Penulis: Singgih Riphat, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara
Sebagai negara penghasil minyak mentah, Indonesia lebih dari satu dekade mengalami dilema. Disatu pihak harga miyak dunia memberi berkah karena penerimaan devisa, dilain pihak pemerintah harus secara terus menerus menyediakan belanja yang cukup besar untuk membiayai subsidi BBM. Sebagai gambaran, dalam 10 tahun terakhir ini, belanja subsidi BBM mencapai rata-rata lebih dari 10% belanja negara, bahkan mencapai 13,5 % dalam tahun 2014. Celakanya, alokasi belanja subsidi dinikmati lebih banyak oleh kelompok masyarakat ekonomi kuat. Karenanya, pemerintah perlu memikirkan pembatasan terhadap subsidi, khususnya subsidi BBM.
Bila pembatasan subsidi BBM jadi dilaksanakan sebaiknya pemerintah ”menyalurkan” atau mengkompensasi penghematan yang ada bagi kelompok masyarakat ekonomi lemah, melakukan investasi yang dapat memberikan nilai tambah jangka panjang, dan menambah anggaran prioritas. Selanjutnya, penurunan harga minyak dunia disepanjang 2014 yang cenderung turun seharusnya dapat digunakan pemerintah untuk menekan belanja subsidi : salah satu caranya adalah menetapkan formula dimana harga BBM dapat berfluktuasi sesuai dengan harga minyak dunia.
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.