Penulis: Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah diamanatkan dalam UU No.4 tahun 2016 sebagai komitmen pemerintah untuk memenuhi backlog perumahan dan menyediakan rumah terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Seiring dengan segera diimplementasikannya Tapera, maka perlu dilakukan sinkronisasi dan integrasi dengan berbagai skema pembiayaan perumahan yang selama ini telah berjalan (SSB, SBUM, FLPP) agar skema pembiayaan perumahan menjadi lebih efektif dan memenuhi aspek accessibility, affordability, availability, dan sustainability.
Hasil simulasi dampak pengenaan tarif sebesar 3% (2,5% peserta dan 0,5% pemberi kerja) terhadap aspek makro fiskal dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) Pelaksanaan program Tapera memiliki dampak relatif netral terhadap PDB. Iuran Tapera (2,5% pekerja) akan menggeser pola konsumsi menjadi aktivitas saving dan investasi, serta mendorong output konstruksi, dan capital stock di sektor perumahan. Secara kumulatif sampai dengan tahun 2030, dampak program Tapera terhadap PDB hanya terukur turun sebesar 0,05%; (b) Program Tapera berpotensi menggeser struktur tenaga kerja (sektor formal dan Informal). Pengenaan tarif bagi pemberi kerja akan menambah beban iuran badan usaha sehingga pertumbuhan sektor formal akan cenderung melambat di masa mendatang. Akibat kenaikan beban iuran, terdapat potensi penurunan demand tenaga kerja formal dan dilakukannya penyesuaian upah pekerja dimasa mendatang, serta terdapat potensi shifting sektor formal menjadi informal.
Lebih jauh, program Tapera secara konseptual mampu memperkuat sektor finansial domestik. Pemupukan dana Tapera akan menjadi stimulus berkembangnya instrumen investasi di pasar sekunder perumahan seiring dengan meningkatnya likuiditas domestik yang berasal dari dana kelolaan Tapera. Pendalaman pasar keuangan juga akan membaik melalui peningkatan jumlah masyarakat yang dapat mengakses sektor finansial dan perbankan (bankability) serta menurunkan risiko kredit nasabah.
Pelaksanan program Tapera juga dapat mempengaruhi daya saing Indonesia, karena adanya komitmen tambahan kontribusi pemberi kerja yang tidak diikuti dengan kenaikan produktivitas. Dengan mempertimbangkan existing kontribusi program lain (BPJS Kesehatan, Pensiun, JKM, JKK, JHT) maka total kontribusi pemberi kerja akan naik menjadi 11,5% dengan adanya program Tapera. Kontribusi tersebut telah melampaui rata-rata besaran kontribusi pekerja di negara ASEAN (9,9%). Sebaliknya, produktivitas pekerja Indonesia (output per worker) relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.
Dari aspek fiskal, program Tapera memiliki beban fiskal yang lebih rendah dibandingkan program pembiayaan perumahan lainnya. Adapun beban fiskal penyelenggaraan Tapera relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan skema pembiayaan perumahan lainnya. Dalam setahun, beban tarif Tapera yang dibayarkan melalui APBN hanya dalam kisaran Rp 1 triliun, sementara skema pembiayaan perumahan lainnya mencapai ±Rp 9 triliun. Namun demikian, pengenaan tarif 3% dirasa kurang feasible bagi sektor swasta sehingga perlu dilakukan modifikasi tarif, utamanya bagi pemberi kerja yang telah menanggung beban iuran relatif lebih tinggi (11%) dibandingkan negara lain.
Untuk mendorong efektivitas program Tapera, perlu dirancang skema pembiayaan perumahan yang optimal sehingga perlu analisis atas beban skema yang telah berjalan, agar diperoleh informasi skema yang paling optimal dan strategi yang tepat untuk integrasi, sinkronisasi, dan sinergi dengan Tapera. Adapun indikator analisis yang digunakan atas skema pembiayaan tersebut adalah kesesuaian dalam aspek availability, accessibility, affordability, dan sustainability. Dari skema pembiayaan perumahan existing saat ini, ditemukan bahwa FLPP memiliki keunggulan dibandingkan skema pembiayaan perumahan lainnya baik dari sisi sumber dana (pembiayaan investasi APBN), sasaran, dan mekanisme. Sementara SSB dan SBUM kurang optimal dari sisi sumber dana (belanja negara) sehingga memiliki risiko contingent liability dalam jangka panjang.
Sebagai rekomendasi kajian ini atas pelaksanaan program Tapera adalah: (i) Besaran simpanan Tapera (3%) memiliki dampak yang bervariasi terhadap kondisi makro fiskal, namun aspek risiko atas penyelenggaraannya perlu dimitigasi. Meskipun beban fiskal Tapera relatif rendah (Rp 1 triliun), namun besaran tarif 3% kurang feasible bagi sektor swasta yang telah memiliki beban iuran existing relatif tinggi. Sebagai rekomendasi, tarif dapat disesuaikan menjadi 2,5% dengan membebaskan tambahan beban iuran bagi pemberi kerja. (ii) Perlu dilakukan proses integrasi dan sinkronisasi skema pembiayaan perumahan SSB, SBUM, dan FLPP. Skema FLPP lebih optimal sehingga dapat disinergikan dengan program Tapera dalam jangka pendek sambil menunggu Tapera beroperasi penuh. Sedangkan SSB dan SBUM berpotensi mengganggu sustainabilitas fiskal sehingga perlu diintegrasikan kedalam Tapera dan tidak perlu dilanjutkan apabila Tapera telah beroperasional. (iii) Sebelum Tapera beroperasi penuh, maka perlu dilakukan masa transisi baik dari sisi kepesertaan maupun skema pembiayaan, agar layanan pembiayaan perumahan bagi MBR dapat tetap berjalan. Pada tahap pertama, ASN diwajibkan menjadi peserta Tapera, sedangkan TNI, Polri dan swasta diberi masa transisi untuk mengintegrasikan program dan kepesertaannya kedalam Tapera.
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.