Penulis: Pusat Kebijakan Ekonomi Makro
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki sejarah kinerja transaksi berjalan (current account) yang cukup panjang. Selama beberapa dekade yaitu periode tahun 1960-an sampai dengan tahun 1990-an Indonesia mengalami kinerja transaksi berjalan yang defisit. Pasca krisis keuangan Asia 1997/1998 kinerja transaksi berjalan membalik menjadi surplus. Akan tetapi, krisis keuangan global yang terjadi tahun 2008/2009 dan diperparah dengan adanya krisis utang Eropa telah menyebabkan ketidakpastian pemulihan ekonomi global. Resesi ekonomi yang dialami oleh beberapa negara maju di Eropa yang kemudian diikuti oleh Jepang serta masalah kebuntuan anggaran di Amerika Serikat (AS) telah menambah ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia. Ketidakpastian ini menyebabkan tekanan eksternal pada ekonomi negara-negara berkembang tidak terkecuali Indonesia. Pengaruh tekanan eksternal ini dapat dilihat pada kinerja neraca pembayaran (balance of payment) terutama transaksi berjalan yang mengalami defisit sejak triwulan IV-2011 dan terus melebar sampai dengan triwulan IV-2012.
Pelebaran defisit pertama kali terjadi pada triwulan I-2012 yang mencatat defisit transaksi berjalan sebesar US$3,1 miliar, naik dari defisit pada triwulan IV-2011 yang sebesar US$2,3 miliar. Secara relatif terhadap PDB juga mengalami kenaikan yaitu dari 1,1% dari PDB pada triwulan IV-2011 menjadi 1,4% dari PDB pada triwulan I-2012. Pelebaran defisit transaksi berjalan terus berlanjut pada triwulan II-2012 yang mencapai US$8,0 miliar atau 3,6% dari PDB. Memasuki triwulan III-2012 tekanan defisit transaksi berjalan sedikit berkurang dengan nilai sebesar US$5,3 miliar atau 2,4% dari PDB. Akan tetapi tekanan ini kembali meningkat pada triwulan IV-2012 dengan defisit tercatat sebesar US7,8 miliar atau 3,6% dari PDB. Secara keseluruhan tahun 2012, kinerja transaksi berjalan mengalami pemburukan dari surplus sebesar US$1,7 miliar (0,2% dari PDB) pada tahun 2011 menjadi defisit sebesar US$24,2 miliar (2,7% dari PDB).
Pelebaran defisit ini disebabkan oleh ketidakpastian ekonomi global yang menekan permintaan produk ekspor Indonesia dan harga komoditas sedangkan pada saat yang sama permintaan domestik yang tinggi untuk kebutuhan investasi dan konsumsi telah mendorong impor yang tinggi.
Pembalikan kinerja transaksi berjalan yang berkinerja surplus pada tahun-tahun sebelumnya menjadi defisit pada tahun 2012 perlu mendapat perhatian serius. Kondisi pelebaran defisit transaksi berjalan sangat berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi makro. Investor asing melihat bahwa persepsi risiko berinvestasi di Indonesia meningkat sehingga berdampak pada penurunan masuknya arus modal asing. Di tengah kebutuhan pembiayaan defisit transaksi berjalan yang tinggi, penurunan arus masuk modal asing akan menyebabkan turunnya level cadangan devisa dan berpotensi pula menurunkan tingkat kepercayaan terhadap upaya menjaga stabilitas nilai tukar.
Kajian terhadap defisit transaksi berjalan perlu dilakukan karena dampaknya terhadap perekonomian nasional yang cukup besar. Pelebaran defisit transaksi berjalan akan mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah berupa depresiasi nilai tukar rupiah karena defisit transaksi berjalan menyebabkan penurunan cadangan devisa. Defisit transaksi berjalan yang semakin besar dapat juga diartikan sebagai pelebaran gap antara investasi dan tabungan dimana Indonesia lebih banyak melakukan investasi.
Untuk mengetahui lebih detail mengenai kajian tersebut, dapat menghubungi Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.