Penulis: Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral
Arus Bebas Jasa (Free Flows of Services), termasuk Jasa Keuangan di dalamnya, telah dicanangkan oleh para pemimpin negara-negara ASEAN sebagai salah satu pilar utama dari pembentukan satu pasar tunggal dan basis produksi di kawasan Asia Tenggara, yang disebut sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community atau AEC). Pemercepatan pembentukan AEC dari tahun 2020 menjadi 2015 memberikan tambahan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan agar tenggat waktu tersebut dapat terpenuhi.
Cetak biru AEC 2015 menyebutkan bahwa liberalisasi sektor jasa dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan penyediaan jasa oleh pemasok ataupun pendirian jasa baru lintas negara di kawasan ASEAN dengan tetap tunduk pada regulasi domestik. Mekanisme perundingan liberalisasi jasa termasuk jasa keuangan dilakukan melalui AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services). Dalam mekanisme AFAS terdapat ketentuan bahwa komitmen yang sudah disepakati tidak bisa ditarik kembali kecuali negara yang bersangkutan bersedia memberikan kompensasi yang memadai kepadasemua negara lain yang dirugikan. Di samping itu terdapat pula penerapan pre-agreed flexibility guna memberikan ruang kebijakan bagi negara-negara ASEAN dalam upayanya memenuhi komitmen liberalisasi jasa dengan tetap memperhatikan tujuan pembangunan nasional masing-masing.
Forum perundingan untuk sektor jasa keuangan tidak berada dalam forum CCS (Coordinating Committee on Services) sebagaimana sektor jasa lain pada umumnya, namun dalam forum tersendiri yang berada di bawah kementerian atau regulator jasa keuangan yakni WC-FSL (Working Committee on Financial Services Liberalisation). Pemisahan forum perundingan untuk jasa keuangan dilakukan mengingat masingmasing negara berkepentingan untuk melindungi perekonomiannya dari gejolak yang berdampak merugikan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjaga stabilitas sektor keuangannya. Proses perundingan jasa keuangan disepakati akan dilandasi atas dua prinsip. Prinsip pertama, liberalisasi ditempuh melalui formula ASEAN minus X yang memungkinkan negara yang telah siap untuk melakukan liberalisasi terlebih dahulu dan selanjutnya diikuti oleh negara lain yang telah siap bergabung. Prinsip kedua, liberalisasi dilakukan dengan memperhatikan tujuan nasional dan tingkat pembangunan ekonomi dan sektor keuangan masing-masing negara.
Pelaksanaan liberalisasi jasa keuangan di Indonesia dalam forum internasional perundingan jasa saat ini dilakukan oleh dua regulator yang berbeda. Bank Indonesia selaku regulator perbankan bertanggung jawab atas proses liberalisasi sektor jasa keuangan perbankan, sementara itu Bapepam-LK, Kementerian Keuangan mengemban tanggung jawab dalam proses liberalisasi sektor jasa keuangan non-perbankan. Sektor non-perbankan dimaksud mencakup pasar modal, perasuransian, pembiayaan dan penjaminan, dana pensiun, dan reksadana. Sektor jasa keuangan yang dibahas dalam kajian ini adalah jasa keuangan non-perbankan.
Prioritas sektor jasa keuangan yang dibahas dalam kajian adalah jasa keuangan nonperbankan, khususnya pasar modal dan perasuransian. Pemfokusan dilakukan mengingat kedua sektor tersebut mendominasi komitmen sektor jasa keuangan nonbank di WTO dan ASEAN, dan keterbatasan waktu dan sumber daya.
File Terkait:
Kajian Liberalisasi Jasa Keuangan Indonesia (2.084 KB)
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.