Penulis: Muhammad Afdi Nizar, Peneliti Pusat Kebijakan Ekonomi Makro
PENDAHULUAN
Mekanisme transfer sumber daya (resources) dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang memiliki berbagai bentuk dan derivasi. Salah satu mekanisme yang cukup penting dan belakangan mendapat perhatian cukup besar adalah transfer devisa tenaga kerja yang bekerja di luar negeri ke Negara asalnya, yang lebih dikenal dengan remitansi (workers’ remittances).
Jumlah remitansi yang masuk ke negara-negara berkembang setiap tahun terus menunjukkan peningkatan. Bila dalam tahun 1997 remitansi yang ditransfer ke negaranegara berkembang baru mencapai US$71 miliar, dalam tahun 2007 meningkat menjadi US$278 miliar dan kemudian meningkat lagi hamper satu setengah kali menjadi US$389 miliar dalam tahun 2012. Dalam tahun 2013, remitansi yang masuk ke negara-negara berkembang diperkirakan meningkat sekitar 6,4% dibandingkan tahun 2012 menjadi US$414 miliar(1).
Di banyak negara berkembang, karena alirannya yang cukup substansial, remitansi telah menjadi sumber devisa alternatif yang digunakan sebagai sumber pembiayaan eksternal, disamping pinjaman pemerintah dan investasi swasta(2). India misalnya, sebagai negara penerima remitansi terbesar di dunia, dalam tahun 2013 menerima remitansi sebesar USD71 miliar. Jumlah ini melampaui jumlah arus modal dalam bentuk pinjaman pemerintah (official capital flows) dan swasta (private capital flows). Selain sebagai sumber pembiayaan, aliran masuk remitansi juga berpengaruh signifikan dalam menurunkan tingkat kemiskinan melalui peningkatan pendapatan dan standar hidup keluarga penerima(3) serta mempengaruhi pertumbuhan ekonomi bagi negara penerima(4),(5). Remitansi juga menjadi sumber penerimaan devisa (foreign exchange earnings) yang penting bagi banyak negara, sehingga turut mempengaruhi posisi neraca pembayaran (balance of payments) negara penerimanya(6). Dalam konteks peranan terhadap neraca pembayaran inilah pengaruh aliran masuk remitansi terhadap nilai tukar mata uang negara penerima biasanya dilihat.
Sebagai salah satu negara yang banyak mengirim tenaga kerja ke luar negeri, Indonesia juga menikmati aliran masuk remitansi. Setiap tahun jumlah remitansi yang masuk terus bertambah. Dalam tahun 1990 jumlah aliran masuk remitansi baru mencapai US$418 juta dan kemudian meningkat empat kali lipat menjadi US$1,7 miliar dalam tahun 2004. Dalam tahun 2013 jumlah aliran remitansi yang masuk diperkirakan mencapai 7,4 miliar(7). Aliran masuk remitansi ini, sebagaimana tercatat dalam neraca transaksi berjalan (current accounts) neraca pembayaran Indonesia, pada gilirannya akan menambah cadangan devisa. Dengan bertambahnya cadangan devisa, berarti pasokan terhadap valuta asing (foreign exchange) juga bertambah dan pada gilirannya akan mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, termasuk terhadap US dolar. Berdasarkan fakta aliran masuk remitansi yang meningkat tersebut menarik untuk dikaji lebih lanjut, dengan mencoba mengelaborasi bagaimana pengaruh aliran masuk remitansi terhadap nilai tukar Rupiah terhadap US dolar.
File Terkait:
Pengaruh Remitansi terhadap Nilai Tukar (245 KB)
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.