Penulis: Muhammad Afdi Nizar dan Afif Hanifah
Perkembangan nilai transaksi menggunakan uang elektronik (e-money) yang cenderung meningkat telah memunculkan wacana tentang peluang atau kemungkinan penjaminan emoney. Proses penjaminan tersebut dapat menjadi bagian dari sistem penjaminan simpanan (deposit insurance system). Argumentasi paling umum dari wacana yang muncul adalah potensi risiko yang mungkin terjadi dalam penggunaan e-money, baik yang bersumber dari perusahaan penerbit e-money (electronic money issuers, EMI) maupun akibat ulah/perilaku para pengguna e-money.
Dalam upaya regulasi nasional tersebut, negara-negara telah mengikuti segudang pendekatan untuk memastikan bahwa nasabah (i) dilindungi secara efektif dari kehilangan dana mereka jika terjadi kebangkrutan dari penerbit atau pihak lain yang terlibat (risiko kepailitan) dan (ii) dapat mengakses dana mereka sesuai permintaan (risiko likuiditas). Risiko kepailitan timbul dari kemungkinan dana nasabah digunakan untuk memenuhi kewajiban penerbit apabila terjadi kepailitan. Oleh karena itu, regulasi harus memastikan bahwa dana nasabah secara efektif dipagari dari aset emiten dan tidak dapat disita oleh krediturnya jika terjadi kepailitan. Selanjutnya, dalam model uang elektronik yang khas dimana penerbit menyimpan dana pelanggan di rekening bank, dana tersebut juga harus dilindungi dari kebangkrutan bank kustodian.
Sistem penjamin simpanan (deposit insurance system, DIS) adalah suatu sistem yang dibangun dan diakui secara legal, sebagai suatu perlindungan (proteksi) eksplisit dari kategori simpanan terpilih para nasabah yang eligible, yang disimpan pada bank hingga jumlah yang ditentukan, dalam hal ketidakmampuan bank atau kegagalan bank (bank failure). Tujuan dari penjamin simpanan bervariasi, namun biasanya meliputi peningkatan stabilitas keuangan dan melindungi penabung (nasabah) ketika bank bermasalah atau gagal. Pertama, penjamin simpanan dapat meningkatkan stabilitas keuangan dengan mencegah terjadinya bank runs. Kedua, penjamin simpanan memberikan tingkat perlindungan minimum kepada deposan terhadap konsekuensi yang terkait dengan kegagalan bank.
Uang elektronik dan segala atributnya diatur berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik yang selanjutnya disebut PBI Uang Elektronik.
Sedikitnya ada 3 (tiga) pendekatan yang dapat digunakan untuk penyelenggaraan program penjaminan e-money, yaitu:
(i) Pendekatan Pengecualian (exclusion approach). Dalam pendekatan ini digital storedvalue products (DSVPs) secara eksplisit dikecualikan dari pertanggungan penjamin simpanan, meskipun langkah-langkah lain untuk melindungi nilai simpanan pelanggan diadopsi. Dikecualikan dari pertanggungan penjamin simpanan karena produk tersebut tidak memenuhi definisi “simpanan yang dijaminkan” atau penyedianya tidak memenuhi syarat keanggotaan dalam sistem penjamin simpanan. Para pembuat kebijakan menganggap DSVPs sebagai instrumen penyimpanan nilai sementara untuk melakukan pembayaran atau transfer. Pendekatan ini diadopsi di sejumlah negara seperti di Peru dan Filipina. Dana nasabah masih dapat dilindungi dari beberapa risiko yang terkait dengan kegagalan penyedia e-money, misalnya, dengan mengharuskan digital float disimpan di rekening kustodian, meskipun banyak faktor yang dapat membatasi kepastian dan kemanfaatan bagi nasabah untuk memulihkan saldo jika penyedia gagal.
(ii) Pendekatan Langsung (direct approach). Dalam pendekatan ini DSVPs tersebut dijamin secara langsung oleh penjamin simpanan dan penyedianya harus menjadi anggota/peserta sistem penjaminan simpanan.
Pendekatan langsung mencakup DSVPs dalam definisi "deposito yang dijaminkan" dan diterapkan oleh negara-negara di mana produk tersebut disediakan oleh lembaga keuangan yang diatur dan diawasi secara hati-hati yang merupakan anggota sistem penjamin simpanan. Kolombia, India, dan Meksiko telah mengadopsi pendekatan ini. Mereka tidak hanya mengizinkan bank untuk menawarkan DSVPs yang dijaminkan, tetapi juga menciptakan kategori khusus baru dari lembaga yang diatur dan diawasi secara hatihati yang diizinkan untuk menawarkan produk tersebut, sambil tunduk pada persyaratan kehati-hatian yang lebih murah. Dengan pembentukan kategori lembaga baru, negaranegara ini telah berusaha untuk mengatasi kekhawatiran bahwa pendekatan langsung dapat menghambat inovasi dengan mengizinkan hanya lembaga pengumpul simpanan tradisional untuk menawarkan DSVPs atau dengan menerapkan persyaratan kehatihatian yang ketat kepada penyedia baru mana pun dari lembaga tersebut. produk. Tantangan lain dari pendekatan langsung muncul dengan skenario umum di mana manajemen akun nilai tersimpan individu dialihdayakan ke perusahaan nonkeuangan, yang kegagalannya dapat memperumit akses ke catatan pelanggan dan berdampak buruk pada kepercayaan pelanggan.
(iii) Pendekatan Pass-through, dimana penjaminan simpanan “melewati” rekening kustodian pada lembaga penjamin simpanan yang merupakan anggota penjamin simpanan dan menyimpan dana nasabah dari produk-produk simpanan seperti simpanan, kepada nasabah perorangan dari penyedia produk digital (walaupun penyedi.a ini bukan anggota penjamin simpanan). Pendekatan pass-through ini paling kompleks dan paling sedikit dieksplorasi hingga saat ini, memungkinkan cakupan penjamin simpanan diperluas ke produk seperti simpanan digital bahkan ketika penyedia produk tersebut bukan anggota sistem penjamin simpanan. Pendekatan ini diterapkan di Amerika Serikat, Kenya, dan Nigeria, di mana produk deposito dapat disediakan oleh perusahaan nonkeuangan, termasuk MNO dan perusahaan teknologi.
Adapun kesimpulan dan rekomendasi atas kajian tersebut di atas adalah sebagai berikut:
a. Kesimpulan
Kajian menyimpulkan bahwa terdapat kecenderungan penggunaan e-money sebagai instrumen pembayaran dalam transaksi selain memberikan banyak manfaat/keuntungan, baik bagi pengguna maupun bagi penyelenggara/penerbit e-money, juga berpotensi mendatangkan berbagai risiko. Untuk mengantisipasi kerugian yang timbul bagi para pengguna, perlu diupayakan penyelenggaraan program penjaminan bagi nasabah/penggunanya. Ada 4 (empat) pendekatan yang dapat digunakan dalam konteks penjaminan e-money, yaitu: pendekatan eksklusif, pendekatan langsung, pendekatan passthrough, dan pendekatan gabungan.
b. Rekomendasi
Berdasarkan penelusuran dan analisis yang dilakukan, kajian ini merekomendasikan program penjaminan e-money yang tepat diselenggarakan di Indonesia adalah menggunakan pendekatan campuran (direct & pass-through approaches). Ada dua pertimbangan utama yang mendasari rekomendasi ini yaitu sebagai berikut.
1. penyelenggara/penerbit e-money yang sudah memperoleh izin dari Bank Indonesia, terutama perbankan sebanyak 16 bank, merupakan peserta program penjaminan simpanan pada LPS. Oleh karena itu, bagi bank-bank penyelenggara dapat diterapkan pendekatan penjaminan secara langsung.
2. penyelenggara/penerbit e-money yang bukan bank (sebanyak 43 perusahaan), yang terdiri dari perusahaan finansial dan nonfinansial seperti operator seluler dan perusahaan teknologi. Untuk kelompok penyelenggara ini dapat digunakan pendekatan pass-through.
Selain itu, perlu koordinasi yang intensif di antara para stakeholders terutama Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, dan LPS untuk menyusun langkah-langkah terobosan yang strategis untuk mewujudkan penyelenggaraan program penjaminan e-money.
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.