Penulis: Syahrir Ika
Kondisi perekonomian yang sedang mengalami krisis, membutuhkan peran strategis sekitar 200 BUMN. Karena itu wajah BUMN harus dihapuskan dari praktek-praktek proteksi dan subsidi serta kontrol birokrasi yang ketat akibat intervensi politik negara yang sangat dominan. Fakta menunjukkan bahwa hingga saat ini intervensi negara masih dominan, akibatnya proses privatisasi BUMN berjalan sangat lambat. Pilihan metode privatisasi yang dipilh juga sangat terbatas dimana hanya ada enam BUMN yang sudah go public, sementara BUMN yang merger baru dilakukan oleh empat bank negara (menjadi Bank Mandiri). Fakta ini memberi kesan kuat bahwa ada semacam keraguan pemerintah untuk melakukan privatisasi BUMN. Keraguan ini menunjukkan betapa besarnya intervensi negara terhadap manajemen BUMN. Padahal banyak sekali BUMN yang bekerja secara tidak efisien, bahkan audir BPKP menunjukkan bahwa kerugian yang dialami BUMN pada tahun buku 1998 telah mencapai Rp 60,7 triliun. Peran strategis BUMN tersebut hanya dapat diwujudkan jika BUMN pePandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.