Penulis: Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Pada kondisi sekarang ini biaya logistik di Indonesia, terutma di Pulau Jawa dinilai masih cukup tinggi yang berakibat pada tingginya harga-harga barang sehingga membebani daya beli masyarakat. Seperti diketahui, salah satu faktor yang mempengaruhi biaya logistik adalah kondisi infrastruktur transportasi. Untuk itu, keberadaan infrastruktur yang memadai menjadi cukup penting untuk menurunkan biaya logistik yang harus ditanggung pengusaha atau produsen. Selain itu, ada beberapa persoalan yang masih harus diatasi terkait antara lain kelayakan dan kecukupan infrastruktur untuk mengurangi kemacetan; perbaikan sistem, regulasi dan tata kelola yang dibangun oleh Pemerintah, serta permasalahan lainnya seperti peningkatan polusi udara dan tingginya biaya pemeliharaan dan perawatan infrastruktur.
Di sisi lain, pembangunan infrastruktur tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit serta memerlukan analisis pembiayaan yang memadai. Diperlukan analisis biaya (cost) dan keuntungan serta manfaat (benefit) diperlukan sebagai titik awal perencanaan pembangunan infrastruktur ini. Dengan demikian, dapat dilakukan juga simulasi tentang besarnya penurunan/pengurangan biaya logistik yang timbul atas pembangunan infrastruktur yang baru. Hal penting lainnya adalah perlunya identifikasi mengenai besaran anggaran yang harus disediakan oleh negara (Pemerintah) ataupun pihak swasta dalam upaya membangun infrastruktur baru.
Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi berbagai indikator dan faktor yang tepat sebagai dasar pengukuran cost dan benefit atas infrastruktur transportasi di Pulau Jawa, menyusun suatu analisa cost dan benefit mengenai pembangunan infrastruktur transportasi yang paling ekonomis di Pulau Jawa, serta menyusun rekomendasi kebijakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur transportasi yang paling tepat secara demografi, geografi dan ekonomi. Fokus utama dalam kajian ini adalah kondisi dan keberadaan infrastruktur transportasi yang ada di Pulau Jawa dengan sampel penelitian pada tiga rute yaitu (i) Jakarta-Surabaya; (ii) Jakarta-Semarang; dan (iii) Surabaya-Banyuwangi. Ketiga rute tersebut dianggap dapat merepresentasikan karakteristik sistem logistik di Pulau Jawa karena mengakomodir komplektisitas pada empat jenis moda transportasi.
Pelaksanaan kajian ini diawali dengan mengidentifikasi besaran biaya eksisting terkait dengan distribusi logistik pangan di Pulau Jawa. Identifikasi tersebut dilakukan terhadap tiga jenis moda transportasi yang terbagi menjadi: 1) moda transportasi jalan meliputi keberadaan dan kondisi jalan raya, jalan tol, jembatan, terminal/subterminal dan infrastruktur pendukung lainya; 2) moda transportasi kereta api melipui keberadaan dan kondisi stasiun barang, terminal peti kemas serta pendukung angkutan KA seperti rel, double track, dan tingkat load rel kereta api; dan 3) moda transportasi laut meliputi keberadaan dan kondisi peti kemas, pelabuhan, dan sarana pendukungnya. Selanjutnya, dalam kajian ini juga dilakukan analisa atas kapasitas infrastruktur yang ada serta tingkat penggunannya.
Dari hasil kajian diperoleh bahwa pada saat ini (kondisi eksisting) diketahui bahwa modal share atau persentase pengguna yang menggunakan moda transportasi tertentu masih didominasi pada transportasi jalan. Modal share angkutan barang di Pulau Jawa terbagi atas 99,7% transportasi jalan, 0,2% transportasi laut, dan 0,1% transportasi kereta api. Di sisi lain, modal share angkutan penumpang di Pulau Jawa terbagi atas 93,0% transportasi jalan, 6,6% transportasi kereta api dan 0,1% transportasi laut. Tingginya modal share angkutan barang dan penumpang pada transportasi jalan menunjukkan beban jalan raya di Pulau Jawa berada pada kondisi yang mengkhawatirkan. Perlu adanya kebijakan shifting misalnya dengan meningkatkan kemampuan moda laut dan kereta api melalui penambahan armada kapal laut dan rangkaian kereta api. Sebagai contoh, dengan adanya penambahan 20 kapal laut perhari maka daya angkut logistik transportasi laut diperkirakan akan naik sebesar 2,2%.
Berdasarkan analisis cost dan benefit yang dilakukan pada 11 proyek pembangunan ruas jalan tol di Pulau Jawa, diperoleh hasil berupa nilai benefit dan cost (BC) ratio-nya sebagai berikut: proyek tol Pejagan – Pemalang (58 km), sebesar 2,43; proyek tol Pemalang – Batang (39 km) sebesar 3,4; proyek tol Batang – Semarang (75 km) sebesar 2,49; proyek tol Semarang – Solo (73 km) sebesar 2,74; proyek tol Solo – Ngawi (90,1 km) sebesar 2,53; proyek tol Ngawi – Kertosono (87,2 km), proyek tol Kertosono – Mojokerto (41 km) sebesar 3,49; proyek tol Mojokerto – Surabaya (41 km) sebesar 9,87; proyek tol Pandaan – Malang sebesar 3,15; proyek tol Gempol – Pasuruan (34 km) sebesar 3,62; proyek tol Pasuruan – Probolinggo (31,3 km) sebesar 1,58; proyek tol Probolinggo – Banyuwangi (178 km) sebesar 0,32. Proyek pembangunan infrastruktur yang memiliki nilai BC ratio diatas 1 dapat diartikan sebagai proyek yang layak dilaksanakan karena menghasilkan manfaat yang lebih besar daripada biaya yang diperlukan secara ekonomi. Di sisi lain, proyek tol Probolinggo – Banyuwangi tidak layak dilanjutkan karena manfaat yang dihasilkan lebih rendah dari biaya yang diperlukan secara ekonomi antara lain seperti hilangnya produksi sawah/kebun dan kawasan permukiman.
Selain analisis cost dan benefit, kajian ini juga memaparkan hasil yang diperoleh dari analisis yang dilakukan dari aspek demografi, geografi dan ekonomi. Diketahui bahwa laju pertumbuhan penduduk di pulau Jawa adalah sekitar 0,69% - 2,30% dalam kurun waktu 2010 – 2014. Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penduduk di Pulau Jawa sebesar 153 juta jiwa. Selain itu, pertumbuhan kendaraan secara keseluruhan berkisar 10% – 14% per tahunnya dengan didominasi pertumbuhan kendaraan pribadi roda empat dan roda dua, sedangkan pertumbuhan kendaraan barang hanya sekitar 5,5%.. Aktivitas ekonomi yang ada di Pulau Jawa berkontribusi terhadap PDB Indonesia sekitar 58,86%. Hal yang sama juga terjadi pada sisi investasi di mana sekitar 55,61% investasi dilakukan di Pulau Jawa. Tentunya perkembangan ekonomi di Pulau Jawa mempengaruhi tingginya aktivitas pergerakan penumpang dan barang di Pulau Jawa yang semestinya dikuti dengan pertumbuhan sarana infrastruktur transportasi. Akan tetapi, pertumbuhan jalan nasional tidak mampu mengimbangi tingginya pertumbuhan kendaraan. Rasio kendaraan perkilometer di jalan menjadi semakin besar atau dengan kata lain peluang kemacetan di jalan raya semakin besar.
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan dari kajian ini adalah sebagai berikut. Menyelesaikan permasalahan sistem transportasi angkutan barang di Pulau Jawa tidak hanya menyelesaikan dengan menambah infrastrukturnya saja, tetapi mesti lebih komprehensif lagi dengan memperhatikan sistem tata kelolanya, regulasi yang diterapkan, hubungan antar moda, konektivitas yang dibangun, bahkan faktor – faktor terkait lainnya. Poin penting lainnya adalah peningkatan kapasitas tersedia (supply) infrastruktur pada masing – masing moda transportasi perlu diperhatikan dengan tetap mendorong pola shifting penggunaan moda transportasi yang dipilih masyarakat. Dalam hal penyediaan anggaran untuk pembangunan infrastruktur, pola pembiayaan dengan penerbitan SUKUK dan obligasi serta Kerja sama Pemerintah dan Swasta (KPS) dapat menjadi alternatif pilihan. Selain itu, keberadaan Bank Pembangunan Infrastruktur juga dapat dapat dikembangkan.
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.