Mewaspadai Lonjakan
Harga Minyak
Penulis: Makmun
Dalam sebuah laporan Bank of America dan Merrill Lynch bertajuk “Oil Prices Struggling Near Term� yang diterbitkan 19 April 2010, dalam triwulan I tahun ini harga minyak diperkirakan akan berada di kisaran US$ 70-80 per barel, kemudian akan mulai merangkak naik ke level US$ 85 per barel pada triwulan II. Kondisi ini akan terus meningkat pada triwulan III dan IV ke level US$ 90 per barel. Dengan demikian sepanjang tahun 2010 ini rata-rata harga minyak dunia diperkirakan mencapai US$ 85 per barel seiring dengan pemulihan ekonomi dunia.
Setidak-tidaknya terdapat tiga hal yang memicu naiknya harga minyak dunia, yakni: Pertama naiknya harga minyak dunia ini tidak terlepas dari perkiraan tingkat pertumbuhan ekonomi dunia maupun beberapa negara utama seperti China, India, dan Amerika yang akan berdampak pada permintaan minyak. Tingkat pertumbuhan ekonomi dunia dalam tahun 2010 ini diperkirakan akan tumbuh 4,5% dari sebelumnya negatif 0,8%. Sementara itu China akan tumbuh 10,1% dari sbelumnya 8,7%, India tumbuh 8,3% dari sebelumnya 6,5% dan Amerika juga diperkirakan akan tumbuh 3,5% dari sebelumnya negatif 2,3%.
Kedua, disamping karena kenaikan konsumsi minyak di beberapa negara, kenaikan harga minyak juga dipicu oleh turunnya produksi minyak di negara-negara Non-OPEC seperti Meksiko, Inggris, Norwegia dan lainnya. Penurunan tersebut terjadi karena adanya natural decline (penurunan secara alamiah) di lapangan-lapangan minyak milik mereka. Sedangkan bagi negara-negara OPEC sendiri, meskipun memiliki kemampuan untuk meningkatkan produksinya terus meningkat karena adanya penemuan cadangan-cadagan besar baik di Saudi, Angola, Nigeria, dan Iran, negara-negara anggota OPEC terikat dengan kuota produksi. Akibatnya negara-negara anggota OPEC tidak dapat meningkatkan tingkat produksinya.
Ketiga, penurunan nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap beberapa mata uang negara lain. Konon pelemahan nilai tukar dollar ini adalah sebagai dampak dari kebijakan Pemerintahan Obama untuk memperkuat ekspor sehingga menempatkan dolar AS di posisi yang lemah terhadap mata uang lain. Penurunan nilai tukar dolar ini akan berdampak pada perekonomian Amerika yang membuat investasi terhadap dolar menjadi tidak menarik lagi. Akibatnya investor mungkin akan beralih dari investasi dalam bentuk mata uang dolar ke investasi pada komoditas berjangka, dimana salah satunya adalah komoditas minyak. Akibatnya bukan saja nilai tukar dolar akan terus melemah, namun juga pada kenaikan pada beberapa komoditas (termasuk minyak).
Dampak Bagi Indonesia
Dalam rangka menghadapi kenaikan harga minyak dunia saat ini, Pemerintah kini tengah berusaha mengubah asumsi harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) dari US$ 65 per barel menjadi US$ 77 per barel serta menambah subsidi BBM sebesar Rp 20 triliun dalam usulan APBN-P 2010. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak bumi.
Permasalahannya adalah apa yang harus dilakukan Pemerintah apabila penambahan subsidi BBM di atas tidak mencukupi akibat kenaikan harga minyak dunia? Apakah harga BBM yang terdiri dari premium, solar dan minyak tanah di tingkat konsumen akan dinaikan? Ataukah subsidi BBM akan ditambah? Tentunya sulit menjawabnya, disamping tergantung seberapa besar kenaikan harga minyak global, juga akan dipengaruhi oleh respon Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Biasanya respon yang muncul atas kenaikan harga minyak global adalah membatasi konsumsi BBM, mengurangi subsidi minyak atau menaikan harga minyak. Jarang sekali pemerintah memikirkan dampak kenaikan harga minyak global terhadap perekonomian secara makro, bukan hanya terhadap besaran subsidi BBM, namun juga terhadap penerimaan negara secara keseluruhan.
Menyikapi lonjakan kenaikan harga minyak global, sebaiknya Pemerintah menyiapkan suatu kerangka dampak kenaikan BBM terhadap perekonomian secara nasional maupun terhadap APBN khususnya. Dengan adanya kerangka ini diharapkan seandainya harga minyak ternyata terus bertengger di atas US$ 77 per barrel, pemerintah telah “mengantongi� berbagai alternatif solusinya.
Secara fiskal, kenaikan harga minyak dunia bukan saja akan berdampak pada besaran subsidi BBM, namun juga pada penerimaan negara. Beranjak dari sini, maka kerangka dampak kenaikan harga minyak dunia dapat dibangun. Terdapat dua simulasi yang dapat dilakukan Pemerintah, yakni: Pertama jika harga minyak dunia mengalami kenaikkan, namun pemerintah tidak ingin menaikkan harga BBM di tingkat konsumen. Konsekuensi dari pilihan ini adalah subsidi akan bertambah. Tentunya dalam konteks ini perekonomian secara nasional mungkin tidak akan terkena dampak kenaikan BBM. Jika harga minyak terjaga, maka tingkat konsumsi masyarakat terhadap BBM maupun kebutuhan lainnya tidak akan terganggu. Jika ini menjadi pilihan, maka tidak menutup kemungkinan penerimaan negara dari perpajakan juga akan terjaga.
Kedua, apabila sebagai respon naiknya harga minyak dunia pemerintah mengambil opsi menaikkan harga minyak di tingkat konsumen, maka subsidi BBM bisa turun, tetap atau justru akan mengalami kenaikkan, tergantung seberapa besar harga BBM di tingkat konsumen dinaikkan. Pilihan menaikkan harga BBM akan membawa konsekuensi daya beli masyarakat akan terganggu, sehingga konsumsi terhadap BBM dan permintaan terhadap barang-barang yang diproduksi sektor riil juga turun. Penurunan produksi ini tentunya akan membawa dampak pada penerimaan negara dari perpajakan.
Berdasarkan pada kedua simulasi di atas, maka pemerintah dapat menentukan pilihan mana yang paling minimal dampaknya terhadap APBN. Apabila dampak pilihan menaikkan harga BBM terhadap penerimaan ternyata lebih menguntungkan, dalam arti penurunan alokasi subsidi BBM lebih besar dibandingkan penurunan penerimaan pajak, maka alternative ini dapat menjadi pilihan, karena secara makro penerimaan negara setelah dikurangkan alokasi untuk subsidi BBM masih lebih besar. Namun apabila sebaliknya yang terjadi, maka pilihan untuk mempertahankan harga BBM mungkin akan lebih menguntungkan.
Makmun,
Peneliti Badan Kebijakan Fiskal, Kementrian Keuangan
Majalah Indonesia Mining World, edisi Mei 2010