Penulis:
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, utang pemerintah yang akan jatuh tempo pada tahun 2010 akan mencapai Rp 129,475 triliun yang terdiri dari Rp 67,623 triliun Surat Utang negara (SUN) dan sisanya adalah pinjaman luar negeri. Ini merupakan utang jatuh tempo yang tertinggi sepanjang sejarah. Menghadapi kondisi di atas, pemerintah berencana menerbitkan SUN sebesar Rp 175,061 triliun. Sementara itu total kebutuhan pembiayaan tahun 2010 diperkirakan akan mencapai Rp 236,129 triliun. Hasil penerbitan SUN tersebut akan digunakan untuk membayar SUN yang jatuh tempo sebesar Rp 67,632 triliun, untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang mencapai Rp 98,009 triliun, untuk pembelian kembali (buyback) obligasi negara sebesar Rp 3 triliun, dan pembayaran penerusan pinjaman Rp 8,643 triliun. Rencana penerbitan SUN yang cukup besar di atas menunjukkan kekonsistenan pemerintah untuk mengoptimalkan penggunaan sumber pembiayaan dari dalam negeri dan terus mengurangi porsi stok pinjaman luar negeri secara bertahap. Kebijakan ini ditempuh dalam rangka meminimalisasi risiko pembiayaan anggaran yang berkelanjutan. Meskipun harus bersaing dengan korporasi dalam memperebutkan dana masyarakat, diperkirakan prospek SUN yang cukup menjanjikan. Sebagaimana diketahui bahwa selama ini SUN dengan dominasi rupiah masih cukup atraktif sebagai instrumen investasi. Hal ini tidak terlepas dari tingginya imbal hasil yang ditawarkan. Berdasarkan data HSBC holding Plc, yield SUN menduduki peringkat tertinggi diantara 10 negara di Asia (Bisnis Indonesia, 19 November 2009). Per 17 November yield surat utang berdenominasi mata uang lokal tertinggi adalah Indonesia mencapai 10,28%, India 7,97% dan Filiphina 6,98%. Semenetara tiga negara terendah adalah Hongkong 2,69%, Singapura 2,34% dan Taiwan 1,54%. Sejalan dengan tingginya yield di atas, aliran dana asing yang akan diinvestasikan pada instrumen SUN pada tahun 2010 diperkirakan akan mengalami peningkatan. Peningkatan ini juga tidak terlepas dari komitmen pemerintah yang tidak pernah gagal bayar (default). Komitment ini ditunjukkan dengan dengan dimasukkannya rencana pelunasan abligasi dalam APBN setiap tahun. Disamping kedua faktor ini, prospek SUN juga akan dipengaruhi prediksi inflasi dan BI rate pada tahun 2010. Sejalan dengan akan membaiknya perekonomian, pada tahun depan diperkirakan inflasi akan mengalami peningkatan, sehingga untuk mengimbanginya, BI rate diperkirakan juga akan naik. Waspadai Di satu sisi membaiknya prospek perekonomian Indonesia pada tahun 2010 akan mendorong investor asing untuk memborong SUN. Setidaknya terdapat dua keuntungan yang akan dinikmati investor asing dari pembelian SUN yakni naiknya nilai asset dan nilai tukar rupiah. Namun disisi lain pemerintah juga perlu mewaspadi dampak penerbitan SUN terhadap upaya untuk menurunkan suku bunga kredit. Sebagaimana diketahui bahwa upaya Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga kredit melalui penurunan BI rate belum mendapat respon dari dunia perbankan dalam bentuk penurunan suku bunga kredit. Penurunan BI rate memang telah direspon secara langsung pada penurunan suku bunga tabungan dan deposito, namun untuk suku bunga kredit, respon perbankan masih sangat lamban. Karena lambannya penurunan suku bunga kredit inilah, maka Bank Indonesia menempuh jalan dengan membuat kesepakatan dengan perbankan menurunkan suku bunga kredit. Kesepakatan ini dibuat bersama-sama dengan 14 bank, yang menguasai 80% total asset perbankan, untuk memangkas suku bunga dananya hingga maksimal BI rate plus 150 basis poin (bps) atau saat ini 8,00 persen. Dalam bulan keempat terhitung sejak 1 September 2009, Bank Indonesia mengharapkan suku bunga simpanan perbankan berada pada tingkat 50 basis poin di atas BI Rate atau maksimal 7 persen. Diharapkan dengan adanya kesepakatan tersebut, akan memberikan efek positif bagi penurunan suku bunga kredit, sebab dengan bunga dana (deposito) yang lebih rendah diharapkan, bunga kredit juga akan turun. Setelah berjalan ternyata kesepakatan tersebut belum berjalan secara efektif. Diduga lambannya penuruna suku bunga kredit sebagai akibat masih tingginya yield atas SUN. Menurut hasil analisis yang dilakukan Bank Indonesia, tingginya yield obligasi pemerintah atau SUN dan obligasi konvensional dinilai telah mengurangi masuknya dana-dana masyarakat ke industri perbankan. Untuk itu wajar saja jika perbankan tidak menurunkan suku bunga deposito dan kreditnya, karena pemerintah ikut arus merebut dana masyarakat melalui global bonds, SUN, sukuk, dan obligasi pemerintah yang lebih menarik bagi investor. Sekiranya dugaan di atas benar, maka pemerintah harus hati-hati dalam menetapkan tingkat bunga atas SUN yang akan diterbitkan pada tahun 2010. Penerbitan SUN 2010 bisa jadi akan menjadi “buah simalakama�. Apabila suku bunga atas SUN cukup tinggai, maka hanya akan menguntungkan investor baik domestik maupun asing, namun justru dunia usaha, khususnya usaha kecil, yang akan menanggung akibatnya. Sebaliknya apabila suku bunga atas SUN rendah, maka daya serap pasar akan rendah, namun sebaliknya rendahnya suku bunga ini akan mampu mendorong perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit. Disinilah perlunya sinkronisasi antara kebijakan moneter dan fiskal. Dari sisi moneter, Bank Indonesia diharapkan berhati-hati dalam mengendalikan BI rate, jangan sampai kebijakan penetapan BI rate justru akan membuat investasi pada sektor riil akan semakin tersendat. Sementara itu dari sisi perbankan, masih tingginya suku bunga kredit berpotensi akan menimbulkan kredit macet. Kondisis seperti ini pada akhirnya akan berdampak pada pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah tahun depan.File Terkait:
File tentang SUN
Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.