Penulis: Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Dewasa ini, permasalahan terkait infrastruktur menjadi isu hangat yang sering dibicarakan. Pemerintah menyadari bahwa pembangunan infrastruktur merupakan prioritas utama dalam pembangunan nasional. Selain merupakan pilar utama pertumbuhan ekonomi, infrastruktur merupakan bagian penting dari konektivitas antarkoridor. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional, ketersediaan infrastruktur yang memadai baik dari sisi kualitas maupun kuantitas sangat diperlukan untuk mendorong dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kebutuhan akan infrastruktur saat ini memerlukan anggaran yang besar. Di sisi lain, kemampuan keuangan negara dalam memenuhi kebutuhan investasi infrastruktur terbatas. Berdasarkan data Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mendukung program tersebut mencapai lebih dari Rp4.000 triliun dari tahun 2011 s.d. 2025. Dari jumlah tersebut, Pemerintah hanya mampu menyediakan dana sekitar 10% sementara sisanya diharapkan dapat berasal dari BUMN dan swasta.
Salah satu model pengadaan infrastruktur yang saat ini sedang dikembangkan oleh Pemerintah adalah Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha atau lebih dikenal dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha atau lebih dikenal dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) atau public private partnership (PPP). Mengingat tingginya peran swasta dalam percepatan pembangunan infrastruktur, Pemerintah khususnya Kementerian Keuangan telah berinisiatif untuk memberikan berbagai fasilitas fiskal guna mendorong keterlibatan swasta dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Fasilitas-fasilitas tersebut meliputi pemberian fasilitas fiskal dalam bentuk Dukungan Pemerintah dan Jaminan Pemerintah baik untuk proyek yang sudah berjalan maupun dalam masa penyiapan.
File Terkait:
Fasilitas Fiskal untuk Mendukung Percepatan Pembangunan Infrastruktur (PDF) (229 KB)
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.