Mensinergikan Kebijakan Moneter dan Fiskal
Penulis: Makmun
Kritikan dan harapan dari berbagai pengamat muncul atas usulan calon Gubernur Bank Indonesia yang diajukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada DPR. Pencalonan Agus Martowardojo dan Raden Pardede dianggap sebagai sinyalemen bahwa pemerintah ingin menggerakkan sektor riil. Sementara itu tidak adanya calon dari internal Bank Indonesia dinilai bahwa tidak ada sistem informasi dari lembaga kepresidenan yang baik untuk mengetahui kemampuan internal Bank Indonesia. Di samping itu, ketiadaan calon internal juga dianggap sebagai usaha pemandulan di tubuh Bank Indonesia.
Gubernur Bank Sentral menduduki posisi yang sangat penting dalam suatu negara. Pentingnya posisi ini bukan saja karena tuganya mengendalikan inflasi, dan menjaga stabilitas makro ekonomi, akan tetapi juga harus mampu mensinkronkan kebijakan moneter agar sejalan dengan kebijakan fiskal. Karena itu, Gubernur Bank Sentral itu tidak pernah dipilih dari politisi. Jika Gubernur Bank Sentral dipilih dari politisi, maka kebijakan yang akan diambil tidak lagi independen. Gubernur Bank Sentral di samping harus memiliki kepiawaian dalam dalam bidang moneter juga harus paham masalah kebijakan fiskal. Dengan demikian jalinan koordinasi dan sinergi diharapkan akan yang baik antara otoritas moneter dan fiskal, agar stabilitas perekonomian terus terjaga.
Menyiasati kondisi dan tantangan perekonomian ke depan, maka sinergi antara sektor moneter, fiskal dan sektor riil dipandang sangat penting. Melalui sinergi yang baik maka diharapkan akselerasi pertumbuhan ekonomi dapat terwujud. Hal ini bukan berarti sinergi selama ini kurang berjalan dengan baik, akan tetapi diharapkan ke depan akan semakin lebih baik lagi. Jika sinergi tersebut bisa dikombinasikan, maka akan tercapai pertumbuhan ekonomi yang cepat, pengangguran bisa dikurangi dan kemiskinan dapat segera diturunkan.
Dewasa ini Indonesia kembali dihadapkan pada kemungkinan terjadinya krisis ekonomi jilid dua. Berbekal dari pengalaman krisis yang melanda Indonesia di pertengahan 2007 yang lalu, sebaiknya menjadi pelajaran tentang pentingnya pemahaman mengenai pengaruh perubahan-perubahan di tingkat global pada perekonomian nasional. Salah satu pelajaran berharga yang dapat ditarik dari pengalaman negara-negara yang mampu bergelut mengatasi krisis adalah pentingnya memelihara stabilitas dan mendorong tumbuhnya sektor-sektor dalam perekonomian domestik. Berbekal pengalaman tersebut, maka pemerintah bersama-sama dengan Gubernur Bank Indonesia yang akan terpilih harus mampu mensinerjikan kebijakan moneter dan fiskal.
Tugas berat nampaknya sudah di depan mata siapapun yang akan terpilih menjadi Gubernur Bank Indonesia. Gubernur Bank Indonesia terpilih diharapkan mampu meningkatkan kinerja makroekonomi dalam upaya menjaga kestabilan moneter dan restrukturisasi dan reformasi sektor keuangan. Di bidang moneter kebijakan moneter berhati-hati dan konsisten tetap diperlukan dalam upanya penurunan inflasi baik dalam jangka pendek maupun jangka menengah. Di bidang perbankan, kebijakan memperkuat struktur perbankan nasional perlu ditekankan agar fungsi intermediasi perbankan lebih dapat ditingkatkan.
Harapan terhadap Gubernur BI Terpilih
Mengingat begitu beratnya tantangan yang dihadapi oleh Bank Indonesia, terdapat beberapa rekomendasi yang mungkin dapat dijadikan pegangan Gubernur Bank Indonesia terpilih. Pertama, Bank Indonesia ke depan sebaiknya lebih menfokuskan pada kebijakan moneter saja. Pengalaman menunjukkan bahwa krisis yang terjadi di beberapa negara seperti Indonesia, Thailand, dan Filipina pada pertengahan 1997 yang lalu disebabkan lemahnya fungsi pengawasan Bank Sentral terhadap perbankan. Akibatnya transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan sesuai dengan target kebijakan yang direncanakan. Dalam kasus di Indonesia, lemahnya pengawasan ini boleh jadi disebabkan fungsi regulator, pelaksana kebijakan dan pengawasan dirangkap oleh Bank Indonesia. Kedepan alangkah bijaksananya apabila Gubernur Bank Indonesia terpilih lebih fokus pada kebijakan moneter saja. Demi kepentingan secara makro sebaiknya fungsi pelaksana kebijakan dan pengawasan sudah mulai dipikirkan untuk dipisahkan. Hal ini dapat ditempuh dengan segera merealisir rencana pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sampai saat ini masih terkatung-katung belum jelas nasibnya.
Pengalaman di negara-negara maju menunjukkan bahwa fungsi Bank Sentral sudah mulai mengalami evolusi. Sekadar contoh adalah Bank of England. Sejak tahun 1997, Bank Sentral ini menfokuskan tanggung jawabnya untuk memelihara stabilitas keuangan secara keseluruhan, sementara untuk melakukan pengawasan terhadap perbankan bank dan jasa keuangan lainnya dilakukan oleh lembaga independen yaitu Financial Services Authority ( FSA). Pemisahan fungsi pengawasan seperti ini juga dilakukan negara lain Australia, Hungaria dan Korea.
Kedua, terus meningkatkan sinergi kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Perlu disadari bahwa stabilitas ekonomi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Stabilitas tersebut dapat diwujudkan melalui sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter.
Sebagaimana dimaklumi bahwa tantangan yang dihadapi perbankan belakangan ini adalah belum berfungsinya perbankan sebagai intermediary secara optimal. Akibatnya sektor riil belum dapat berkembang secara maksimal pula. Sementara itu dari sisi fiskal, pemerintah dihadapkan pada defisit anggaran yang semakin berat, akibatnya kemampuan APBN dalam memberikan stimulus fiskal nampaknya akan semakin melemah.
Berdasarkan kondisi di atas, maka tantanga berat siap menghadang Gubernur Bank Indonesia terpilih. Gubernur Bank Indonesia terpilih diharapkan mampu menfokuskan pada kebijakan moneter yang selaras dengan kebijakan fiskal, agar mampu menggerakkan sektor riil. Dengan demikian sangatlah jelas bahwa keberhasilan Gubernur Bank Indonesia terpilih akan tereflesksi pada sejauhmana efektifitas kebijakan moneter yang akan diambil dapat mendukung kebijakan fiskal.
*Peneliti Bidang Pengelolaan Risiko Fiskal, Depkeu (pernah dimuat di Jurnal Nasional, 12 Mar 2008)