Penulis: Sigit Setiawan, Peneliti Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral
Dengan pendekatan PPP (Purchasing Power Parity) peringkat ekonomi Indonesia dinyatakan masuk dalam jajaran sepuluh besar PDB dunia, lebih besar dari berbagai negara maju. Posisi 10 besar dunia dengan basis PPP ini berbeda dengan posisi Indonesia di urutan 16 dunia dengan basis nilai pasar yang telah dirilis secara berkala oleh Bank Dunia. Perbedaan posisi ini demikian besar, sehingga menimbulkan pertanyaan dalam benak penulis sejauh mana penggunaan PPP dapat mencerminkan peringkat ukuran ekonomi dan indikator kesejahteraan negara-negara di dunia. Secara spesifik, hal yang menjadi pertanyaan kajian adalah sejauh mana peringkat 10 besar kekuatan ekonomi berbasis PPP terefleksi dalam kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Selain itu, terdapat isu mengenai kualitas kesejahteraan yang dikaitkan dengan penggunaan indikator-indikator berbasis PPP. Penggunaan basis PPP dalam menghitung ukuran ekonomi akan berdampak pula pada besaran dan peringkat kualitas kesejahteraan per kapita. Pengaruh ini akan terlihat bila besaran dan peringkat dengan basis PPP-ICP disandingkan dengan hasil peringkat dengan basis nilai pasar. Agar gambaran riil kondisi kualitas kesejahteraan di Indonesia juga dapat terlihat, penulis juga akan menambahkan penjelasan terkait secara kontekstual dan bersifat faktual untuk Indonesia.
Studi deskriptif analitis ini dimaksudkan untuk mengkritisi pernyataan tersebut yang diawali dengan mengeksplorasi konsep dan penggunaan PPP. Selanjutnya, berdasarkan pendekatan PPP dan perbandingannya dengan pendekatan nilai pasar, studi ini juga akan menganalisis keselarasan kualitas kesejahteraan masyarakat Indonesia dilihat dari sisi PDB dan PDB per kapita, dengan tingkat kemiskinan, belanja kesehatan, belanja pendidikan, dan konsumsi rumah tangga.
File Terkait:
Kajian Pendekatan Purchasing Power Parity dalam PDB (6.286 KB)
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.