Penulis: Suparman Zen Kemu dan Tri Achya Ngasuko
Pasar modal memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia karena pasar modal merupakan salah satu medium yang mempertemukan pihak yang membutuhkan dana, seperti perusahaan (emiten), dengan pihak yang memiliki dana yaitu investor perorangan atau institusi. Melalui pasar modal, perusahaan dapat menggalang dana yang dapat digunakannya untuk mengembangkan usahanya, yang pada akhirnya akan mendorong perekonomian nasional.
Kegiatan pasar modal diatur dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU Nomor 8 Tahun 1995) yang telah berumur 23 tahun. Berkembangnya situasi dan kondisi di pasar modal misalnya pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, adanya globalisasi yang terus bergulir dan kemajuan teknologi, kelihatannya UU Nomor 8 Tahun 1995 dirasa tidak lagi memadai sebagai payung hukum atas aktivitas industri pasar modal saat ini. Saat ini diperlukan undang-undang yang bisa mendukung terwujudnya pasar modal Indonesia yang berdaya saing global dan efisien, sehingga dipandang perlu adanya amandemen atas UU Nomor 8 Tahun 1995.
Mengingat perekonomian Indonesia saat ini menjadi semakin terintegrasi dengan perekonomian negara lain sebagai dampak globalisasi, salah satu isu yang menjadi penting dalam amandemen UU Nomor 8 Tahun 1995 adalah cross border offering yaitu proses penawaran umum yang dilakukan oleh satu emiten secara bersamaan di dua negara atau lebih. Cross border offering (CBO) merupakan topik yang menjadi pembahasan berbagai forum kerja sama internasional, seperti skema ASEAN Disclosure Standard Scheme (ADSS) pada tingkat Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dan skema Asia Region Funds Passport (AFRP) pada forum Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC). Skema ADSS sendiri telah dilaksanakan oleh tiga negara ASEAN yaitu Singapura, Malaysia dan Thailand sejak tahun 2013.
Saat ini Indonesia belum mengimplementasikan CBO melalui skema ADSS sebagaimana yang telah diikuti oleh tiga negara ASEAN (Singapura, Malaysia, Thailand) sejak bulan April 2013. Besarnya jumlah penduduk, meningkatnya jumlah kelas menengah, tumbuhnya kapitalisasi, jumlah emiten, dan investor di pasar modal Indonesia menimbulkan pertanyaan apakah Indonesia sudah siap mengimplementasikan CBO melalui skema ADSS.
Setelah melakukan kajian yang mendalam atas perkembangan pasar modal Indonesia dari berbagai aspek baik teknis, ekonomis, dan aturan (regulasi) serta kondisi di tiga negara Singapura, Malaysia dan Thailand yang telah mengimplementasikan cross border offering (CBO) melalui skema ASEAN Disclosure Standard Scheeme (ADSS) sejak tahun 2013, kami sampai kepada kesimpulan bahwa Indonesia belum siap mengikuti implementasi cross border offering. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh kondisi pasar modal didalam negeri saja yang belum mendukung seperti kualitas tenaga kerja, efisiensi perusahaan emiten, pasar modal yang masih dangkal (shallow), aturan yang belum compliance dan kualitas investor dalam negeri yang belum matang, tetapi kesepakatan CBO melalui ADSS yang sudah diimplementasikan oleh tiga negara ASEAN yaitu Singapura, Malaysia dan Thailand sejak tahun 2013 sampai saat ini bisa dikatakan sama sekali belum ada realisasinya.
Beberapa hal yang masih harus dibenahi oleh pasar modal Indonesia adalah: Pertama, meningkatkan kualitas tenaga kerja pasar modal Indonesia. Kedua, meningkatkan efisiensi perusahaan emiten. Ketiga, meningkatkan kedalaman pasar modal Indonesia yang saat ini masih dangkal (shallow). Keempat, membenahi aturan yang tidak compliance dengan penerapan cross border offering. Kelima, meningkatkan kualitas investor dalam negeri yang masih belum matang dan masih mudah panik. Keenam, Indonesia bersama Negara ASEAN lainnya terutama ASEAN 5 harus duduk bersama lagi untuk memformulasikan pelaksanaan cross border offering yang lebih membumi agar bisa diimplementasikan sesuai dengan kondisi masing-masing Negara ASEAN saat ini.
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.