Penulis: Cornelius Tjahjaprijadi, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro
Sebagai salah satu indikator yang sering digunakan untuk mengetahui keberhasilan kegiatan ekonomi, pertumbuhan ekonomi sering dikaitkan dengan faktor energi, dimana energi merupakan salah satu input yang penting dalam proses produksi. Dalam skala mikro maupun makro, kebutuhan akan energi jelas akan mempengaruhi kegiatan ekonomi. Crude oil atau minyak mentah memiliki peranan yang dominan dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Harga dari minyak mentah di pasar internasional akan menjadi salah satu patokan dalam mengukur kinerja perekonomian, yang disebabkan oleh peran pentingnya dalam proses produksi.
Untuk itu Pemerintah memberi perhatian ekstra terhadap setiap perubahan harga minyak mentah internasional, mengingat pentingnya harga minyak mentah internasional terhadap kegiatan ekonomi masyarakat. Di Indonesia harga minyak mentah internasional yang berlaku adalah ICP (Indonesian Crude Oil Price) yang merupakan basis harga minyak mentah yang digunakan dalam perhitungan dan penyusunan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Adapun ICP ini merupakan harga rata-rata minyak mentah Indonesia di pasar internasional. Keadaan yang terjadi di pasar minyak internasional yang mempengaruhi ICP meliputi : (i) faktor fundamental, dimana faktor ini dipengaruhi oleh mekanisme penawaran, seperti produksi, stok, kondisi kilang, fasilitas pipa dan kebijakan produksi serta permintaan, seperti pertumbuhan ekonomi, musim, dan ketersediaan teknologi sumber tenaga alternatif, dan (ii) faktor non fundamental, yang merupakan faktor lain di luar mekanisme penawaran dan permintaan, seperti kekhawatiran pasar akibat gejolak politik, keamanan, dan spekulasi di pasar minyak internasional.
Pertumbuhan ekonomi pada periode 2011 hingga 2014 mengalami tekanan eksternal sebagai dampak krisis global yang memberi pengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Di periode tersebut rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sebesar 5,7 persen. Pada tahun 2011, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,17 persen, yang kemudian diikuti oleh pertumbuhan yang sedikit melambat pada tahun berikutnya, yaitu sebesar 6,03 persen. Di tahun 2013 Indonesia mengalami pertumbuhan yang relatif melemah yaitu sebesar 5,58 persen. Hal ini diakibatkan oleh pelemahan kegiatan ekonomi di beberapa negara yang signifikan dalam perekonomian dunia. Perlambatan pertumbuhan pada tahun tersebut terus berlangsung hingga tahun 2014, dimana pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh sebesar 5,02 persen.
Sementara itu ICP pada tahun 2011 adalah sebesar US$ 111,55 per barel, yang meningkat sedikit di tahun 2012 menjadi sebesar US$ 112,73 per barel. Akan tetapi pelemahan ekonomi pada skala global turut memberi dampak terhadap harga ICP yang di tahun 2013 menurun menjadi US$ 105,85 per barel. Penurunan ICP ini terus berlanjut hingga tahun 2014 yang menjadi sebesar US$ 96,51 per barel. Besarnya ICP dan pertumbuhan ekonomi Indonesia seperti terlihat pada Grafik 1 menunjukkan bahwa terdapat suatu pola pergerakan yang searah, dimana pola pergerakan ICP bergerak paralel dengan pergerakan pertumbuhan ekonomi.
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.