Penulis: Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral
Globalisasi yang dicirikan oleh semakin intensifnya proses interaksi antar negara adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari oleh setiap bangsa di dunia ini, termasuk Indonesia. Batas-batas geografis antar negara semakin berkurang signifikansinya yang mengakibatkan pergeseran nilai-nilai di bidang politik, sosial budaya dan pertahanana keamanan. Sementara itu, di bidang ekonomi persaingan yang terjadi berlangsung semakin ketat yang semakin menyulitkan posisi negara-negara berkembang dan miskin (Stiglitz, 2006). Kondisi-kondisi tersebut mendorong negara-negara untuk melakukan kerjasama guna memecahkan berbagai permasalahan bersama.
Salah satu bentuk kerjasama internasional tersebut adalah kerjasama teknik antar negara, yaitu suatu bentuk kerjasama pembangunan yang bertujuan untuk menyalurkan bantuan internasional dalam bentuk pelatihan, pendidikan dan pengiriman Tenaga Ahli (TA). Kerjasama teknik dapat diklasifikasikan menjadi dua yang meliputi kerjasama antar negara berkembang (Selatan-Selatan) dan kerjasama antara negara maju dan negara berkembang (Utara-Selatan). Kerjasama Selatan-Selatan adalah suatu kerjasama yang dilakukan antar negara-negara berkembang yang bertujuan untuk mendukung pencapaian kepentingan negara berkembang di berbagai forum internasional. Sementara itu, kerjasama Utara-Selatan mengacu pada kerjasama antar negara maju dan berkembang sehingga memungkinkan negara berkembang untuk dapat menikmati manfaat bantuan dana pembangunan dan alih teknologi dari negara maju (Departemen Luar Negeri, 2009). Pada prinsipnya kedua bentuk kerjasama teknik tersebut diharapkan akan bermuara pada meningkatnya kemandirian suatu bangsa melalui alih teknologi, pengetahuan dan pengalaman dalam setiap bantuan tekniknya.
Pendanaan kerjasama teknik antar negara tersebut umumnya berasal dari pihak ketiga, yaitu berupa bantuan dari lembaga donor internasional seperti JICA (Japan International Cooperation Agency), UNDP (United Nation Development Program), UNESCAP (United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific), ADB (Asian Development Bank), World Bank dan lain-lain. Untuk membantu tercapainya alih teknologi, pengalaman dan pengetahuan tersebut, lembaga-lembaga donor mengirimkan tenaga ahli (TA) ke negara-negara penerima bantuan teknik. TA yang dikirimkan oleh lembaga-lembaga donor ke negara-negara atau lembaga-lembaga penerima bantuan dikenal dengan sebutan TA asing. Menurut Armstrong (1987) TA asing mengacu kepada tenaga profesional yang dipekerjakan oleh negara/lembaga pemberi bantuan teknis untuk melaksanakan tugas-tugas dalam suatu proyek atau program dalam kurun waktu yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan dari proyek atau program tersebut maka tenaga lokal diperbantukan untuk mendampingi TA tersebut.
Keberadaan TA asing tersebut diharapkan akan meningkatkan capacity building bagi tenaga lokal yang terlibat dalam proyek atau program tersebut melalui transfer teknologi, pengetahuan dan pengalaman dari TA asing kepada tenaga lokal (Finn dan Checkoway, 1998). Tenaga lokal diharapkan mampu mengadopsi skill TA asing dan melaksanakan sendiri suatu kegiatan tanpa harus melibatkan tenaga kerja asing. Namun di sisi lain keberadaan TA asing tersebut terkadang menimbulkan berbagai permasalahan di negara/lembaga penerima bantuan tersebut. Sebagai contoh, kurangnya pengetahuan TA asing terhadap keadaan lokal negara/lembaga penerima bantuan sehingga apa yang mereka sampaikan belum tentu cocok dengan kondisi di negara/lembaga penerima bantuan, keahlian dari TA asing tersebut kurang begitu memadai sehingga transfer teknologi tidak berlangsung dengan baik, kurangnya kemampuan berkomunikasi, dan keberadaan TA tersebut seringkali menimbulkan kecemburuan tenaga lokal karena mereka dibayar sangat mahal, jauh lebih tinggi daripada tenaga lokal (Cohen dan Wheeler, 1997). Permasalahan-permasalahan tersebut berakibat pada tidak efektifnya bantuan atau program yang diberikan oleh lembaga donor kepada lembaga penerima.
Dalam kerangka kerja sama teknik luar negeri, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerima bantuan hibah termasuk di dalamnya berupa TA asing. Saat ini, beberapa unit eselon I yang menerima bantuan TA asing diantaranya adalah Direktorat Jenderal Pajak, Badan Kebijakan Fiskal, dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. Penempatan TA asing tersebut disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing unit, umumnya untuk program pembangunan kapasitas sumber daya manusia ataupun perbaikan dalam proses bisnis. Para pemberi hibah yang melakukan kerja sama dengan Kemenkeu antara lain Japan Internasional Cooperation Agency (JICA), Australia Indonesia Partnership for Economic Governance (AIPEG), Australian Treasury, World Bank, dan Asian Development Bank (ADB). Penempatan TA asing tersebut sudah berlangsung lama, namun demikian sampai sejauh ini belum pernah dilakukan kajian terhadap efektifitas keberadaan TA asing tersebut dalam menunjang kinerja Kementerian Keuangan.
File Terkait:
Kajian Efektivitas Tenaga Ahli Asing (1,735 KB)
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.