Penulis: Pusat Kebijakan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara
I. Latar Belakang
Subsidi listrik terus meningkat dari waktu ke waktu. Jika pada tahun 2005 subsidi listrik hanya berkisar Rp10.54 triliun, maka pada tahun 2010 subsidi listrik sudah mencapai Rp58.11 triliun. Pada tahun 2012, subsidi listrik mencapai Rp64.9 triliun dan pada APBN tahun 2013 subsidi listrik dianggarkan sebesar Rp78.63 triliun. Jika tidak ada perubahan yang mendasar dalam kebijakan tarif tenaga listrik (TTL), maka subsidi listrik terus akan membesar seiring dengan peningkatan kebutuhan (permintaan) listrik dan meningkatnya biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik.
Subsidi listrik seharusnya diperuntukkan bagi rumah tangga miskin. Sementara bagi rumah tangga golongan menengah atas yang telah mampu, tarif tenaga listriknya sudah tidak perlu disubsidi lagi. Dalam konteks ini, maka perlu dilakukan diskriminasi harga antara pelanggan PLN yang telah dianggap mampu dan pelanggan yang tidak mampu (pelanggan rumah tangga miskin). Tujuan dari kajian ini yaitu: (1) penyederhanaan golongan tarif menurut jenis pelanggan; (2) menganalisis dampak penyederhanaan golongan tarif terhadap pengurangan subisidi (dampak fiskal), kenaikan TTL, laju inflasi, pertumbuhan ekonomi, sektor industri dan kemungkinan peningkatan kemiskinan; dan (3) memberikan rekomendasi penyederhanaan golongan tarif yang berdampak signifikan terhadap pengurangan subisidi, namun berdampak minimal terhadap peningkatan TTL dan inflasi, perlambatan pertumbuhan ekonomi dan sektor industri manufaktur, serta berdampak minimal terhadap peningkatan angka kemiskinan.
Dalam melakukan kajian ini digunakan metode analisis data dengan beberapa tahap, yaitu:
II. Pembahasan
Berdasarkan Permen ESDM 30/2012, saat ini berlaku 37 golongan tarif. Kebijakan rasionalisasi subsidi listrik melalui penyederhanaan golongan tarif direncanakan paling cepat bisa diberlakukan mulai tahun 2014. Terkait dengan hal ini, Kementerian ESDM telah memiliki usulan penyederhanaan golongan tarif menjadi 23 golongan tariff, yang menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam kajian ini. Selain itu, dalam kajian ini juga diajukan penyederhanaan golongan tarif dengan pertimbangan lain diantaranya berdasarkan data SUSENAS 2011 untuk kelompok penggabungan pelanggan rumah tangga. Sementara itu, untuk kelompok pelanggan bisnis, industri dan sosial penggabungan golongan tarifnya didasarkan pertimbangang kualitiatif.
Dalam penelitian ini golongan pelanggan rumah tangga R1 450 VA digabung dengan pelanggan kelompok R1 900 VA. Pada golongan sosial (S1 220 hingga S2 900 VA) terdapat tiga kelompok yang digabung menjadi satu golongan tarif mengingat pemakaian ketiga kelompok pelanggan digolongan tersebut relatif sama. Untuk golongan pelanggan bisnis (B1 450 VA dan B1 900 VA) digabung menjadi satu golongan tarif. Begitu juga untuk golongan pelanggan industri (I1 450 VA dan I1 900) digabung menjadi satu golongan tarif. Sementara itu, dalam kajian ini golongan Pemerintah P-1 450VA digabung dengan P-1 900 VA. Selain penggabungan di atas, terdapat beberapa golongan pelanggan yang dikelompokkan kedalam non subsidi (tidak mendapat subsidi) baik dari golongan rumah tangga, sosial, pemerintah, bisnis, maupun industri.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penyedederhaan tarif akan berdampak pada kenaikan TTL dan inflasi, penurunan subsidi listrik, pertumbuhan ekonomi, penurunan tingkat kemiskinan. Secara ringkas dampak tersebut dijelaskan dalam tabel dibawah ini.
Skenario 13 adalah skenario penyederhanaan tarif yang terdiri dari 27 golongan yang dihitung dari rata-rata tarif Q4 tahun 2013 di golongannya. Sementara itu, skenario 14 adalah skenario penyederhanaan tarif yang terdiri dari 27 golongan yang dihitung pada tarif Q4 tahun 2013 yg maksimum di golongannya. Kedua skenario tersebut digunakan untuk menguji dampak rasionalisasi TTL tahun 2014. Dari tabel di atas terlihat bahwa skenario 14 berdampak lebih besar terhadap penghematan subisidi dibandingkan skenario 13. Namun disisi lain, skenario 14 mempunyai dampak tambahan inflasi, penurunan pertumbuhan ekonomi, dan tambahan kemiskinan yang lebih besar dibandingkan skenario 13.
III. Kesimpulan
Secara umum kajian ini membuktikan bahwa sensitivitas setiap kenaikan TTL 10% akan menyebabkan pertumbuhan sektor industri turun sekitar 6%, inflasi bertambah sekitar 1,2% dan pertumbuhan ekonomi turun sekitar 0,24%. Dari beberapa skenario yang disimulasikan, penyederhanaan tarif dengan skenario 13 dan 14 dengan basis tarif Q4 tahun 2013 yaitu tarif rata-rata atau tarif maksimum digolongannya, lebih memilikii dampak minimal terhadap keterlambatan perekonomian. Kedua skenario ini sejalan dengan rencana kebijakan penyesuaian tarif beberapa golongan pelanggan di tahun 2014.
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.