Penulis: Pusat Kebijakan Ekonomi Makro
Karet dan produk dari karet merupakan salah satu produk unggulan penghasil devisa negara. Saat ini Indonesia merupakan produsen karet alam terbesar bersaing dengan Thailand. Di satu sisi, ekspor komoditas unggulan tersebut telah menyumbang devisa bagi negeri ini, termasuk penyerapan tenaga kerja dan membantu pelestarian lingkungan alam. Dari data BPS (2011), tercatat bahwa sampai dengan tahun 2010 total ekspor produk yang mepunyai Harmonize System (HS) 40 ini sebesar USD 9,373 milyar atau mempunyai kontribusi sebesar 5,94 persen dari total ekspor nasional. Dengan demikian besarnya ekspor komoditas tersebut hampir tiga kali lipat bila dibandingkan tahun 2001 yang hanya sebesar 2,19 persen dengan nilai USD 1,2 milyar. Demikian juga bila dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya sebesar 4,22 persen atau sebesar USD 4,9 milyar.
Diperkirakan sebesar 81,56 persen dari karet alam yang diekspor ke berbagai negara masih dalam bentuk bahan baku yang belum diolah lebih lanjut. Padahal, jika komoditas tersebut diolah terlebih dahulu, akan memberikan dampak ganda bagi perekonomian negeri ini berupa peningkatan nilai tambah produk itu sendiri. Dampak lainnya akan terjadi penyerapan tenaga kerja dengan adanya pengolahan bahan baku karet alam tersebut menjadi produk yang berasal dari karet. Dengan demikian semakin tinggi peningkatan daya saing karet dan produk dari karet.
Untuk meningkatkan daya saing industri nasional selama periode jangka menengah antara tahun 2010-2014, Pemerintah mempunyai lima fokus kebijakan, yaitu antara lain : (1) Mendorong penyebaran industri manufaktur ke seluruh wilayah Indonesia, terutama ke wilayah yang industrinya belum tumbuh secara optimal, namun wilayah tersebut memiliki sumber daya yang melimpah; (2) Meningkatkan kompetensi inti industri daerah dengan mendorong dihasilkannya produk-produk yang bernilai tambah tinggi; (3) Memperdalam struktur industri nasional dengan mendorong tumbuhnya industri pionir dalam rangka melengkapi pohon industri. Selama ini industri hilir di dalam negeri belum tumbuh secara maksimal seperti industri hilir karet, crude palm oil (CPO) dan kakao; (4) Mendorong tumbuhnya industri komponen dan industri pendukung di dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan bahan baku dan komponen impor seperti pada industri elektronika, otomotif dan permesinan; dan (5) Meningkatkan daya saing industri prioritas yang sesuai dengan amanat Perpres No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional.
Selain itu yang tidak kalah penting, perlu ada kemauan dari pemerintah untuk mendorong pengembangan industri pengolahan dalam negeri dengan berbagai instrumen insentif dan disinsentif fiskal yang disediakan pemerintah. Demikian juga dengan pelaku usaha terutama eksportir agar tidak hanya mencari keuntungan semata tetapi juga selalu berorientasi ekspor bukan dalam bentuk bahan baku.
File Terkait:
Analisis Daya Saing Karet Dan Produk Dari Karet Indonesia Terhadap China (503 Kb) (pdf)
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.