Kajian Formulasi Insentif Pengembangan Manufaktur
Penulis: Pusat Kebijakan Pendapatan Negara
Latar Belakang dan Tujuan Kajian
Permasalahan utama yang dihadapi sektor manufaktur adalah belum berkembangnya produk-produk dalam kategori intermediate goods, sehingga Indonesia masih mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pemerintah sebenarnya telah memberikan berbagai bentuk insentif fiskal untuk pengembangan intermediate goods, namun pemanfaatannya belum optimal. Kajian ini dimaksudkan untuk (i) mengidentifikasi permasalahan di bidang manufaktur; (ii) mengidentifikasi berbagai insentif yang telah diberikan untuk sektor manufaktur; (iii) membentuk formula kriteria pemberian insentif pengembangan sektor manufaktur dan (iv) mengidentifikasi sektor-sektor yang perlu diberikan insentif.
Kesimpulan Hasil Kajian
- Peranan sektor manufaktur di Indonesia terus mengalami penurunan, bahkan pertumbuhan sektor manufaktur berada di bawah pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Penurunan kinerja sektor manufaktur disebabkan oleh banyak faktor dan secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yakni permasalahan struktural dan organisasi. Pola ekspor manufaktur Indonesia menunjukkan adanya konvergensi ke arah penggunaan teknologi tinggi sampai dengan krisis 1997. Tetapi, pasca krisis (1998-2003) cenderung stagnan, bahkan mengarah ke penggunaan low technology. Ekspor manufaktur Indonesia sebagian besar adalah produk-produk berteknologi medium dan rendah, sedangkan yang berteknologi tinggi masih sangat kecil.
- Menghadapi kondisi sektor manufaktur yang terus memburuk, pemerintah sejak 2008 telah memberikan berbagai insentif, yaitu paket pengurangan PPh Badan (tax allowance); pembebasan dan pengurangan PPh Badan (tax holiday); insentif dan kemudahan daerah; pembebasan bea masuk dan PPN impor atas impor mesin, barang dan bahan tertentu. Meskipun pemerintah telah memberikan berbagai insentif, namun efektivitas pemberian insentif tersebut masih dipertanyakan. Pemberian insentif fiskal akan efektif apabila sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh penerima insentif.
- Impor intermediate goods tidak selalu memiliki derajat kepekaan yang tinggi terhadap sektor-sektor hilirnya. Insentif fiskal akan efektif apabila diberikan kepada industri yang memiliki defisit neraca perdagangan tinggi, serta indeks derajat kepekaan tinggi terhadap sektor-sektor hilirnya. Untuk mengklasifikasikan intermediate goods tersebut dibagi ke dalam empat kuadran berdasarkan defisit neraca perdagangan dan indeks derajat kepekaan suatu sektor terhadap sektor hilirnya. Data yang digunakan adalah data ekspor-impor bahan baku industri selama periode tahun 2007-2012.
- Dengan mengacu pada tabel input-output 66 sektor Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Tahun 2005, maka sektor yang mendapat prioritas utama untuk dapat diberikan insentif pajak adalah yang berada di kuadran 1, yaitu sektor pengilangan minyak bumi (industri pemurnian dan pengilangan minyak bumi dan industri barang-barang dari hasil kilang minyak bumi); industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik (industri transmisi mekanik selain kendaraan bermotor, industri mesin-mesin untuk pertambangan, penggalian dan konstruksi, industri tungku dan alat pemanas sejenis yang tidak menggunakan arus listrik (bukan untuk keperluan rumah tangga), industri alat pengangkat dan alat pemindah, industri komponen dan suku cadang motor penggerak mula, industri mesin-mesin industri khusus lainnya, industri pompa dan kompresor, industri mesin/ peralatan untuk pengolahan/pengerjaan logam) dan industri kimia (industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi, gas bumi dan batubara, industri kimia dasar anorganik lainnya, industri kimia dasar organik lainnya, industri kimia dasar organik yang menghasilkan bahan kimia khusus, industri kimia dasar anorganik pigmen)
Rekomendasi Kebijakan
Hasil kajian membuktikan bahwa hanya terdapat 15 sub sektor yang berada pada tiga sektor industri yang diprediksi mampu menurunkan defisit neraca perdagangan secara signifikan serta memiliki derajat kepekaan yang tinggi pada sektor-sektor hilirnya. Seluruh sub sektor tersebut telah mendapatkan insentif fiskal dari pemerintah, misalnya fasilitas tax allowance dan tax holliday. Dengan demikian, pemerintah tidak perlu lagi memberikan insentif fiskal tambahan untuk sektor manufaktur.
Selain itu, hasil kajian ini diharapkan mampu memberikan penajaman sub-sub sektor yang perlu mendapatkan fasilitas. Misalnya dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 disebutkan bahwa salah satu sektor yang mendapatkan fasilitas tax holliday adalah industri permesinan (terdapat 35 sub sektor). Hasil kajian menyebutkan hanya terdapat 8 sub sektor saja yang termasuk kriteria mampu menurunkan defisit neraca pembayaran secara signifikan dan memiliki derajat kepekaan yang tinggi pada sektor-sektor hilirnya.
Disclaimer
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.