Penulis: Mohamad Nasir, Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Oleh: Mohamad Nasir1
Pendahuluan
Hingga saat ini, persoalan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan tenaga listrik belum terselesaikan dengan baik dan tuntas. Di mana, setiap terjadi perubahan minimal tiga hal, yaitu harga minyak mentah, kurs rupiah, dan volume konsumsi, pasti akan menyisakan persoalan pada besaran subsidi. Ketika harga minyak naik, nilai rupiah turun, dan volume konsumsi naik, belanja subsidi akan membengkak sehingga membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Ujung-ujungnya Pemerintah mengorbankan belanja modal dengan mengurangi alokasi anggarannya atau menumpuk utang untuk menambah kekurangan beban subsidi.
Timbulnya persoalan subsidi ini tidak lain karena konsekuensi dari kebijakan pemerintah yang memberikan subsidi harga kepada masyarakat. Di BBM tertentu, seperti premium, solar, minyak tanah, dan LPG 3 kg, Pemerintah memberi subsidi sebesar selisih harga patokan dikurangi harga eceran. Di listrik, Pemerintah mensubsidi selisih biaya pokok penyediaan (BPP) plus margin dikurangi harga jual. Karenanya, ketika minyak mentah naik maka harga BBM yang merupakan produk minyak mentah akan naik, akibatnya harga patokan atau BPP naik, dan selanjutnya subsidi naik. Selain itu, ketika volume konsumsi naik maka subsidi naik pula.
Untuk mengurangi beban subsidi, Pemerintah telah beberapa kali mengajukan penyesuaian harga, dan baru berhasil pada tahun 2013. Namun demikian, dalam setiap upaya penyesuaian harga, dapat dipastikan menimbulkan kontroversi di masyarakat, ada yang pro dan kontra dengan berbagai alasan yang rasional. Pihak yang pro berpendapat bahwa penyesuaian harga perlu dilakukan karena beban subsidi telah membebani APBN dan penyalurannya tidak tepat sasaran. Sementara itu, pihak yang kontra berpendapat penyesuaian harga belum perlu dilakukan karena akan membebani biaya hidup masyarakat.
Telah dimuat di Buletin Info Risiko Fiskal Edisi I Tahun 2014
1Kepala Sub Bidang BUMN Piset dan Peneliti Muda pada Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, email: annasiru@gmail.com.
File Terkait:
Potret Kinerja Migas Indonesia (539 KB)
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.