Penulis: Makmun Syadullah, Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral
Dewasa ini kesadaran tuntutan masyarakat agar keuangan negara dikelola secara akuntabel dan transparan serta bebas dari penyelewengan dan penyalahgunaan terus meningkat. Untuk itu keuangan negara harus dikelola secara tertib, ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan keuangan negara harus mengikuti ketentuan dan menghasilkan output dan outcome yang efektif sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan serta harus dikelola oleh orang-orang yang berkompeten, profesional disertai pedoman yang jelas sesuai dengan azas-azas tata kelola yang baik.
Pengelolaan keuangan negara secara transparan mengandung arti harus memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan. Sedangkan akuntabilitas mengandung makna adanya pertanggungjawaban pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik (SAP, 2005)14.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dari sisi penerimaan negara, perpajakan menjadi tulang punggung aktivitas pemerintahan. Transparansi dalam perpajakan tidak hanya berhubungan dengan manajemen, terutama masalah pengelolaan dan penggunaan penerimaan saja, namun juga dari sisi pemberian insentif yang secara langsung akan berdampak pada penerimaan perpajakan.
Salah satu bentuk transparansi penerimaan perpajakan adalah dengan menyusun laporan atas Tax Expenditure yang didefinisikan sebagai kerugian pendapatan negara karena adanya ketentuan perpajakan dalam sistem pajak untuk mempromosikan tujuan-tujuan sosial tanpa menimbulkan belanja langsung15. Bagaimana juga Tax Expenditure yang terstruktur akan mempengaruhi kelompok wajib pajak tertentu untuk mendapatkan keuntungan karena ketentuan dalam sistem perpajakan. Namun di sisi lain akan berdampak pada pendapatan negara.
Konsep tax expenditure muncul pada awal tahun 1960-an, yang mulai dipraktikkan secara bersamaan di Jerman dan Amerika Serikat. Kedua negara inilah yang pertama kali melaporkan anggaran pengeluaran pajak (tax expenditure budget) untuk meningkatkan transparansi dalam kegiatan publik, dengan cara melaporkan belanja publik langsung dalam proses anggaran rutin. Selanjutnya pa era tahun 1980-an, praktik ini diperpanjang ke hampir semua negara-negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan ke beberapa negara-negara berkembang lainnya.
Dalam rangka transparansi kepada masyarkat, pelaporan tax expenditure dewasa ini sudah banyak diterapkan di beberapa negara maju. Amerika Serikat, Australia, Irlandia, dan negara-negara anggota OECD merupakan contoh negara-negara yang sudah menerapkan pelaporan tax expenditure. Sementara itu di Indonesia, kajian mengenai Tax Expenditure belum menjadi perhatian baik dari pemerintah maupun publik. Melalui policy paper ini, diharapkan ada pemahaman mengenai tax expenditure sehingga muncul kesadaran berupa pentingnya penyusunan laporan tax expenditure.
Kajian ini dimaksudkan untuk menganalisis konsep tax expenditure dan aplikasinya, konsep dan prinsip tax expenditure, keuntungan dan kerugian tax expenditure, dan metode penghitungan tax expenditure, serta bagaimana penerapannya di berbagai negara, sehingga diharapkan akan memudahkan Pemerintah Indonesia dalam penerapannya.
File Terkait:
Praktik Tax Expenditure di Beberapa Negara dan Tantangan Penerapan di Indonesia (6.211 KB)
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.