Analisis Kemampuan Pendanaan Pemerintah Dalam Rangka Mengembangkan Sektor Ketenagalistrikan Tahun 2010-2014
Penulis: Pusat Kebijakan APBN
Dalam rangka mengembangkan rasio ketenagalistrikan nasional, apabila dalam tahun 2009 sebesar 64,8 persen meliputi jumlah pelanggan sebesar 41,0 juta, diharapkan dalam tahun 2014 dapat mencapai target sebesar 80,3 persen. Oleh karena itu, besarnya pendanaan/investasi yang diperlukan sampai dengan tahun 2014 mencapai sekitar Rp506 triliun. Jumlah tersebut diharapkan dapat dipenuhi oleh PT. PLN (Persero) dengan sharing Pemerintah sebesar Rp322 triliun, dan dari IPP/PPP Rp184 triliun.
Mengingat kemampuan pendanaan Pemerintah Pusat melalui APBN, maupun PT. PLN (Persero) dalam rangka mengembangkan sektor ketenagalistrikan nasional sangat terbatas, sehingga peran dari berbagai pihak diharapkan dapat membantu mengatasi masalah pendanaan ketenagalistrikan nasional tersebut.
Agar dapat memenuhi pasokan listrik nasional dalam tahun 2010-2014, perlu dilaksanakan beberapa program ketenagalistrikan sebagai berikut :
1) Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana serta prasarana ketenagalistrikan ramah lingkungan dengan memprioritaskan pembangunan pembangkit, jaringan transmisi, gardu induk, jaringan distribusi, dan gardu distribusi ; serta
2) Pembangunan listrik perdesaan dengan memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) dalam sasaran pembangunan infrastruktur minimal 14 persen dari kebutuhan nasional.
Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan ketenagalistrikan di luar listrik perdesaan sampai dengan tahun 2014 diperkirakan membutuhkan biaya sebesar Rp442,700 triliun, yaitu mencakup investasi pembangkit sekitar Rp348,282 triliun, investasi transmisi sekitar Rp41,377 triliun, dan investasi gardu induk sekitar Rp52,841 triliun, sehingga setiap tahunnya akan dibangun sekitar 6.318,4 MW untuk mencapai kapasitas pembangkit listrik, 5.555,8 Kms, dengan tambahan rata-rata panjang jaringan distribusi sekitar 175.204 Kms.
Sementara itu, untuk memperbaiki kondisi keuangan PT. PLN (Persero) dalam tahun 2009 dan tahun 2010, Pemerintah telah memberikan kebijakan margin keuntungan sebesar 5 persen, sehingga diharapkan akan terselamatkan dari kondisi technical default.
Selanjutnya untuk menghitung kemampuan Pemerintah dalam memberikan subsidi sektor ketenagalistrikan jangka menengah dapat diestimasikan dengan menggunakan metode estimasi Moving Average dalam tahun 2011-2015, hasilnya berkisar antara Rp32,3 triliun hingga Rp90,4 triliun. Ketika kondisi makro ekonomi besarnya nilai ICP dan nilai tukar rupiah relatif terkendali maka kemampuan Pemerintah untuk mengalokasikan subsidi listrik adalah sebesar Rp32,3 triliun. Jika kondisi yang terjadi adalah sebaliknya, variabel ICP dan nilai tukar rupiah bergejolak secara fluktuatif, maka Pemerintah harus mengalokasikan subsidi listrik sekitar Rp90,4 triliun.
Meningkatnya kebutuhan investasi PT. PLN (Persero) tampaknya sulit untuk dapat dipenuhi seluruhnya oleh Pemerintah. Dengan menggunakan metode estimasi Moving Average dalam tahun 2011-2015 kemampuan pendanaan Pemerintah di sektor “listrik perdesaan� hanya berkisar antara Rp3,3 triliun sebagai batas bawah, dan sebesar Rp10,4 triliun sebagai batas atas, dengan kecenderungan kemampuan pendanaan Pemerintah Rp6,8 triliun pada kondisi perekonomian normal. Melihat ketimpangan perbandingan antara kebutuhan pendanaan PT. PLN (Persero) dan kemampuan pendanaan Pemerintah, sekiranya peran dan dukungan sektor swasta, serta Pemerintah Daerah sangat diperlukan untuk menjamin suksesnya pelayanan listrik di Indonesia. Tanpa itu semua PT. PLN (Persero) akan menghadapi kendala dalam menyelenggarakan jasa ketenagalistrikan di Indonesia.
Dalam kondisi demikian, maka perlu direkomendasikan bahwa penggunaan alternatif sumber pendanaan dalam rangka mengembangkan sektor ketenagalistrikan lainnya, dapat dilaksanakan melalui :
1. Peran Pemerintah Daerah, dengan :
(i) menyediakan tenaga listrik untuk kelompok masyarakat tidak mampu;
(ii) membangun sarana penyediaan tenaga listrik di daerah yang belum berkembang;
(iii) membangun tenaga listrik di daerah terpencil dan perbatasan, dan
(iv) membangun listrik di daerah perdesaan.
2. Peluang investasi Pemerintah Daerah dan swasta, yaitu dengan mendorong pihak swasta melakukan investasi dan menyempurnakan kebijakan sektor ketenagalistrikan, serta melakukan restrukturisasi untuk meningkatkan kemampuan PT. PLN (Persero) dalam membiayai sendiri proyek-proyeknya.
3. Alternatif pendanaan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), yaitu dalam menyediakan investasi listrik di daerah dapat memasukkan variabel ketenagalistrikan menjadi salah satu kegiatan yang dapat dibiayai dengan menggunakan DAK.
4. Alternatif lainnya, yaitu seperti program 10 ribu MW tahap II, di mana 40 persen di antaranya akan menggunakan panas bumi (geothermal).
Apabila pengembangan ketenagalistrikan sepenuhnya ditanggung oleh Pemerintah, berbagai alternatif pendanaan yang dapat digunakan adalah : (i) pajak dan pendapatan negara lainnya (termasuk penerbitan surat utang), (ii) pinjaman langsung dari kreditor, (iii) user charge, (iv) hibah dan pinjaman, (v) penerbitan surat hutang dengan penjaminan badan multilateral.
Selanjutnya apabila pengembangan sektor keteganalistrikan sepenuhnya akan diserahkan pada sektor swasta, maka antara lain dapat ditempuh melalui : (i) strategic investor, (ii) institutional financial investor, (iii) private investor, dan (iv) pembiayaan melalui perbankan dan pasar modal (IPO dan obligasi).
File Terkait:
Versi pdf