Penulis: Pusat Kebijakan Sektor Keuangan
Sejarah program dana tunai di Indonesia dimulai Tahun 2005 sebagai respon Pemerintah atas kenaikan harga minyak dunia. Kala itu Pemerintah meluncurkan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin sebagai kompensasi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak dalam negeri. Program tersebut kemudian dilanjutkan pada Tahun 2009 dan 2013 (dengan perubahan nama menjadi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat/BLSM), dan terakhir pada Tahun 2014 dengan perubahan nama menjadi Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS). PSKS dilaksanakan secara terintegrasi dengan perbaikan pada sebagian mekanisme penyalurannya, yaitu dengan menggunakan layanan keuangan digital (LKD).
Meski implementasi LKD pada PSKS masih sebagai pilot project yang dicoba dilaksanakan pada satu juta rumah tangga untuk 15,5 juta rumah tangga sasaran yang ada. Namun hal ini merupakan satu inovasi baru dalam pengembangan keuangan inklusif. Melalui program ini diharapkan dapat mengurangi berbagai kendala yang menjadikan masyarakat unbanked, baik dari sisi supply (penyedia jasa) maupun demand (masyarakat), berkenaan price barrier (mahal), information barrier (tidak mengetahui), design produk barrier (produk yang cocok) dan channel barrier (sarana yang sesuai) (Honohan, 2004). Mengingat pilot project ini akan menjadi tolak ukur pengembangan program tersebut pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) lainnya, maka diperlukan umpan balik atas implementasi program tersebut. Kajian ini dilaksanakan dalam rangka mengukur efektifitas penyaluran dana bantuan sosial PSKS yang menggunakan LKD tersebut dalam rangka meningkatkan keuangan inklusif di Indonesia.
Bantuan Sosial yang akan dibahas dibatasi pada jenis bantuan sosial PSKS yang menggunakan LKD sebagai media penyalurannya. Tidak semua daerah yang dijadikan pilot project penyaluran dana PSKS melalui LKD akan diambil dan dijadikan sampel. Sampel hanya diambil dari empat kabupaten/kota dengan mempertimbangkan komposisi jumlah penerima dana PSKS maupun pertimbangan keterwakilan daerah jawa atau luar jawa.
Kajian ini menggunakan metode Importance Performance Analysis terbagi dalam dua pembahasan. Pertama, analisis terhadap tingkat kepuasan RTS atas implementasi PSKS melalui LKD. Kedua, analisis yang menggambarkan peta kepuasan pelanggan dalam masing-masing kuadran yang terdapat pada diagram kartesius.
Dari analisis yang dilakukan, secara umum, program penyaluran dana PSKS di beberapa daerah proyek percontohan telah dilaksanakan cukup efektif. Beberapa atribut yang dipersepsikan masyarakat miskin sebagai sesuatu yang penting dan telah dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah adalah (1) pendataan terlebih dahulu calon penerima dana PSKS; (2) penyerahan kartu identitas PSKS; (3) kesesuaian besaran dana yang diterima dengan yang ditetapkan pemerintah; dan (4) tidak ada tambahan biaya dalam pencairan dana PSKS.
Selain itu, program LKD bertujuan meningkatkan keuangan inklusif bagi masyarakat miskin, salah satu cara diantaranya melalui pemberian bantuan sosial PSKS dalam rekening yang tersimpan dalam simcard telepon seluler. Namun demikian, simcard tersebut belum digunakan secara baik oleh peserta PSKS, karena pada umumnya para peserta PSKS sudah memiliki simcard untuk keperluan aktifitas komunikasi. Hal ini menyebabkan simcard yang dibagikan oleh pemerintah menjadi tidak berfungsi. Disisi lain, sejumlah simcard dari provider tertentu memiliki signal yang kurang baik.
Pengetahuan peserta mengenai LKD yang terbatas juga menentukan tingkat penggunaan transaksi digital. Para peserta PSKS yang telah memiliki simcard belum menggunakan transaksi digital secara optimal. Hal ini disebabkan pengetahuan peserta PSKS yang terbatas dan kurangnya desiminasi oleh PT. Pos Indonesia (Persero) dan PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero) sebagai penyalur dana PSKS.
Penyaluran dana PSKS dengan cara pemberian dana yang tersimpan dalam simcard dalam rangka keuangan inklusif juga belum bisa diandalkan. Terbukti seluruh dana dalam rekening digital tersebut diambil seluruhnya oleh peserta tanpa menyisakan dana untuk ditabung. Hal ini disebabkan peserta PSKS yang menerima dana tersebut tidak menyadari bahwa simcard merupakan sebuah tabungan karena tidak dilengkapi dengan buku tabungan.
Berdasarkan simpulan ini, sejumlah rekomendasi perlu disampaikan, yaitu bahwa mekanisme PSKS LKD ini dapat diimplementasikan pada daerah lain yang sudah ditargetkan pemerintah, serta program bantuan sosial lainnya seperti JKN, Jamsostek, JHT dan Tapera. Dalam hal pembenahan yang perlu dilakukan pada program PSKS LKD adalah menyangkut simcard, dimana pemberian simcard baru ditiadakan, cukup menggunakan handphone yang sudah dimiliki peserta PSKS. Bagi peserta yang belum memiliki handphone, penyaluran dana PSKS seyogianya tetap melalui kantor PT. Pos Indonesia (Persero). Selanjutnya peran PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero) sebagai penyalur dana PSKS perlu dievaluasi. Kajian ini juga merekomendasikan agar Bank memberikan buku tabungan dalam rangka menciptakan efek psikologis yang positif pda para penerima bantuan sosial PSKS dengan harapan mereka benar-benar merasa memiliki sebuah tabungan. Selain itu, peserta PSKS perlu diedukasi penggunaan handphone dalam transaksi dana PSKS.
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.