Obligasi global dan kebijakan defisit
Penulis: Makmun
Perkembangan rasio defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) terhadap produk domestik bruto (PDB) dari tahun ke tahun mengalam kecenderungan penurunan. Defisit anggaran pemerintah dalam periode 2001 - 2007 secara rata-rata masih di atas 1% bila dibandingkan dengan PDB.
Namun rasio ini sejak 2001 cenderung menurun dari 2,4% pada 2001 menjadi 1,0% pada tahun 2006. Namun, diperkirakan dalam tahun-tahun mendatang defisit anggaran ini akan mengalami peningkatan kembali, dalam 2008 defisit anggaran diperkirakan naik menjadi 1,7% terhadap PDB.
Di awal 2008 ini, pemerintah kembali menerbitkan obligasi negara valuta asing (global bond) senilai US$ 2 miliar di New York AS. Dengan demikian total global bond yang diterbitkan pemerintah telah mencapai US$ 9 miliar.
Obligasi global ini menurut rencana akan dipergunakan untuk membiayai defisit anggaran 2008 sebesar Rp73,4 triliun atau 1,7% dari PDB. Global bond ini diterbitkan dalam dua seri (dual trenches), yaitu Indo-18 yang jatuh tempo 18 Januari 2018 dan Indo-38 yang jatuh tempo 18 Januari 2038 Adapun imbal hasil (yield) untuk Indo-18 ditetapkan sebesar 6,95% dan Indo-38 sebesar 7,74%.
Global bond yang diterbitkan pada 2008 ini merupakan transaksi obligasi negara terbesar yang pernah diterbitkan oleh pemerintah dan terbesar di Asia sejak 1998.
Penerbitan global bond kali ini dianggap sukses, karena mengalami kelebihan permintaan (over subscribed) sebesar 1,5 kali atau mencapai US$ 3 miliar. Apalagi transaksi ini dilakukan ditengah situasi pasar global yang sulit akibat krisis subprime mortgage AS, melemahnya milai dolar AS, dan tingginya harga minyak dunia.
Profil pembeli global bond 2008 menunjukkan bahwa kepemilikan Indo-18, 24% adalah investor dari Asia, 47% dari Amerika, dan 29% dari Eropa. Sedangkan untuk Indo-38, 10% kepemilikan diambil oleh investor Asia, 52% dari AS, dan 38% dari Eropa.
Dalam transaksi kali ini juga tercatat dalam sejarah, untuk pertama kalinya investor institusi AS mendominasi transaksi ini, terutama untuk obligasi dengan tenor terpanjang yaitu 30 tahun.
Kondisi ini dinilai sebagai mulai bangkitnya kepercayaan investor institusi terhadap kredibilitas pemerintah dalam perekonomian jangka panjang.
Meskipun pemerintah mengklaim sukses dalam penerbitan global bond, banyak pelaku pasar yang menilai bahwa keberhasilan pemerintah tersebut bukan hal yang istimewa. Pelaku pasar pada umumnya yakin bahwa suku bunga di AS cenderung menurun dalam jangka panjang, sementara itu pemerintah menawarkan imbal hasil yang menarik, sehingga wajar kalau obligasi pemerintah laku di jual di AS.
Kebijakan defisit
Sumber-sumber yang digunakan pemerintah untuk menutup defisit anggaran selama ini bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri.
Dalam konteks dengan penggunaan sumber-sumber utang ini, mulai 2005 pemerintah menetapkan strategi pengelolaan utang negara. Dalam strategi tersebut ditetapkan utang tidak boleh lebih dari 60% dari PDB sehingga pada 2009 utang maksimum 40% dari PDB. Strategi pengelolaan utang negara tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No 447/KMK06/2005 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara 2005-2009.
Penerbitan global bond pada awal 2008 ini sesungguhnya tidak sejalan, kalau tidak mau dikatakan melanggar, prinsip-prinsip strategi pengelolaan utang yang telah ditetapkan pemerintah. Penerbitan global bond di satu sisi dapat menjadi tidak efisien sebagai sumber pembiayaan defisit, namun di sisi lain juga dapat menjadi "petaka" manakala nilai tukar rupiah melemah.
Ke depan sesungguhnya langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menurunkan utang adalah dengan mengurangi total obligasi valuta asing.
Langkah ini perlu diitempuh dalam rangka mengurangi potensi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Disamping itu juga dimaksudkan untuk meningkatkan kemandirian, dan menekan defisit sehingga sumber-sumber pembiayaan dari luar negeri bisa dikurangi.
Dalam konteks dengan penurunan porsi obligasi dalam bentuk valuta asing, maka pengembangan pasar dalam negeri menjadi sangat penting Untuk salah satu langkah strategi yang perlu dijalankan pemerintah adalah mengembangkan basis investor di dalam negeri.
Strategi ini pernah dilakukan pemerintah dengan mengembangkan pasar obligasi ritel.
Namun demikian, obligasi ritel ini sangat tergantung dari pendapatan nasional masyarakat sehingga ke depan sumber pembiayaan diharapkan bersumber dari tabungan secara nasional.
*Peneliti Pusat Pengelolaan Risiko Fiscal Badan Kebijakan Fiskal, Depkeu )pernah dimuat di Bisnis Indonesia, 28 Januari 2008)