Penulis: Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Kebutuhan akan infrastruktur yang memadai untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sudah menjadi suatu keniscayaan. Namun, keterbatasan anggaran pemerintah menjadi salah satu hambatan dalam mewujudkan impian dimaksud. Dalam rangka memecahkan masalah tersebut, Pemerintah Indonesia telah memperkenalkan skema Kerja Sama Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership) untuk menyediakan infrastruktur. Skema dimaksud dapat melibatkan sektor swasta baik dari sisi teknologi maupun dari sisi pendanaannya. Skema ini sudah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 2005 yaitu melalui Indonesia Infrastructure Submit I.
Dari sisi institusional, Pemerintah Indonesia telah membentuk Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrsatruktur (KKPPI) dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur. Komite tersebut mempunyai empat (4) tugas utama, yaitu (a) merumuskan strategi pelaksanaan percepatan penyediaan infrastruktur; (b) melakukan koordinasi dan pemantauan pelaksanaan kebijakan percepatan penyediaan infrastruktur; (c) merumuskan kebijakan pelaksanaan kewajiban pelayanan umum (Public Service Obligation) dalam percepatan penyediaan infrastruktur; dan (d) menetapkan upaya pemecahan berbagai permasalahan yang terkait dengan percepatan penyediaan infrastruktur.
Selanjutnya Pemerintah Indonesia juga membentuk Public Private Partnership Central Unit (P3CU) di bawah Bappenas. Institusi dimaksud dibentuk dengan asistensi teknis dan pembiayaan dari World Bank (Bank Dunia). Pada dasarnya lembaga ini difungsikan untuk memberikan bantuan teknis terhadap beberapa proyek infrastruktur yang diajukan dengan skema KPS/PPP. Proyek-proyek infrastruktur tersebut diantaranya adalah Jakarta Airport Rail, Batch 4 Toll Roads, West Java Geothermal Power Projects, dan Project Prioritization for West Java Province. Dalam pembentukan institusional, disebutkan bahwa tugas utama dari P3CU adalah (1) membangun kebijakan tentang KPS/PPP yang mencakup metode, prosedur, dan petunjuk pelaksanaannya; (2) melakukan evaluasi dan koordinasi atas penerapan konsep KPS/PPP; (3) melakukan peningkatan kapasitas, pelatihan, dan memberikan dukungan teknis kepada pelaku dalam KPS/PPP; (4) melakukan evaluasi terhadap kelayakan pemberian dukungan pemerintah; (5) menyusun daftar prioritas proyek infrastruktur dengan skema KPS/PPP.
Namun demikian, sejak dimunculkannya konsep KPS/PP tersebut dan terbentuknya institusi pendukung, sampai dengan saat ini baru satu proyek infrastruktur yang berhasil melalui proses lelang untuk mendapatkan badan usaha. Proyek dimaksud adalah Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Jawa Tengah dengan kapasitas 2 x 1000 MW atau yang sering dikenal dengan nama CJPP (Central Java Power Plant). Proyek itu pun saat ini sedang (dengan harap-harap cemas) dalam proses menuju financial closed alam rangka menentukan tanggal awal dari pembiayaan proyek (financing date). Apabila proses tersebut tidak memperoleh hasil yang positif maka sejarah kelambatan akan implementasi dari skema KPS/PPP di Indonesia akan menjadi semakin panjang. Selain proyek tersebut, masih ada beberapa proyek infrastruktur yang pernah masuk dalam proses penyiapan dengan skema KPS/PPP namun sampai saat ini belum mencapai tahap konstruksi. Di antaranya adalah proyek Pelabuhan Kapal Pesiar Tanah Ampo,Karangasem – Bali; proyek Terminal Peti Kemas Kalibaru – Jakarta, proyek Jalan Kereta Api Kalimantan Tengah; dan beberapa proyek lainnya.
File Terkait:
Pembentukan Unit Pengelola KPS di Kementerian Keuangan (PDF) (418 KB)
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.