Penulis: Muhammad Afdi Nizar, Peneliti Pusat Kebijakan Sektor Keuangan
Wakaf merupakan instrumen ekonomi Islam yang unik yang mendasarkan fungsinya pada unsur kebajikan (birr), kebaikan (ihsan) dan persaudaraan (ukhuwah). Ciri utama yang menjadikan wakaf itu unik adalah ketika wakaf ditunaikan terjadilah pergeseran kepemilikan pribadi menuju kepemilikan Allah subhaanahu wa ta’ala. yang diharapkan abadi dan memberikan manfaat secara berkelanjutan. Melalui wakaf diharapkan akan terjadi proses distribusi manfaat bagi masyarakat secara lebih luas, dari manfaat pribadi (private benefit) menuju manfaat masyarakat (social benefit).
Upaya mengkaji ulang dan merevitalisasi peranan dan fungsi lembaga wakaf terus berlangsung di berbagai negara, termasuk Indonesia, agar wakaf menjadi lebih produktif dan memiliki nilai ekonomis selain nilai ibadah. Revitalisasi ini sekaligus menandakan terjadinya pergeseran paradigma pengembangan wakaf, yang selama ini lebih banyak diorientasikan pada sarana ibadah—mesjid dan mushalla (73%), pendidikan (13,3%) dan sisanya untuk tujuan sosial (makam dan sosial lainnya), menuju upaya pemanfaatan berbagai barang yang memiliki muatan ekonomi produktif. Dalam tataran praktisnya, wakaf dikembangkan ke dalam bentuk pemanfaatan alat produksi dan ekonomi, seperti uang, saham, obligasi (sukuk) dan instrumen lainnya. Pemanfaatan alat produksi dan ekonomi ini tentu saja memerlukan dukungan dari lembaga keuangan, khususnya lembaga keuangan syari’ah (LKS) Perubahan paradigma ini menarik untuk diteliti lebih lanjut, terutama untuk mengetahui, “bagaimana arah pengembangan wakaf produktif” dengan paradigma baru tersebut? dan “apakah peranan LKS dalam mendorong pengembangan wakaf produktif tersebut?”
File Terkait:
Pengembangan Wakaf Produktif dan Peranan Sektor Keuangan di Indonesia (1.869 KB)
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.