Penulis: Mahpud Sujai, Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam beberapa tahun belakangan ini menimbulkan dampak positif yang cukup besar terutama dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan penciptaan lapangan kerja. Perkembangan pembangunan secara tidak langsung merubah struktur ekonomi Indonesia menjadi lebih kearah ekonomi industri terutama manufaktur dan sektor jasa. Sebagai akibat perubahan struktur ekonomi tersebut, maka secara langsung berdampak terhadap sektor lain terutama sektor pertanian.
Sektor industri dan jasa yang berkembangan pesat tentu saja diikuti oleh kebutuhan akan lahan untuk sektor tersebut baik yang berhubungan langsung maupun yang menjadi ikutannya. Karena lahan yang sudah ada terutama di daerah kawasan industri sebagian besar adalah lahan pertanian, maka sebagai akibatnya terjadi banyak alih fungsi lahan dari sektor pertanian ke sektor lain terutama sektor industri, perumahan, perdagangan dan jasa.
Alih fungsi lahan tersebut secara langsung mengurangi luas lahan sektor pertanian yang dapat ditanami berbagai komoditas pertanian terutama padi. Apabila hal ini terus dibiarkan dan tidak ada penanganan lebih lanjut, maka dampaknya akan mengancam ketahanan pangan nasional yang sangat berbahaya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tercatat bahwa alih fungsi lahan pertanian untuk kepentingan lainnya selama 2002-2010 mencapai rata-rata 56.000-60.000 ha per tahun.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat yang diikuti perubahan sosial kultural masyarakat petani menyebabkan proses alih fungsi lahan pertanian menjadi isu penting dalam perkembangan pertanian saat ini. Isu konversi ini tentu saja merupakan keadaan yang harus diwaspadai, karena konversi lahan pertanian berarti berkurangnya luas areal pertanian, yang berarti pula produksi pertanian akan menurun.
Konversi lahan yang terjadi saat ini, tentu saja harus diantisipasi dengan baik untuk meminimalisir dampak terhadap produksi pertanian pada khususnya dan sektor pertanian pada umumnya. Karena itu,maka tulisan ini akan membahas mengenai konversi lahan beserta sejumlah permasalahannya dan dampak apa yang ditimbulkan akibat proses konversi lahan pertanian.
Terkait dengan alih fungsi lahan sektor pertanian menjadi penggunaan untuk sektor lain terutama industri, perumahan, perdagangan dan jasa, Pemerintah dapat mengambil peran yang sangat penting dalam upaya memperkecil dampak negatif yang ditimbulkan sebagai akibat dari proses konversi lahan terutama dalam mengantisipasi penurunan produksi hasil pertanian dalam hal ini produksi padi. Antisipasi kebijakan yang diambil terutama berkaitan dengan penggantian lahan sawah yang terkonversi, sehingga luas lahan sawah tidak mengalami penurunan tajam, atau bahkan lebih meningkat. Antisipasi kebijakan lain yaitu mempertahankan bahkan meningkatkan produksi padi melalui peningkatan produktifitas panen.
Sehubungan dengan upaya pemerintah dalam meminimalisir dampak konversi lahan pertanian terhadap produksi pertanian terutama padi, terdapat berbagai permasalahan yang terjadi antara lain: (i) Mengapa konversi lahan sangat cepat terjadi terutama di wilayah dekat pusat pertumbuhan (ii) Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab petani mengkonversikan lahannya menjadi penggunaan di sektor non pertanian (iii) Bagaimana dampak konversi lahan terhadap produksi pertanian dalam hal ini padi dan seberapa besar dampak ekonomisnya, dan (iv) Langkah kebijakan apa yang harus diambil pemerintah untuk mengantisipasi terjadinya konversi lahan sektor pertanian di Indonesia.
Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, maka tulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan dan rekomendasi dalam menjawab berbagai permasalahan tersebut. Sehingga tulisan ini memiliki tujuan antara lain (i) Untuk mengetahui penyebab terjadinya konversi lahan dengan sangat cepat terutama di wilayah dekat pusat pertumbuhan terutama wilayah perkotaan (ii) Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konversi lahan pertanian menjadi non pertanian (iii) Untuk mengetahui dampak ekonomis konversi lahan terhadap produksi pertanian dan (iv) Merumuskan alternatif kebijakan yang bisa diambil pemerintah dalam mengantisipasi terjadinya konversi lahan di sektor pertanian.
Kajian ini menggunakan metode analisis deskriptif (descriptive analysis). Tujuan dari metode analisis deskriptif adalah untuk membuat suatu penelaahan yang sistematis terhadap suatu isu dan fakta dengan cara melakukan analisis data dan fakta serta memformulasikan hipotesis dan kesimpulan tentang suatu objek penelitian. Metodologi penelitian dalam tulisan ini dilakukan dengan menelaah kajian literatur terhadap buku-buku, jurnal dan artikel baik yang berhubungan dengan konversi lahan pertanian dan produksi sektor pertanian terutama padi. Dalam penulisan ini, data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari Kementerian Pertanian, Badan Pertanahan Nasional dan Badan Pusat Statistik. Selain itu dilakukan juga penghitungan mengenai dampak ekonomis yang hilang dari produksi pertanian akibat terjadinya konversi lahan di beberapa wilayah yang terjadi konversi lahan dengan cepat.
Berdasarkan hasil kajian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa (i) Konversi lahan hanya terjadi di beberapa wilayah saja, terutama di daerah-daerah yang dekat dengan lokasi pertumbuhan seperti Jabotabek (Kabupaten Bogor dan Bekasi), (ii) Meskipun terjadi konversi lahan sawah di beberapa wilayah, namun secara total luas lahan sawah di Indonesia tidak mengalami penurunan karena luas wilayah yang terkonversi tertutup oleh pencetakan lahan sawah baru di beberapa wilayah lain. Luas lahan sawah meningkat dari sekitar 6,1 juta hektar pada tahun 2008 menjadi 6,9 juta hektar pada tahun 2013, (iii) Produktifitas pertanian semakin meningkat, meskipun tipis. Secara umum, produktifitas sawah di pulau Jawa masih lebih tinggi dibanding luar jawa. Secara total, produksi padi di Indonesia meningkat dari sekitar 60 juta ton pada tahun 2008 menjadi 71 juta ton pada tahun 2013.
Sementara itu, kajian ini merekomendasikan beberapa hal antara lain: (i) Dalam merancang suatu kawasan, pusat pertumbuhan ekonomi diharapkan tidak mendekati areal pertanian lahan basah, karena secara otomatis akan terjadi konversi lahan pertanian menjadi non pertanian, (ii) Luas lahan yang terkonversi sebaiknya diganti dengan lahan pertanian minimal sama atau lebih luas dibanding lahan terkonversi, (iii) Diberikan insentif atau diinsentif baik hukum maupun ekonomis bagi para petani agar berkurang minat untuk mengkonversi lahannya dan (iv) Perlu studi lanjutan untuk pengganti lahan terkonversi melalui pembukaan lahan sawah baru.
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.