Penulis: Imron, Subkhan, Risnandar, Era, Priska, Moh. Nasir, Achya, Pusat Kebijakan Sektor Keuangan
Zakat sebagai salah satu bagian penting dalam rukun Islam mempunyai fungsi utama untuk mensucikan harta. Namun demikian, zakat memiliki fungsi-fungsi lain yang berhubungan dengan kemaslahatan umat. Zakat memiliki fungsi sosial dengan membangun harmonisasi kehidupan sosial kemasyarakatan lewat sirkulasi kekayaan antara kaum yang kaya dan masyarakat miskin. Selain itu, zakat juga mempunyai fungsi yang terkait dimensi ekonomi yaitu dengan memperkuat kegiatan ekonomi masyarakat terutama dengan adanya mekanisme penyaluran dana zakat lewat program pemberdayaan dan ekonomi produktif
Pemerintah Indonesia secara eksplisit mendukung adanya pengelolaan zakat agar dapat memberikan dampak ekonomi yang optimal bagi masyarakat. Selain lewat pembentukan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 sebagaimana telah diperbarui dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Pemerintah juga mendukung kegiatan pengeloaan zakat dengan mengecualikan zakat sebagai objek kena pajak. Peraturan ini terdapat pada pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Lebih lanjut, dukungan pemerintah untuk kegiatan pengelolaan zakat tersebut diwujudkan dalam bentuk zakat sebagai pengurang pendapatan kena pajak (tax deductible), yang dituangkan dalam PP Nomor 60 Tahun 2010 Tentang Zakat Atau Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto. Kebijakan ini dilakukan untuk meningkatkan realisasi penghimpunan Zakat nasional. Namun demikian, implementasi dari peraturan tersebut ternyata belum berjalan efektif. Hal ini dapat dilihat pada data tahun 2018, dimana dari Rp 3,3 triliun zakat yang di pungut oleh BAZNAS, hanya Rp 526 milyar yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak (SPT).
Kajian ini dilakukan untuk mencari penyebab tidak efektifnya kebijakan fasilitas zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Selain itu, preferensi publik berkenaan dengan dukungan kebijakan pemerintah khususnya pada aspek perpajakan atas zakat juga dielaborasi lebih detail. Kajian ini bersifat diskriptif eksplanatori dengan metode pengumpulan data melalui survei online, studi pustaka dan focus group discussion. Berdasarkan data-data yang dikumpulkan tersebut dilakukan analisis diskriptif untuk kemudian diambil kesimpulan.
Temuan kajian ini menunjukkan bahwa fasilitas tax deductible belum berjalan efektif karena masih lemah atau rendahnya aspek yang terkait (i) literasi dan sosialisasi; (ii) kepercayaan (trust) terhadap otoristas (iii) Dukungan administrasi (fasilitas) dan (iv) koordinasi dan sinergi. Dalam kajian ini juga diidentifikasi adanya preferensi masyarakat terhadap kebijakan zakat sebagai pengurang pajak (tax credit). Namun demikian pertimbangan tata kelola atas pengelolaan zakat menjadi aspek yang paling utama untuk diperbaiki lebih dulu dalam meningkatkan efektivitas relasi hubungan zakat dan pajak
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.