Penulis: Ahmad Fikri Aulia, Ali Moechtar, Wahyu Utomo, Irma Marlina
Selama satu dekade terakhir, angka kemiskinan mengalami penurunan meskipun dengan slope semakin landai. Perkembangan Gini ratio juga sempat stagnan di level tertinggi yaitu kisaran 0,41 kemudian turun menjadi 0,40 pada tahun 2016. Realisasi angka kemiskinan dan Gini ratio sejak tahun 2015 selalu di atas target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Hal ini mendorong pemerintah untuk melakukan penyesuaian terhadap target pembangunan agar lebih realistis. Oleh karena itu, di samping melakukan penyesuaian terhadap target, pemerintah perlu mengevaluasi program-program yang terkait langsung dengan kesejahteraan masyarakat seperti subsidi dan bantuan sosial agar kebijakan fiskal dapat lebih efektif dalam mencapai sasaran pembangunan.
Hingga tahun 2014, alokasi anggaran untuk subsidi dan bantuan sosial (bansos) terus meningkat secara signifikan tetapi penurunan angka kemiskinan semakin melambat serta Gini ratio mengalami stagnasi. Namun demikian, pasca subsidi energi dihapus pada 2015, Gini ratio mengalami penurunan. Oleh karena itu, kajian ini dimaksudkan untuk menghitung dampak dari pemberian subsidi dan bansos terhadap kemiskinan dan ketimpangan. Perhitungan yang dilakukan adalah dengan menggunakan counterfactual analysis, yaitu membandingkan antara kondisi aktual (dengan intervensi pemerintah) dengan kondisi tanpa intervensi pemerintah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subsidi (LPG, listrik, solar, dan KUR) ternyata lebih dinikmati oleh kelompok RT Iebih kaya karena masih bersifat non-targeted. Di sisi lain, program rastra relatif Iebih dinikmati RT miskin dan rentan meskipun masih terjadi kebocoran dan pelaksanaan di lapangan belum sesuai dengan ketentuan. Sedangkan untuk bansos (PKH dan PIP) Iebih dinikmati oleh penduduk miskin dan rentan sehingga Iebih efektif dalam menurunkan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.
Dilihat dari dampak terhadap kemiskinan dan ketimpangan, subsidi listrik memberikan dampak terbesar terhadap penurunan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Tentunya hal ini dikarenakan alokasi anggaran subsidi listrik merupakan yang terbesar di antara anggaran subsidi dan bantuan sosial lainnya yang dikaji dalam penelitian ini. Namun, jika melihat dampak dari setiap rupiahnya, PKH dan PIP merupakan program yang paling efektif menurunkan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.
Secara lengkap, dampak masing-masing program dapat dilihat pada tabel berikut.
Berdasarkan identifikasi nilai subsidi (LPG, listrik, solar, Rastra) dan bansos (PKH dan Indonesia Pintar), diketahui bahwa kelompok 10 persen RT termiskin menerima subsidi dan bansos sebesar 36,3 persen dari total pengeluarannya. Sementara kelompok 10 persen RT terkaya menerima subsidi dan bansos sebesar 10,5 persen. Best practice negara-negara lain menunjukkan bahwa porsi nilai subsidi dan bansos terhadap pendapatan RT yang optimal yaitu sebesar 30 persen.
Rekomendasi kebijakan yang diusulkan berdasarkan hasil penelitian dalam kajian ini antara lain adalah perlu diterapkannya penggunaan single database yaitu PBDT 2015 yang dikelola oleh TNP2K dan Kementerian Sosial. Tersedianya single database tersebut sangat diperlukan dalam pemberian subsidi (khususnya subsidi listrik untuk RT, subsidi LPG 3 kg, dan rastra) serta bansos. Terlebih karena subsidi listrik bagi RT (450 VA dan 900 VA) hanya dibatasi untuk RT miskin dan rentan miskin. Selain itu, subsidi solar untuk transportasi sebaiknya tidak diberikan kepada kendaraan plat hitam.
Selain itu, sinergi antar program subsidi dan bansos perlu ditingkatkan. Peningkatan sinergi tersebut termasuk juga peningkatan koordinasi di tingkat daerah, dalam rangka meningkatkan efektivitas dan pencapaian tujuan pengentasan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan. Secara khusus, sinergi PKH dengan Dana Desa dilakukan dengan memprioritaskan anggota PKH dalam program cash for work Dana Desa, sinergi PKH dengan KUBe dan/atau KUR untuk meningkatkan kemandirian, serta sinergi antar program yang saling berkaitan misalnya PKH, PIP, Bidik Misi, dan LPDP.
Ketepatan sasaran dan efektivitas program PKH dan PIP perlu terus ditingkatkan. Terlebih karena kedua program ini dinilai yang paling efektif dalam mengurangi kemiskinan dan ketimpangan. Secara khusus, untuk PKH cakupannya perlu diperluas ke daerah yang sulit akses dengan memberikan fleksibilitas dalam conditionality dan unit cost. Sementara itu, subsidi dan bansos yang terlalu besar dikhawatirkan dapat membuat RT miskin dan rentan menjadi ketergantungan. Perlu dilakukan pendekatan lain yang bersifat jangka panjang untuk menunjang pendapatan rumah tangga miskin dan rentan. Untuk itu, Pemerintah perlu menjaga momentum pembangunan infrastruktur terutama yang bersifat padat karya untuk meningkatkan pendapatan kelompok RT miskin dan rentan.
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.