Menimbang Tarif Dasar Listrik yang Ideal
Penulis:
Dalam tahun 2010 ini, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana merombak tarif dasar listrik (TDL) sebesar 15%. Perubahan tersebut menyangkut pencabutan subsidi listrik, penerapan tarif regional dan kenaikan tarif dasar listrik. Menurut rencana konsumen listrik mampu akan dikenakan tarif keekonomian, sementara itu untuk pelanggan tidak mampu akan mendapat disubsidi. Disamping itu juga direncanakan untuk menerapkan tarif regional listrik berdasarkan patokan biaya pokok penyediaan (BPP). Kenaikan TDL ini menurut rencana akan mulai diberlakukan pada awal semester kedua.
Kenaikan TDL di atas dipicu oleh jumlah subsidi yang ditetapkan oleh pemerintah yang tak mencukupi. Menurut Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, J. Purwono, kebutuhan subsidi listrik mencapai US$ 58 juta, sementara itu pemerintah hanya mampu mengucurkan subsidi sebesar US$ 38 juta. Kekurangan sebesar US$ 20 inilah yang akan ditutup melalui kenaikan TDL. Dengan adanya kenaikan TDL ini diharapkan akan membuat PLN lebih sehat dengan tarif keekonomian. Dengan demikian PT PLN diharapkan bisa mempertahankan usahanya dan bisa memenuhi kewajibannya untuk membayar pinjaman.
Perlu diketahui bahwa alokasi subsidi listrik dalam RAPBNP-2010 dianggarkan naik 44,2% menjadi Rp54,5 triliun dari sebelumnya hanya dialokasikan sebesar Rp37,8 triliun dalam APBN 2010. Peningkatan alokasi subsidi listrik ini disebabkan oleh empat hal yakni: meningkatnya asumsi harga minyak mentah dari US$65 per barel menjadi US$77, adanya kekurangan pembayaran subsidi listrik 2009 sebesar Rp4 triliun, kenaikan margin PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menjadi 8% dari sebelumnya 5%, dan adanya penundaan kenaikan TDL.
Kenaik¬an TDL 2010 nampaknya tidak dapat ditunda lagi, mengingat sejak 2003 yang lalu TDL tidak pernah ditinjau ulang. Sejalan dengan naiknya harga BBM, BPP selalu mengalami kenaikan, akibatnya bukan saja seluruh golongan tarif listrik disubsidi oleh pemerintah, namun dengan semakin besar tarif yang mencapai keekonomian maka semakin besar rugi yang harus ditanggung PLN. Kerugian ini bukan saja sebagai akibat tidak mencukupinya alokasi subsidi listrik, namun juga dalam perhitungan alokasi subsidi belum memperhitungkan margin keuntungan bagi PLN. Sebagaimana diketahui bahwa margin keuntungan atas subsidi baru mulai diberikan sejak 2009 sebesar 5% dan tahun ini diperkirakan naik menjadi 8%.
Struktur Tarif
Seperti yang sudah-sudah setiap ada rencana kenaikan TDL selalu mendapat respon yang negatif baik dari masyarakat maupun dunia usaha. Begitu juga dengan rencana kenaikan TDL tahun 2010 ini kemungkinan juga akan mendapat respon negatif. Setidak-tidaknya respon negative akan dating dari masyarakat, dunia usaha dan pemerintah daerah (Pemda). Pertama, masalah efisiensi PT PLN mungkin akan menjadi alasan dibalik penolakan rencana kenaikan TDL. Masyarakat selalu menilai akibat tidak efisiennya PT PLN, maka masyarakat yang menanggung akibatnya, yakni harga listrik menjadi mahal. Sementara itu masyarakat juga menolak karena pendapatan mereka yang belum sepenuhnya pulih akibat krisis global 2009 yang lalu.
Kedua, kenaikan TDL oleh dunia usaha dinilai akan meningkatkan ongkos produksi industri dan mengurangi daya saing pengusaha Indonesia. Apalagi mulai Januari 2010 dunia usaha Indonesia memasuki tingkat persaingan yang semakin sengit sebagai akibat diratifikasinya ASEAN-China Free Trade Agreement-ACFTA. Mungkin saja alasan dunia usaha ini ada benarnya, namun dunia usaha seolah-oleh tidak mau tahu dengan kondisi keuangan PLN yang sedang bermasalah, terutama menyangkut cash flow dan beban yang ditanggung PLN.
Ketiga, sebagaimana diketahui bahwa dalam usulan kenaikan TDL ini, Kementrian ESDM juga berencana akan menerapkan tariff regional. Kementrian ESDM merencanakan nantinya BPP setiap daerah tidak sama. Pemda nantinya juga akan dilibatkan untuk memberikan subsidi atau menanggung selisih BPP kepada pelanggan listrik. Sementara itu hingga kini konsep subsidi yang harus ditanggung pemda belum jelas, apakah seluruh pelanggan atau hanya untuk rumah tangga golongan tertentu saja. Apakah seluruh Pemda akan dilibatkan dalam sharing subsidi ataukah akan difokuskan hanya pada Pemda yang memiliki kapasitas fiskal tinggi saja, atau mungkin aka ada perbedaan sharing subsidi antara daerah yang berkapasitas fiskal tingi, sedang dan rendah.
Menyikapi kemungkinan-kemungkinan akan adanya penolakan tersebut di atas, menurut hemat penulis, jauh sebelum kebijakan kenaikan TDL ditempuh setidak-tidaknya terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh, yakni: Pertama, PLN harus memberikan data yang akurat berkenaan dengan BPP, baik untuk tegangan tinggi, sedang dan rendah. Selama ini penolakan terjadi karena ada prasangka dari stakeholder bahwa PLN belum bekerja secara efisien. Tuduhan ini mestinya dijawab PLN dengan menunjukkan BPP secara transparan, sehingga prasangka buruk stakeholder dapat dihindari. Dalam konteks ini peran DPR sebagai wakil rakyat sangat dibutuhkan, DPR tidak boleh hanya berfungsi sebagai “tukang stempel� atas usulan kenaikan TDL. DPR harus mampu menekan PLN agar mau menunjukkan perhitungan BPP secara transparan.
Kedua, struktur tarif listrik yang berlaku saat ini belum mengaambarkan rasa keadilan, karena menyamaratakan penyebaran subsidi kepada seluruh konsumen, baik kelas ekonomi bawah, menengah, maupun atas. Struktur tarif ini tidak sehat dan akan membebani negara terus menerus.Untuk itu perlu dilakukan reformasi terhadap struktur tarif listrik agar dapat memenuhi BPP kelistrikan. Dalam konteks ini penulis mengusulkan khusus bagi pelanggan listrik golongan rumah tangga dengan daya lebih dari 2.200 VA sebaiknya dikenakan tariff di atas BPP, pelanggan dengan daya 1.300 VA dikenakan harga sama dengan BPP dan pelanggan dengan daya kurang dari 1.300 VA dikenakan harga dibawah BPP atau mendapat subsidi. Dalam konteks ini tentunya harus dilakukan perhitungan yang matang berapa tariff yang idiel, sehingga nantinya pemerintah dapat menghemat subsidi, sementara itu keuangan PLN diharapkan menjadi sehat, sehingga investasi terus dapat dijaga.
Ketiga, kedepan struktur TDL untuk dunia usaha juga harus ditinjau ulang, karena seluruh pelanggan golongan bisnis dan industry sama-sama mendapatkan subsidi tanpa membedakan golongan industri. Ke depan perlu dilakukan pemetaan konsumsi listrik berdasarkan bukan saja berdasarkan golongan pelanggan namun juga berdasarkan sector industri. Dengan adanya pemetaan ini, diharapkan pemberian subsidi dapat lebih terfokus pada golongan pelanggan dan sektor yang tepat sasaran. Pemetaan ini dipandang penting, mengingat konsumsi listrik per golongan dan sektor ini tidak sama. Disamping itu tingkat persaingan yang dihadapi oleh sektor atas ACFTA juga berbeda-beda, sehingga kebijakan subsidi akan pas apabila difokuskan pada sektor-sektor yang paling besar terkena imbas ACFTA.
Dalam rangka kenaikan TDL, pemerintah memang kini sedang mengkaji dengan sangat hati-hati. Ada tiga aspek yang menjadi dasar penyesuaian TDL, yakni daya beli dan kesejahteraan masyarakat, kebutuhan belanja untuk mendukung pemulihan ekonomi, dan kesehatan neraca keuangan PLN. Masyarakat sangat berharap nantinya TDL baru lebih memenuhi rasa keadilan, baik dari sisi perhitungan BPP yang lebih transparan maupun alokasi subsidi yang lebih mencerminkan rasa keadilan.
Oleh: Makmun, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal, Depkeu (Sumber: Majalah Tambang, Maret 2010)