Analisis Kebijakan Fiskal Untuk Penurunan Emisi GRK Sektor Energi : Pendekatan Model AGEFIS-2
Penulis: Pusat Kebijakan APBN
Pemerintah Indonesia memiliki persepsi bahwa isu perubahan iklim bukan sekedar isu lingkungan, namun lebih luas lagi, perubahan iklim merupakan isu pembangunan. Oleh karenanya, upaya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), penyebab utama terjadinya perubahan iklim, perlu diselaraskan dengan program-program pembangunan. Sebagai otoritas yang mengatur kebijakan ekonomi nasional, Kementerian Keuangan dapat menggunakan mekanisme pengaturan penurunan emisi karbon sebagai salah satu instrumen ekonomi, baik melalui pajak karbon maupun pasar karbon. Instrumentasi kebijakan yang dapat digunakan Kementerian Keuangan untuk memanfaatkan perubahan iklim sebagai isu pembangunan antara lain adalah kebijakan investasi, kebijakan fiskal dan kebijakan anggaran, dan bekerjasama dengan kementerian / lembaga lain dalam membuat regulasi langsung.
Mengingat bahwa Pemerintah Indonesia tidak memiliki dana yang cukup untuk upaya penurunan emisi GRK, maka Belanja Negara harus digunakan secara cermat dan bijaksana. Di samping itu, Pemerintah terus berupaya untuk dapat menarik dana untuk isu lingkungan di dunia internasional, melalui mekanisme yang ada seperti Clean Development Mechanism (CDM) dan Reduced Emission from Deforestation and Degradation (REDD).
Indonesia termasuk negara penghasil emisi yang besar di dunia, di mana emisi terbesar disumbangkan oleh sektor kehutanan dan energi. Kajian ini bertujuan untuk memberikan opsi strategi, kebijakan, dan instrumen fiskal dalam rangka penurunan emisi GRK, khususnya sektor energi, yang diperoleh melalui pembangunan sebuah model (Model AGEFIS-2). Model ini diharapkan dapat memprediksi dampak dari alternative-alternatif yang dibuat terhadap berbagai aspek ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan jumlah penduduk miskin.
Kerangka pemikiran yang digunakan sebagai dasar pembangunan Model AGEFIS-2 adalah bahwa tujuan utama dari kebijakan fiskal untuk perubahan iklim harus selaras dengan tujuan utama dari pembangunan ekonomi yaitu pro-growth, pro-jobs, pro-poor. Melalui instrument fiskal, Kementerian Keuangan dapat mempengaruhi jumlah GRK yang diemisikan, yang mengarah pada upaya penurunan emisi GRK. Model AGEFIS-2 dirancang untuk melihat dampak dari suatu kebijakan fiskal terhadap penggunaan bauran energi, emisi CO2, PDB, konsumsi rumah tangga, dan kesempatan kerja.
Model AGEFIS-2 merupakan analysis economy wide (general equilibrium) yang digunakan untuk mengeksplorasi berbagai alternatif instrumen kebijakan fiskal yang berkaitan dengan upaya mitigasi perubahan iklim, khususnya di sektor energi. Model ini merupakan pengembangan dari Model AGEFIS, suatu model yang dirancang untuk menganalisis dampak ekonomi dari kebijakan fiskal, dengan pengembangan sebagai berikut:
(1) Disagregasi sektor-sektor yang berkaitan dengan energi untuk melihat tingkat emisi dari masing-masing jenis energi;
(2) Memungkinkan terjadinya substitusi antara satu jenis energi dengan energi yang lain dalam proses produksi;
(3) Memasukkan karbon dioksida secara eksplisit dalam model;
(4) Memasukkan karbon accounting dalam model;
Model AGEFIS-2 menggunakan database dengan 33 sektor produksi, dengan menggunakan fungsi produksi nested leontief untuk intermediate input dan value added input. Fungsi produksi yang digunakan adalah constant elasticity of substitution (CES). Optimisasi komposisi barang impor dan domestik menggunakan spesifikasi Armington. Maksimisasi sektor rumah tangga menggunakan fungsi Cobb-Douglas.
Model AGEFIS-2 menggunakan Akuntansi Emisi Karbon dengan ukuran yang disetarakan dengan CO2, dengan fitur sebagai berikut:
• Dimungkinkan adanya substitusi antar komoditas energi;
• Memasukkan mekanisme penghitungan emisi CO2 dan perpajakan untuk karbon; dan
• Data emisi diperoleh dari konsumsi per jenis bahan bakar dikalikan dengan tingkat emisi per unit bahan bakar yang digunakan;
Model AGEFIS-2 menggunakan basis data Social Accounting Matrix (SAM), yang di Indonesia dikenal juga dengan nama Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), tahun 2003. Transaksi ekonomi utama dari SNSE mencakup : (1) Alokasi nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor produksi ke sektor faktor produksi, sebagai balas jasa atas faktor produksi yang digunakan dalam proses produks, (2) Alokasi nilai dari faktor produksi ke institusi, yang terdiri dari rumah tangga, perusahaan dan Pemerintah, dan (3) Transfer nilai antar institusi. Database AGEFIS-2 berisi koefisien yang berisi nilai transaksi antar agen-agen ekonomi.
Untuk mencapai target penurunan emisi GRK 26 persen yang ditargetkan Pemerintah, model ini dioperasikan untuk mengetahui dampak dari kebijakan fiskal yang berupa : (1) penghapusan subsidi BBM, (2) penghapusan subsidi listrik, dan (3) penerapan pajak karbon.
Hasil simulasi model menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, penghapusan subsidi BBM akan mengakibatkan pergeseran penggunaan BBM fosil (-1,38 persen) dan gas alam (-3,06 persen) ke batu bara (+3,53 persen), geothermal (+0,51 persen), dan PLTA (0,41 persen). Emisi diprediksi akan turun 5,79 persen.
Sementara itu, penghapusan subsidi listrik akan mengakibatkan pergeseran penggunaan batubara (-0,20 persen), geothermal (-0,08 persen), dan PLTA (-0,18 persen) ke BBM fosil (+0,29 persen) dan gas alam (+0,16 persen). Emisi diprediksi akan turun 0,92 persen. Kebijakan penghapusan subsidi BBM dan subsidi listrik sekaligus akan meningkatkan PDB sebesar 0,48 persen
Kebijakan pajak karbon menetapkan pajak pembelian bahan bakar berbasis fosil, yang terdiri dari batubara, minyak, dan gas bumi, dengan tarif pajak yang ditentukan berdasarkan emisi karbonnya. Hasil simulasi model AGEFIS-2 menunjukkan bahwa dengan pengenaan pajak karbon sebesar 23,7 persen untuk batu bara, 1,8 persen untuk gas alam dan 2,0 persen untuk BBM fosil, akan mampu mengurangi emisi sebesar 7,36 persen, dan meningkatkan PDB sebesar 0,02 persen. Dalam jangka panjang pajak karbon akan menyebabkan pergeseran penggunaan bahan bakar dari batubara (-3,17 persen) ke BBM fosil (+2,07 persen), gas alam (+0,58 persen), PLTA (+0,29 persen), dan Geothermal (0,23 persen).
Hasil simulasi model menunjukkan bahwa kebijakan gabungan antara penghapusan subsidi BBM, listrik dan pengenaan pajak karbon akan mampu mengurangi emisi sebesar 14,00 persen dan meningkatkan PDB sebesar 0,44 persen, namun konsumsi rumah tangga menurun sebesar 1,74 persen. Dalam jangka panjang kebijakan ini akan menyebabkan pergeseran dari gas alam (-2,49%) dan batubara (-0,18 persen) ke BBM fosil (+1,40 persen), PLTA (+0,56 persen), dan Geothermal (0,71 persen). Dalam jangka panjang, kebijakan-kebijakan tersebut tidak berpengaruh terhadap penciptaan kesempatan kerja.
File Terkait:
Versi pdf