Penulis: Muhammad Afdi Nizar, Muhammad Fajar Nugraha, Masyitha Mutiara Ramadhan, Risyaf Fahreza, Zerah Aprial Pasimbong
Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur indeks daya saing perbankan dengan memanfaatkan data 102 bank dari 110 bank yang ada di Indonesia dalam periode 2008 -2019
Pengukuran indeks daya saing dilakukan dengan memanfaatkan pendekatan Lerner Index, yang pada prinsipnya mengamati perilaku perbankan dalam menentukanharga (yang diproksikan dengan pendapatan yang diterima bank) dan mengelola biaya-biaya operasional. Artinya, persaingan perbankan dalam pendekatan Lerner Indexini mengindikasikan adanya mark-upharga yang ditetapkan perbankan dan dibebankan kepada para pelanggan (nasabah), Mark-upini tercermin dari rasio perbedaan antara harga (output price) dan biaya marjinal (marginal cost), dibagi dengan harga. Harga dihitung sebagai total pendapatan bank atas aset, sedangkan biaya marjinal diperoleh dari perkiraan fungsi biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan output bank. Karena biaya marjinal tidak dapat diamati secara langsung,penghitungan biaya marjinal dilakukan dengan memproksikan fungsi total biaya melalui beban/biaya modal, pegawai, dan bunga, yang kemudian digunakan untuk penghitungan indeks Lerner. Indeks Lerner memiliki nilai antara nol dan satu. Indeks sebesar nol berarti daya saing rendah dan apabila nilai indeks mendekati 1 berarti daya saing bank semakin meningkat, seiring dengan bertambahnya market powerbank.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa secara keseluruhan (102 bank) yang diobservasi memiliki nilai indeks 1 atau mendekati 1, yang berarti bahwa daya saing perbankan Indonesia menunjukkan kecenderungan menaik. Bahkan jika bank-bank dikelompokkanmenurut BUKU (BUKU 1 –BUKU 4), nilai indek daya saing memberikan indikasi yang sama(Tabel 1a). Demikian pula jika bank-bank dikelompokkan menurut kepemilikan (BUMN, BUSN, Bank Asing, dan BPD) dan kelompok bank syariah, nilai indeks daya saingnya adalah 1 atau mendekati 1(Tabel 1b).
Indek daya saing perbankan Indonesia yang tinggi tidak terlepas dari karakter pasar/industri perbankan yang mengarah pada persaingan monopolistik (monopolistic competition), yang antara lain terlihat dari: (i)jumlah pemain (bank) yang ada dalam industri banyak; (ii) bank-bank bersaing menjual produk (jasa) yang terdiferensiasi dan dapatdisubstitusikan satu sama lain, sekalipunbukan pengganti yang sempurna (perfect substitutes); (iii) ada kebebasan untuk masuk dan keluar pasar (free entry and exit). Bank baru relatif mudah untuk memasuki pasar (industri) dengan merek sendiri atau versi dari suatu produk yang terdiferensiasi dan relatif mudah juga bagi bank yang sudah ada untuk keluar jika produk yang dijual menjadi tidak menguntungkan. Sebagai pasar yang monopolistik, perbankan menentukan harga jual produk dengan memperhitungkan perubahan biaya total yang dikeluarkan untuk perubahan outputyang dihasilkan (marginal cost, MC). Harga (P) yang ditetapkan bank-bank sekaligus juga merefleksikan adanya mark-updi atas biayamarjinal (P > MC).
Mark-upharga produk (jasa) bank di atas biaya marjinal ini membawa implikasi pada tingginya rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) perbankan Indonesia. Untuk keseluruhan bank observasi BOPO berada pada level di atas 70%.6.
Penelitian ini masih terbatas pada pengukuran daya saing perbankan dengan menggunakan Lerner Index yang konseptual. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian lanjutanyang mempertimbangkan variabel-variabel lain yang lebih luas dan mempengaruhi daya saing perbankan di Indonesia.
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.