Implementasi Stimulus Fiskal 2009
Penulis: Pusat Kebijakan APBN
Dalam rangka mengantisipasi dampak krisis ekonomi global, Pemerintah telah menetapkan kebijakan countercyclical pada tahun 2009. Kebijakan countercyclical tersebut berupa pemberian stimulus baik pada sisi pendapatan maupun belanja yang ditujukan terutama untuk:
• memelihara daya beli masyarakat;
• menjaga daya tahan perusahaan/sektor usaha menghadapi krisis global; serta
• meningkatkan daya serap tenaga kerja dan meredam PHK melalui kebijakan pembangunan infrastruktur padat karya.
Total dana yang dialokasikan untuk program stimulus ini adalah sebesar Rp73,2 triliun. Dari total stimulus tersebut, sebesar Rp 60,6 triliun atau 82,7% dapat direalisasikan. Dari sisi penerimaan, stimulus diberikan melalui pemotongan pajak dan subsidi pajak. Sedangkan dari sisi belanja, stimulus diberikan dalam bentuk penurunan harga solar, diskriminasi tarif listrik bagi industri, perluasan PNPM, dan tambahan belanja infrastruktur.
Sebagai kebijakan untuk meningkatkan dan/atau memelihara daya beli masyarakat, stimulus di bidang perpajakan diberikan dalam bentuk tax saving atau pemotongan pajak berupa penyederhanaan lapisan penghasilan, penurunan tarif PPh OP dan PPh Badan, kenaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP), dan penyederhanaan lapisan tarif badan dari lapisan tertinggi 30% menjadi single tarif 28%, serta pemberian tarif discount 5% pada perusahaan masuk bursa yang mayoritas sahamnya (minimal 40%) dimiliki oleh publik, sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Kebijakan tax saving tersebut dianggap sebagai stimulus fiskal bagi seluruh masyarakat karena sifatnya yang meringankan beban masyarakat.
Sementara itu, Pemerintah juga telah memberikan subsidi pajak sebagai bagian dari stimulus fiskal dalam bentuk PPh Panas Bumi, PPh Pasal 21, PPN Minyak Goreng, PPN Bahan Bakar Nabati, PPN Eksplorasi Migas, dan Bea Masuk Industri yang sampai dengan akhir tahun 2009 terserap sebesar 21,4%. Hal ini diharapkan dapat mengurangi beban masyarakat sebagai akibat dari adanya krisis ekonomi dunia pada tahun 2008.
Stimulus belanja untuk mendukung pembangunan infrastruktur merupakan salah satu strategi Pemerintah berupa penambahan belanja pada beberapa K/L yang diharapkan mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja. Proyek-proyek yang dibiayai dengan dana stimulus antara lain berupa pembangunan infrastruktur pasar, pelabuhan, rumah sakit, rusunawa, jalan dan jembatan, irigasi, dan lain-lain. Kementerian Negara/Lembaga yang mendapatkan alokasi stimulus merupakan unit-unit yang dinilai memiliki peran strategis dalam membantu menggerakkan perekonomian nasional.
Anggaran stimulus belanja untuk mendukung pembangunan infrastruktur dialokasikan kepada sepuluh K/L, yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perumahan Rakyat. Anggaran stimulus untuk infrastruktur telah dapat direalisasikan sebesar Rp10,6 triliun (86,9%). Penyerapan belanja stimulus relatif tinggi, sedangkan secara umum sisa anggaran yang tidak terserap sebesar 2,7 persen merupakan upaya efisiensi karena dalam pelaksanaan proyek menelan biaya yang lebih murah dari yang direncanakan.
Walaupun penyerapan belanja stimulus sudah relatif tinggi, namun dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa kendala yang antara lain: (a) kendala administratif dan (b) kendala teknis. Kendala administratif yang dihadapi antara lain dikarenakan adanya keterlambatan penerbitan dokumen DIPA dan lambatnya pelaksanaan proses tender. Sedangkan dari segi teknis, adalah berupa kondisi cuaca yang kurang mendukung dan faktor bencana alam di beberapa daerah. Kendala teknis tersebut menyebabkan tertundanya jadwal pelaksanaan beberapa proyek infrastruktur sehingga juga berpengaruh pada penyerapan anggaran. Namun demikian, dalam upaya mendorong terciptanya efektivitas pemerintah melalui Kementerian Keuangan RI menerapkan reward and punishment berupa pemberian sanksi bagi K/L yang tidak sepenuhnya melaksanakan belanja stimulus tahun 2009 sebagaimana telah disepakati bersama DPR RI yang dituangkan di dalam Pasal 14 UU No. 47 tahun 2009 tentang APBN tahun 2010.
Bukti keseriusan Pemerintah untuk menerapkan disiplin anggaran terkait pelaksanaan belanja stimulus dilakukan dengan cermat oleh Kementerian Keuangan melalui diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 220/PMK.02/2009 tentang Tata Cara Pemotongan/Pengurangan Pagu Belanja Kementerian Negara/Lembaga dan Pagu Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2o10 Yang Tidak Sepenuhnya Melaksanakan Kegiatan Stimulus Fiskal Tahun Anggaran 2009 menjadikan dasar berpijak untuk pelaksanaan sanksi. Atas dasar itu pula, Menteri Keuangan akhirnya mengeluarkan Surat Edaran Menteri Keuangan SE-82/MK.02/2010 tentang Pemotongan/Pengurangan Pagu Belanja Kementerian Negara/Lembaga dan Pagu Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2010 yang tidak sepenuhnya melaksanakan kegiatan Stimulus Fiskal Tahun Anggaran 2009. Tanpa adanya program stimulus, perekonomian Indonesia diperkirakan akan terkoreksi di posisi 2,59 persen.
Pusat Kebijakan APBN, BKF