Penulis: Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral
Perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B)/tax treaty disinyalir mempunyai pengaruh dalam meningkatkan arus investasi dan perdagangan. Beberapa literatur mendukung pendapat ini, namun beberapa literatur juga menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara P3B dengan arus investasi dan perdagangan. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan analisis terhadap pengaruh P3B dalam meningkatkan arus investasi dan perdagangan antara Indonesia dengan beberapa negara mitra dagang dan investasi.
P3B adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua/lebih negara/yurisdiksi pajak yang mengatur perlakuan pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri dari dua/lebih negara/yurisdiksi pajak yang berbeda. Perjanjian ini terkait dengan passive income atas beneficial owner. Terdapat dua otoritas yang memiliki kepentingan dalam pengenaan pajak yang terkait dengan beneficial owner, yaitu negara asal wajib pajak/beneficial owner (asas domisili) dan negara tempat wajib pajak mendapatkan penghasilan (asas sumber).
Permasalahan perpajakan muncul ketika kedua negara tersebut hendak mengenakan pajak atas jenis pendapatan yang sama (passive income). Jika pengenaan pajak didasarkan atas domisili, maka aspek keadilan dan efisiensi investasi akan dapat lebih dipastikan. Tetapi di sisi lain sangatlah sulit menentukan dengan pasti penghasilan dari wajib pajak yang berasal dari luar negeri. Sebaliknya, jika pengenaan pajak didasarkan atas sumber, maka akan mudah menentukan dengan pasti nilai penghasilan yang akan dikenai pajak. Tetapi di sisi lain, hal itu kurang memenuhi keadilan dan efisiensi investasi juga tidak dapat dipastikan.
Disamping itu tarif pajak yang dikenakan untuk objek pajak yang sama juga berbeda antara pengenaan pajak yang didasarkan atas asas sumber dengan yang didasarkan atas asas domisili. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu bahwa hak suatu negara untuk mengenakan pajak atas penghasilan berdasarkan residence jurisdiction-nya, tetapi di sisi lain juga merupakan hak negara lain untuk memungut pajak penghasilan berdasarkan source jurisdiction. Inilah yang kemudian menimbulkan international double taxation, yaitu wajib pajak dikenakan pajak berganda atas income yang sama dalam periode yang sama oleh negara yang berbeda.
Tujuan awal dari dibuatnya P3B adalah untuk menghindari pengenaan pajak berganda atas penghasilan yang sama yang diterima oleh wajib pajak yang sama oleh dua/lebih yurisdiksi pajak (negara) yang berbeda. Tujuan selanjutnya adalah untuk menghilangkan adanya penyelundupan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak yang mendapatkan penghasilan di dua/lebih yurisdiksi pajak (negara) yang berbeda sehingga wajib pajak tidak membayar pajak di kedua/lebih yurisdiksi pajak (negara) dimana wajib pajak tersebut menjalankan usahanya. Selain dua tujuan utama tersebut, tujuan lain yang ingin dicapai dari adanya P3B adalah peningkatan arus perdagangan dan investasi di antara negara-negara yang melakukan perjanjian karena adanya insentif pajak berupa pengurangan tarif pajak di dalam P3B. Disamping itu, adanya P3B juga dimaksudkan untuk pembagian wilayah perpajakan, keputusan bersama atas isu-isu perpajakan internasional dan kerja sama ekonomi untuk pembangunan.
Banyak faktor yang dapat meningkatkan arus perdagangan dan investasi antara dua negara atau lebih. Sesuai dengan tujuan dari P3B di atas, maka perpajakan diharapkan juga dapat meningkatkan arus perdagangan dan investasi tersebut. Hal ini didasari dengan argumentasi bahwa penurunan tarif pajak di dalam P3B akan meningkatkan keinginan investor dalam menanamkan investasinya di negara tertentu karena dengan penghasilan yang sama, wajib pajak dikenakan pajak yang lebih kecil daripada pajak yang dikenakan dengan tarif normal. Efek selanjutnya dari penanaman investasi ini adalah meningkatnya arus perdagangan antara negara asal/domisili wajib pajak dengan negara sumber penghasilan dimana wajib pajak tersebut mendapatkan penghasilan.
File Terkait:
Kajian Tax Treaty 2012 (598 KB)
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.