Penulis: Hadi Setiawan, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara
Besarnya subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang harus ditanggung APBN belakangan ini semakin membuat APBN menjadi tidak begitu leluasa (fiscal space menjadi sangat sempit). Pada tahun 2013, besaran subsidi BBM sudah mencapai Rp200 triliun atau sekitar 13 persen dari jumlah penerimaan APBN. Setelah kenaikan harga BBM pada medio 2013, ternyata jumlah subsidi yang dianggarkan dalam tahun 2014 juga tidak berubah banyak. Apalagi jika jumlah tersebut ditambah dengan jumlah subsidi listrik, maka angkanya menjadi semakin fantastis, pada tahun 2013 sebesar Rp300 triliun dan menjadi Rp282 triliun pada tahun 2014. Bayangkan jika jumlah tersebut dialihkan untuk pembangunan infrastruktur atau untuk pengetasan kemiskinan atau untk penciptaan lapangan kerja, dan sebagainya. Seandainya 25 persen dari jumlah subsidi energi tersebut dialihkan untuk pembangunan infrastruktur maka tol trans sumatera dapat langsung dibangun dengan pengalihan subsidi 2-4 tahun. Kemudian untuk tahun-tahun berikutnya dapat dibangun tol trans Jawa, tahun berikutnya lagi pembangunan beberapa pelabuhan dan bandara, dan seterusnya. Bayangkan multiflier effect yang terjadi sebagai akibat pembangunan infrastruktur ini. Berapa banyak pengangguran yang akan terserap, berapa besar pertumbuhan ekonomi yang dapat meningkat, berapa besar investasi yang akan ke Indonesia, dan sebagainya. Kemudian jika 25 persen lagi dialihkan untuk pengetasan kemiskinan maka jumlah penduduk miskin diprediksi akan jauh lebih cepat berkurang dan mungkin saja dalam beberapa tahun ke depan penduduk miskin sudah dapat hilang dari bumi Indonesia.
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.