Penulis: Chairuddin Syah Nasution, Peneliti Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral
Latar Belakang
Kumpulan kebijakan keuangan inklusif Pemerintah negara-negara G20 ini dirangkum oleh penulis dengan tujuan untuk mengidentifikasi berbagai kebijakan seperti apa yang telah ditempuh berbagai negara dalam upaya memperluas akses keuangan terutama bagi masyarakat miskin yang terpinggirkan (disadvantage society), dan selanjutnya melihat berbagai perbedaan kebijakan yang ditempuh negara-negara yang sudah lebih maju tingkat kesejahteraan sosial ekonominya (welfare state) dibandingkan dengan negara-negara yang sedang berkembang (developing countries), serta mengevaluasi kesamaan kebijakan keuangan inklusif di antara negara yang sedang berkembang.
Dari pengamatan penulis, berbagai langkah kebijakan negara-negara anggota G20 dalam penanggulangan kemiskinan, sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan keuangan, sosial, budaya, teknologi, geografi serta kondisi politik di masing-masing negara anggota. Apabila kita melihat beberapa indikator keuangan inklusif antara negara-negara maju dan berkembang diketahui bahwa kepemilikan rekening di negara-negara maju seperti Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara OECD saat ini rata-rata berada di atas 50 persen terhadap jumlah penduduknya dan berbanding terbalik dengan negara-negara berkembang seperti Afrika, Amerika Latin, dan Asia Timur yang berkisar rata-rata 30 persen. Lebih jauh, besarnya persentase kepemilkan rekening di negara-negara maju berbanding lurus dengan tingkat pendapatan per kapita yang rata-rata di atas US$20.000. Semakin tinggi GDP per kapita, semakin tinggi pula persentase kepemilikan rekening di lembaga keuangan formal. Sebaliknya, semakin rendah GDP per kapita di negara-negara berkembang maka persentase kepemilikan rekening semakin rendah (Investor Daily, 2012).
File Terkait:
Financial Inclusion - Chairuddin S Nasution (283 KB)
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.