif untuk hasil tembakau jenis SKTF atau SPTF disamakan dengan tarif SKM dan tarif untuk hasil tembakau yang diimpor ditetapkan sama dengan tarif cukai tertinggi untuk masing-masing jenis dan golongan hasil tembakau yang diproduksi di dalam negeri. Sedangkan untuk hasil tembakau jenis tembakau iris (TIS), cerutu (CRT), klobot (KLB), kelembak menyan (KLM), dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) tidak dilakukan perubahan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a) untuk melindungi tenaga kerja;
b) segmentasi pemasaran terbatas; dan
c) produksi relatif tidak mengalami pertumbuhan.
File Terkait:
Selengkapnya...
Disclaimer
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.