Penulis: Sigit Setiawan, Pusat Kebijakan Kerjasama Regional dan Bilateral
Latar Belakang
ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA) merupakan salah satu perjanjian perdagangan internasional yang melibatkan negara-negara ASEAN (termasuk Indonesia) dan Korea Selatan. Preferential treatment diberikan bagi negara-negara yang menjadi anggota perjanjian tersebut di tiga sektor : sektor barang, jasa, dan investasi, dengan tujuan dapat memacu percepatan aliran barang, jasa, dan investasi di antara negara-negara anggota sehingga dapat terbentuk suatu kawasan perdagangan bebas. Proses perundingan awal AKFTA dimulai pada awal tahun 2005 dan pada tanggal 13 Desember 2005 Kerangka Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh (Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation) AKFTA dapat ditandatangani oleh para kepala negara ASEAN dan Korea Selatan di Kuala Lumpur, Malaysia. Sejak saat itu, proses perundingan teknis di tiga sektor tersebut dimulai di mana perjanjian untuk ketiga sektor dapat diselesaikan dalam tahapan yang berbeda-beda. Kesepakatan perdagangan barang dapat diselesaikan paling awal dengan ditandatanganinya perjanjian perdagangan barang AKFTA tanggal 24 Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia. Sedangkan dua kesepakatan lain di sektor perdagangan jasa dan sektor investasi baru dapat diselesaikan masing-masing pada tahun 2007 dan 2009. Kesepakatan perdagangan jasa ditandatangani oleh para menteri ekonomi saat KTT ASEAN tahun 2007 di Singapura, sedangkan perjanjian investasi AKFTA ditandatangani pada saat berlangsungnya KTT ASEAN-Korea bulan Juni 2009 di Pulau Jeju, Korea Selatan.
Pada perjanjian perdagangan barang AKFTA, negara-negara ASEAN dan Korea Selatan menyepakati upaya penghapusan ataupun pengurangan hambatan-hambatan tarif maupun non tarif. Pada skema penghapusan atau pengurangan tarif tersebut diatur secara detil program penurunan dan atau penghapusan tarif secara progresif, yang dibagi atas kategori Normal Track, Sensitive List, dan Highly Sensitive List. Khusus untuk kategori Normal Track yang mencakup sebagian besar jenis produk, penurunan dilakukan secara bertahap sejak perjanjian perdagangan barang efektif berlaku hingga batas waktu seluruh pos tarif menjadi 0% paling lambat 1 Januari 2010 untuk Korea Selatan dan 1 Januari 2012 untuk ASEAN 6. Negara-negara ASEAN lain di luar ASEAN 6, atau yang bisa disebut CLMV (Cambodia, Lao PDR, Myanmar, Viet Nam) diberikan fleksibilitas berupa tambahan waktu yang sifatnya bervariasi.
Dalam neraca perdagangan antara Indonesia dan Korea Selatan pada tahun 2010, Indonesia dapat mencatat surplus sebesar US$ 4,8 miliar. Jumlah ini meningkat 43,1% dibandingkan surplus perdagangan tahun 2009 yang sebesar US$ 3,4 miliar. Total perdagangan kedua negara telah mencapai angka US$ 20,3 miliar dengan nilai ekspor sebesar US$ 12,5 miliar dan impor sebesar US$ 7,7 miliar. Angka tersebut merupakan kenaikan sebesar 57,36% dibanding total perdagangan pada tahun 2009 sebesar US$ 12,8 miliar. Sedangkan pada periode Januari-September 2011, total perdagangan kedua negara telah berjumlah US$ 21,2 miliar atau naik 47,47% dibanding periode yang sama pada tahun 2010 sebesar US$ 14,4 miliar. Perdagangan antar kedua negara menunjukkan kecenderungan positif, di mana rata-rata pertumbuhannya selama 5 (lima) tahun terakhir (2006-2010) tercatat sebesar 15,97%.
Setelah perjanjian AKFTA ini berlangsung hampir lima tahun, perlu dilakukan evaluasi dengan melakukan analisis kuantitatif terhadap kontribusi dari perjanjian tersebut terhadap perekonomian Indonesia. Perjanjian perdagangan barang AKFTA merupakan salah satu sektor penting dari perjanjian AKFTA yang perlu dilakukan evaluasi atau impact assessment. Dalam hal ini, penilaian dampak suatu FTA perlu dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan suatu FTA dapat dipenuhi (Plummer 2010).
Pendapatan nasional merupakan salah satu dari tiga indikator untuk menghitung dampak dari suatu FTA terhadap suatu negara dari aktivitasnya dalam perdagangan internasional (Llyoid dan Mclaren 2004: 451). Dalam model Keynesian empat sektor, salah satu komponen pendapatan nasional adalah kontribusi ekspor. Adanya perubahan positif kontribusi ekspor terhadap pendapatan nasional Indonesia dan Korea Selatan dalam hubungannya dengan perdagangan Indonesia-Korea Selatan mengindikasikan dampak positif dari AKFTA terhadap kedua negara.
File Terkait:
Dampak AKFTA (735 KB)
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.