Penulis: Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Dana bergulir dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2013 merupakan dana yang dipinjamkan untuk dikelola dan digulirkan kepada masyarakat oleh pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran yang bertujuan meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya.
Dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2013 terdapat 5 BLU yang mendapatkan alokasi dana bergulir oleh pemerintah yaitu BLU Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (P3H), BLU Pusat Pembiayaan Perumahan (PPP), BLU Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) KUMKM dan Geothermal.
Perkembangan dana bergulir tahun 2010-2014 dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Sumber : Kementerian Keuangan (diolah)
Grafik Perkembangan Dana Bergulir Tahun 2010-2014 (triliun rupiah)
Dana bergulir yang dikelola oleh BLU PPP (Kemenpera) digunakan untuk Pembiayaan KPR melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan. Dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No.13 Tahun 2011 Tentang Rencana Strategis Kementerian Perumahan Rakyat Tahun 2010-2014, untuk Program Pengembangan Pembiayaan Perumahan dan Pemukiman diketahui bahwa sasaran pembiayaan perumahan sampai dengan tahun 2014 sebanyak 1.350.000 rumah.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BLU Pusat Pembiayaan Perumahan diketahui bahwa sejak bulan Oktober 2010 s.d 31 Desember 2013 realisasi subsidi perumahan berjumlah 374.211 rumah. Dari data realisasi tersebut diketahui bahwa sampai dengan 31 Desember 2013 hanya tercapai 28% unit rumah dari target RPJM Nasional 2010-2014.
Dari kondisi makro diketahui bahwa prospek properti di Indonesia akan semakin cemerlang, dimana pertumbuhan sektor konstruksi dari tahun 2012-2014 nilainya di atas pertumbuhan PDB. Kepala Pusat Kajian Kebijakan Perumahan Rakyat (Pusperkim) Universitas Gadjah Mada Budi Prayitno, dalam Acara Outlook Perumahan Rakyat Di Tahun Politik 2014, di Jakarta, Kamis (16/1/2014) mengatakan kekurangan rumah (backlog) pada tahun 2014 sekitar 15 juta. Rata-rata permintaan residensial setiap tahun mencapai 700 hingga 800 ribu unit tiap tahunnya. Sedang pemerintah hanya mampu membangun tidak lebih dari 300 ribu rumah.
Ketepatan sasaran dari program FLPP dapat dilihat dari perbandingan potensi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan ketersediaan pasokan rumah program FLPP. Perbandingan antara potensi MBR dan pasokan rumah program FLPP Tahun 2012 dapat kita lihat pada grafik berikut ini
Sumber : BPS, Kemenpera
Grafik Potensi dan Ketersediaan Pembiayaan Perumahan Tahun 2012
Pendekatan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah penduduk miskin, diasumsikan bahwa jumlah MBR hampir sama atau bahkan melebihi jumlah penduduk miskin. Dapat kita ketahui bahwa tidak terdapat pola ketersediaan pasokan rumah program FLPP yang sama untuk setiap provinsi. Pada provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan jumlah potensi MBR yang cukup besar, ketersediaan pasokan rumah sangat sedikit. Sementara provinsi Kepulauan Riau, Banten, dan Kalimantan Selatan proporsi ketersediaan pasokan rumah melebihi provinsi yang lain.
Ketidak sesuaian ini disebabkan tidak adanya pemetaan kebutuhan yang dilakukan oleh BLU PPP. Penyaluran kredit FLPP per provinsi ditentukan oleh kantor pusat bank pelaksana, berdasarkan kemampuan kantor cabang bank pelaksana dalam menyalurkan kredit. Untuk itu BLU PPP perlu memperkuat akurasi pemetaan kebutuhan perumahan dimasing-masing daerah agar selaras antara potensi MBR dengan ketersediaan pasokan rumah program FLPP.
Perhitungan perkiraan realisasi unit rumah s.d tahun 2015 dilakukan dalam 2 simulasi dengan asumsi tersendiri untuk setiap simulasi, dengan hasil sebagai berikut :
Kinerja realisasi unit rumah tahun 2014 dan 2015 adalah merupakan realisasi unit rata-rata tahun 2011 s.d 2013 sebanyak 92.364 unit rumah. Perkiraan realisasi unit rumah s.d tahun 2015 adalah 469.778 unit rumah. Jika dibandingkan dengan target RPJMN tahun 2010-2014, perkiraan realisasi ini hanya sebesar 35%.
Kinerja realisasi unit rumah tahun 2014 dan 2015 adalah merupakan kinerja terbaik realisasi unit rumah pada tahun 2011 sebesar 109.592 unit rumah. Perkiraan realisasi unit rumah s.d tahun 2015 adalah 504.234 unit rumah. Jika dibandingkan dengan target RPJMN tahun 2010-2014, perkiraan realisasi ini hanya sebesar 37%.
Temuan pada saat survey adalah sosialisasi selama ini kurang efektif, BLU PPP sebaiknya melakukan sosialisasi melalui spanduk di jalan, pasar atau depan pabrik, agar informasi lebih menyentuh MBR.
Proses verifikasi ketepatan sasaran MBR selama ini dilakukan oleh bank pelaksana menurut pasal 8 Permenpera No.28 tahun 2012, Kemenpera hanya melakukan post audit atas pelaksanaan Kredit. Kemenpera sebaiknya ikut melakukan verifikasi ketepatan sasaran dalam proses pengajuan FLPP.
Lebih lanjut direkomendasikan untuk ketepatan sasaran penerima pembiayaan perumahan sebaiknya perlu dikaji ulang kebijakan atas status MBR yang mendapatkan subsidi, apakah merupakan keluarga atau individu. Selain itu Kemenpera juga perlu mengkaji ulang besarnya penghasilan MBR dengan penghasilan tetap (gaji/upah pokok) maupun tidak tetap paling banyak Rp3.500.000 per bulan, karena orang dengan jumlah gaji pokok tersebut setara dengan:
MBR yang berasal dari sektor informal masih banyak yang belum mendapatkan akses kredit FLPP. Bank cenderung memilih nasabah dari pekerja formal, untuk menjaga nilai NPL<5% (Bank sehat). Oleh karena itu nasabah dari sektor informal perlu diformalkan statusnya melalui asosiasi/paguyuban, untuk meningkatkan akses sektor informal dalam memperoleh FLPP (studi kasus : Banjarmasin). Peningkatan akses sektor informal juga dapat dibantu pemda setempat, dengan memberikan jaminan (studi kasus : Sumatera Selatan).
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.