Penulis: Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Kawasan berikat dikembangkan untuk menanggapi dinamika perkembangan ekonomi dan juga perdagangan internasional Indonesia. Pangestu dan Rahardja (2005) mencatat bahwa ada fase transformasi dalam perdagangan internasional dan kebijakan pembangunan di Indonesia. Pada tahun 1970–1985 yang merupakan periode oil boom, puncak produksi dan kenaikan harga minyak memberikan pendapatan dan devisa yang besar untuk Indonesia. Minyak bumi merupakan komoditas ekspor terbesar selama periode tersebut sehingga perekonomian memiliki ketergantungan yang tinggi pada sektor ini.
Untuk mengurangi ketergantungan perekonomian pada minyak bumi, pemerintah mulai mengembangkan sektor manufaktur. Pada 1984–1987, pemerintah secara agresif menderegulasi sektor ekonomi untuk memperbaiki iklim investasi, terutama dengan mendorong industri berbasis ekspor (Wie, 2012). Salah satu realisasinya diwujudkan melalui pembentukan kawasan berikat melalui Peraturan Pemerintah no. 22 tahun 1986 tentang kawasan berikat (Bonded Zone). Kawasan berikat menandai bangkitnya sektor manufaktur di Indonesia. Pada tahun 1965 kontribusi industri manufaktur terhadap total ekspor nasional hanya 4%. Pada tahun 1996 kontribusi industri manufaktur terhadap total ekspor nasional meningkat tajam sampai dengan di atas 50%.
Lebih dari 45 tahun pemerintah telah memberikan insentif kepada perusahaan-perusahaan yang menggunakan fasilitas Kawasan Berikat (KB), dan insentif ini mencapai Rp67,1 triliun pada tahun 2016. Nilai ini sama dengan 0,5% dari PDB nasional pada tahun yang sama. Meskipun insentif fiskal yang diberikan kepada perusahaan di kawasan berikat begitu besar, namun sampai sekarang tidak ada yang tahu persis bagaimana kontribusinya, apakah memberi dampak positif terhadap perekonomian atau hanya memberi manfaat bagi perusahaan tertentu.
Kajian ini memberikan kontribusi besar pada literatur yang ada karena ini adalah studi pertama untuk mengukur kontribusi ekonomi dari kawasan berikat menggunakan data mikro pada level perusahaan. Pengumpulan data dilakukan melalui sensus kontribusi ekonomi kepada 1.361 perusahaan di kawasan berikat yang berlokasi di seluruh Indonesia.
File Terkait:
Ringkasan Eksekutif
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.