Penulis: Pusat Kebijakan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara
PNBP Kementerian Perhubungan (Kemenhub) merupakan salah satu PNBP Kementerian Lembaga (K/L) yang memberikan kontribusi signifikan dalam APBN. PNBP Kemenhub terus mengalami peningkatan dari Rp1,3 triliun pada tahun 2012 menjadi Rp7,3 triliun pada tahun 2017. Tren peningkatan PNBP Kemenhub diperkirakan terus berlanjut dan ditargetkan sebesar Rp9,0 triliun dalam APBN tahun 2018. Berdasarkan komponennya, PNBP Perhubungan Laut (Hubla) memberikan kontribusi terbesar dalam PNBP Kemenhub.
Dalam perkembangan pengelolaan PNBP Kemenhub terdapat beberapa kali perubahan atas jenis dan tarif PNBP Kemenhub dengan cakupan yang terus bertambah. Sejak tahun 2000 telah terjadi lima kali perubahan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur jenis dan tarif PNBP Kemenhub. Saat ini, jenis dan tarif yang digunakan merujuk pada PP 15/2016 yang telah dimplementasikan sejak pertengahan tahun 2016, menggantikan PP 11/2015. Pada PP 15/2016 tarif PNBP Kemenhub yang diterapkan lebih beragam (ekstentifikasi dan intensifikasi tarif) yang secara langsung akan berdampak pada kenaikan jumlah penerimaan negara (PNBP). Di sisi lain, perubahan tarif PNBP di Kemenhub tersebut juga akan memberikan dampak terhadap laju inflasi dan perkembangan ekonomi sektor perhubungan.
Dalam PP 15/5016 terdapat empat jenis kelompok jasa perhubungan laut (kenavigasian, kepelabuhanan, perkapalan, dan angkutan laut) yang meliputi 708 tarif PNBP. Analisis terhadap implementasi PP 15/2016 dilakukan dengan pendekatan kuantitatif berupa analisis input output (IO), model regresi linier, dan model vector autoregressive (VAR). Disamping itu, informasi dan diskusi dengan seluruh pemangku kepentingan termasuk dengan pejabat dari kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) dan kantor Pelindo (badan usaha pelabuhan) di beberapa daerah juga dilakukan, untuk mewakili beberapa tipe kelas pelabuhan nasional. Hasil survei membuktikan adanya perbaikan sistem administrasi, penerapan pelayanan terpadu PNBP di beberapa daerah, dan peningkatan PNBP yang dipungut dalam setahun terakhir.
Data BPS menunjukkan bahwa sektor transportasi dan pergudangan mengalami pertumbuhan rata-rata 7,4% dalam 6 tahun terakhir (di atas pertumbuhan total PDB). Peningkatan ini lebih banyak didorong oleh sub sektor angkutan udara dan sub sektor angkutan darat. Sementara untuk sub sektor perhubungan laut dalam periode yang sama mengalami perlambatan pertumbuhan. Disisi lain, data Kemenhub menggambarkan adanya perbaikan kualitas SDM dan peningkatan infrastruktur jasa perhubungan laut (jumlah armada dan pelabuhan) dalam beberapa tahun terakhir.
Secara khusus, analisis dengan Tabel IO membuktikan bahwa struktur input sektor jasa angkutan laut didominasi oleh sektor barang-barang hasil kilang minyak dan gas bumi, yang mengindikasikan bahwa struktur biaya dari operasi jasa angkutan laut lebih banyak untuk penggunaan/konsumsi BBM. Jika dilihat dari struktur output, sekitar 20% sektor jasa perhubungan laut digunakan untuk proses produksi dalam perekonomian nasional, sisanya dikonsumsi langsung oleh sektor rumah tangga baik domestik maupun asing. Disamping itu, sektor ini merupakan sektor potensial yang dapat dikembangkan lebih lanjut.
Berdasarkan beberapa literatur yang menganalisa tentang biaya operasional jasa perhubungan laut, biaya jasa pelabuhan berkisar antara 5-7% dari total biaya operasional kapal. Informasi tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan besaran shock pada analisis Tabel IO tahun 2010. Hasil analisa menunjukkan bahwa dengan adanya asumsi kenaikan 50% tarif PNBP terkait jasa angkutan laut diperkirakan menyebabkan struktur biaya jasa pelabuhan menjadi harga sekitar 7-9% terhadap total biaya kapal pertahun. Analisa Tabel IO yang dilakukan juga dapat mengukur dampak harga terhadap konsumen dan produsen, dimana dapat ditunjukkan bahwa kenaikan atas tarif PNBP akan berpengaruh lebih besar terhadap harga yang diterima oleh konsumen dibandingkan produsen. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan tarif PNBP yang berpengaruh terhadap kenaikan biaya operasi jasa angkutan laut akan diteruskan kepada konsumen akhir.
Aspek lain yang dianalisis adalah terkait dengan pemanfaatan hasil PNBP Kemenhub. Berdasarkan KMK 518/2002 tentang Persetujuan Penggunaan Sebagian Dana PNBP, Pemerintah menetapkan izin penggunaan PNBP untuk jasa kepelabuhanan, jasa kenavigasian, dan jasa perkapalan masing-masing paling tinggi 70%, 85%, dan 45%. Dengan kebijakan yang bersifat close earmarking tersebut, dana PNBP yang sudah dikumpulkan dapat digunakan kembali antara lain untuk kegiatan investasi yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pelayanan publik. Namun, realisasi izin penggunaan untuk peningkatan pelayanan di beberapa KSOP relatif belum optimal, karena kurangnya informasi kebijakan ini bagi pengelola PNBP di daerah dan kendala proses administrasi.
Berdasarkan hasil analisis, diskusi yang sudah dilakukan, dan kunjungan lapangan ke beberapa daerah, kesimpulan yang diperoleh dari analisis PNBP Perhubungan Laut dapat dirumuskan sebagai berikut:
Selanjutnya, beberapa kesipulan dari kajian PNBP Kemenhub adalah:
Izin penggunaan PNBP jasa perhubungan laut hendaknya lebih digunakan untuk peningkatan kualitas pelayanan kantor di daerah. Untuk itu, perlu perbaikan proses administrasi, serta penyempurnaan regulasi dan sosialisasinya sehingga realisasi izin penggunaan PNBP dapat lebih ditingkatkan.
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.