Penulis: Pusat Kebijakan Ekonomi Makro
Kerjasama ekonomi antar negara-negara anggota ASEAN telah dimulai sejak disahkannya Deklarasi Bangkok tahun 1967. Tujuan kerjasama ini adalah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan budaya. Dalam dinamika perkembangannya, kerjasama ekonomi ASEAN diarahkan pada pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) yang pelaksanaannya berjalan relatif lebih cepat dibandingkan dengan kerjasama di bidang politik-keamanan dan sosial budaya.
Setelah krisis ekonomi yang melanda khususnya kawasan Asia Tenggara, para Kepala Negara ASEAN pada KTT ASEAN ke-9 di Bali, Indonesia tahun 2003, menyepakati pembentukan komunitas ASEAN (ASEAN Community) dalam bidang Keamanan Politik (ASEAN Political-Security Community), Ekonomi (ASEAN Economic Community), dan Sosial Budaya (ASEAN Socio-CultureCommunity), yang kemudian dikenal dengan Bali Concord II. Untuk pembentukan ASEAN Economic Community pada tahun 2015, ASEAN telah menyepakati akan diarahkan pada integrasi ekonomi kawasan yang implementasinya mengacu pada cetak biru (blueprint) AEC. AEC Blueprint ini memuat empat pilar utama yaitu: (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerce; (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara- negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam); dan (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global (ASEAN, 2007a dan ASEAN, 2013).
Dalam cetak biru tersebut juga ditetapkan bahwa ada 12 sektor prioritas yang akan diintegrasikan. Tujuh diantaranya adalah sektor barang, yaitu industri agro, perikanan, industri berbasis karet, industri tekstil dan produk tekstil, industri kayu dan produk kayu, peralatan elektronik, dan otomotif. Sementara sisanya adalah lima sektor jasa, yakni transportasi udara, pelayanan kesehatan, pariwisata, logistik, serta industri teknologi informasi atau e-ASEAN. Dengan terintegrasinya sektor-sektor tersebut tentunya akan membawa implikasi terutama terhadap pergerakan barang dan jasa antar negara ASEAN yang semakin bebas. Di samping itu, integrasi tersebut juga diperkirakan akan mempengaruhi pergerakan faktor-faktor produksi, khususnya tenaga kerja antar sesama negara anggota.
1Dalam kondisi demikian, masalah daya saing masing-masing negara menjadi salah satu besaran penting yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian mengenai dampak MEA terhadap daya saing Indonesia secara umum dan daya saing sektor industri manufaktur secara khusus. Selain itu, juga perlu dikaji tentang masalah ketenagakerjaan, terutama pada sektor industri manufaktur. Yang tidak kalah pentingnya untuk dikaji adalah terkait dengan kendala-kendala dan tantangan serta prospek ke depan.
File Terkait:
Kajian Dampak ASEAN (1.7 MB)
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.