Penulis: Tim Kajian IPB, Dudi Rulliadi, Martini Hasni, Berry Sugarman, Ami Muslich, Erlangga Gilang Pradana, Widath Chaerunissa Ayuningtyas
Saat ini, salah satu isu utama yang menjadi perhatian global dan Indonesia adalah isu dampak perubahan iklim terhadap stabilitas pertumbuhan ekonomi dan sistem keuangan. Perhatian yang besar dari Indonesia terkait dampak perubahan iklim ditunjukkan melalui komitmen Indonesia dengan turut andil dalam meratifikasi berbagai inisiatif agenda perubahan iklim di internasional. Sektor keuangan menjadi ujung tombak dalam bentuk perwujudan pembangunan berkelanjutan yang menjadi stimulus pemberian pembiayaan pada kegiatan perekonomian. Dengan demikian, isu keuangan berkelanjutan berhubungan erat dengan upaya mengembangkan sumber-sumber pembiayaan yang dapat mendukung upaya dunia dalam mengatasi perubahan iklim (sustainable finance), termasuk menangani risiko transisi menuju ekonomi rendah karbon. Pada akhirnya, upaya-upaya tersebut memiliki tujuan akhir untuk mencapai pertumbuhan ekonomi inklusif.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, penguatan UMKM menjadi penting. Terkait dengan UMKM, berbagai studi menunjukkan bahwa sebagian usaha mikro menghadapi permasalahan dan kendala dalam mengakses permodalan dari perbankan dan lembaga keuangan. Berdasarkan data Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI, sekitar 44 juta Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia masih belum memiliki akses pada perbankan (Ika, 2018). Masih banyaknya UMKM yang kesulitan dalam mengakses modal dari lembaga kuangan formal dikarenakan persyaratan-persyaratan pengajuan peminjaman yang belum dapat dipenuhi. Hal ini sejalan dengan hasil survei yang dilakukan oleh Pricewaterhouse Coopers, dimana 74% UMKM di Indonesia belum mendapatkan akses pembiayaan.
Dalam memproduksi produk/layanan hijau, pelaku usaha akan membutuhkan investasi yang sangat besar guna mengintroduksi inovasi dan teknologi baru yang lebih hijau, termasuk pula pergeseran penggunaan energi hijau di dalamnya. Sementara itu, UMKM memiliki kendala klasik terkait dengan keterbatasan modal dan akses terhadap pembiayaan. Level pada product life cycle yang belum matang menjadikan harga produk cenderung juga belum kompetitif UMKM membutuhkan fasilitasi untuk meningkatkan akses pembiayaan (Bank Indonesia 2022).
Berdasarkan penjelasan di atas, dirumusan beberapa tujuan untuk menjawab permasalahan peneltian diantaranya:
File Terkait:
File 1
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.