Penulis: Pusat Kebijakan Pendapatan Negara
Investasi asing di Indonesia saat ini menjadi isu yang hangat untuk diperdebatkan. Di satu sisi, investasi merupakan salah satu motor penggerak perekonomian yang memformulasikan potensi berbagai sumber daya menjadi kekuatan yang efektif dalam kegiatan ekonomi nasional yang produktif. Sedangkan di sisi lain pemberian insentif fiskal menjadi isu utama sebagai penarik investasi itu sendiri. Salah satu bentuk investasi yang telah dikembangkan sejak tahun 1980-an yaitu berupa pengembangan Kawasan Berikat yang dikenal dengan berbagai nama di dunia, antara lain adalah Bonded Zone, Bonded Area, Bonded Warehouse, Export Processing Zone, bahkan dalam skala lebih luas dan komprehensif telah dikembangkan menjadi Special Economic Zone. Namun demikian, pada intinya walaupun berbeda penamaan, konsep yang ditanamkan adalah sama, yaitu berkaitan dengan investasi, pembangunan ekonomi, orientasi ekspor, dan adanya insentif perpajakan di dalamnya. Sedikit perbedaan dengan peraturan di Indonesia, pada pasal 44 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan tidak disebutkan secara eksplisit bahwa kegiatan dalam Kawasan Berikat adalah untuk tujuan utama ekspor: “dengan persyaratan tertentu, suatu kawasan, tempat, atau bangunan dpat ditetapkan sebagai tempat penimbunan berikat dengan mendapatkan penangguhan bea masuk untuk menimbun barang guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.”
Menurut Kusago dan Tzannatos (1998) dalam Social Protection Discussion Paper No.9802 dengan judul Export Processing Zones: A Review in Need of Update yang dikeluarkan oleh World Bank, telah disebutkan beberapa terminologi yang digunakan oleh beberapa negara, misalnya:
File Terkait:
Kajian Bonded Zone (114 KB)
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.