Mengejar Pertumbuhan Yang Berkualitas
Penulis: Ragimun
Memasuki semester ke dua tahun 2010, perekonomian Indonesia diprediksi terus membaik. Pertumbuhan ekonomi terutama volume perdagangan dunia saat ini terus mengalami perbaikan. Di sisi lain sektor riil sebagai ujung tombak geliat ekonomi Indonesia juga diprediksi akan mengikutinya.
Beberapa keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan perekonomian terpantau dari indikator perekonomian berupa pertumbuhan ekonomi positif, tercatat di semester satu 2010 sebesar 5,8 persen. Lalu, rendahnya volatilitas nilai tukar rupiah dan terkendalinya laju inflasi, bahkan sempat terjadi deflasi di bulan Maret 2010 sebesar 0,14 persen.
Demikian juga kinerja investasi diperkirakan juga akan mengalami perbaikan, tercermin dari masuknya aliran modal asing dan terus dilakukan upaya perbaikan iklim usaha di dalam negeri. Investasi semester pertama 2010 tumbuh sebesar 8,7 persen dibanding tahun 2009 yang hanya sebesar 2,9 persen. Diperkirakan investasi semester 2 tetap akan positif minimal berkisar 8,6 persen.
Kondisi tersebut diperkirakan akan mendorong meningkatnya pertumbuhan ekonomi dalam semester 2 tahun 2010. Laporan kuartalan World Bank sendiri memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan mencapai 5,9 persen lebih optimis dari asumsi APBN yang sebesar 5,6 persen. Bahkan, World Bank memprediksi pertumbuhan ekonomi akan meningkat menjadi 6,2 persen di tahun 2011.
Semester kedua ini, sebenarnya momen baik untuk merealisasikan pertumbuhan yang relatif tinggi termasuk lebih memfokuskan pentingnya pertumbuhan yang berkualitas. Pertumbuhan berkualitas sendiri akan mendorong lebih kencang pertumbuhan berbagai sektor. Apalagi faktor eksternal cukup menjanjikan. Ekonomi global terkini menunjukkan pemulihan (recovery) sebagai hasil dari upaya yang telah dilakukan berbagai negara melalui stimulus fiskal, regulasi sektor keuangan dan perbankan terutama di Amerika Serikat dan Eropa. Disisi lain krisis utang dan defisit anggaran di Yunani, Spanyol dan Portugal serta beberapa negara Eropa lainnya telah menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang tentu akan mempengaruhi kinerja perekonomian global hingga akhir tahun 2010.
Pada dasarnya dampak krisis fiskal Eropa tersebut tidak terlalu berpengaruh negatif pada kinerja pasar keuangan domestik, malah justeru tren menunjukkan tingginya arus modal masuk (capital inflow). Hal ini juga berpengaruh terhadap apresiasi nilai kurs rupiah, sehingga dalam semester depan diprediksi rata-rata nilai tukar rupiah tetap akan mengalami penguatan. Penguatan nilai tukar rupiah yang telah terjadi sejak akhir tahun 2009 terus berlanjut sampai tahun 2010. Semester pertama Januari–Juni 2010 rata-rata nilai tukar rupiah mencapai Rp9.193 per dolar AS, menguat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar Rp9.733 per dolar AS. Dengan demikian rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2010 diprediksi berkisar Rp9.200 per dolar AS. Selama semester pertama 2010, rata-rata apresiasi rupiah terhadap dolar AS menguat sekitar 4,6 persen dibandingkan dengan akhir tahun 2009.
Perbaikan sistem anggaran
Demikian juga pemulihan ekonomi terutama di kawasan Asia, dan semakin kuatnya fundamental ekonomi domestik yang tercermin dari meningkatnya petumbuhan ekspor dan investasi, terus mendorong apresiasi rupiah. Termasuk meningkatnya cadangan devisa yang tercatat di akhir bulan Juni sebesar US$76,3 miliar.
Data Biro Pusat Statistik juga menunjukkan bulan Mei 2010 ekspor naik 36 persen dibanding bulan yang sama tahun 2009 atau sebesar USD 12,52 miliar. Sedangkan periode Januari Mei 2010 naik 47,68 persen atau sebesar USD 60,1 miliar periode yang sama tahun 2009. Tercatat ekspor non migas juga mengalami kenaikan di bulan Mei 2010 sebesar 39,93 persen atau USD 8,93 miliar dibanding Mei 2009. Sisi impor sendiri juga mengalami kenaikan sebesar 53,26 persen periode Januari Mei 2010 atau mencapai USD 51,25 miliar dibanding periode yang sama tahun lalu. Kenaikan ekspor impor ini menunjukkan kegairahan dan pemulihan permintaan komoditas dunia yang sebelumnya lesu akibat krisis finansial global. Kestabilan rupiah lainnya juga didorong oleh naiknya outlook utang Indonesia berdenominasi rupiah dan mata uang asing sehingga rating kita naik dari stabil menjadi positif (Ba2).
Selama ini Pemerintah dan Bank Indonesia terus berupaya menjaga volatilitas nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, kebijakan moneter yang hati-hati tentu harus terus diterapkan. Kebijakan ini diharapkan mampu menjaga stabilisasi nilai tukar dan mencegah volatilitas yang berlebihan serta menjaga kecukupan cadangan devisa untuk memenuhi kebutuhan fundamental perekonomian. Di samping itu, koordinasi serta peningkatan efektivitas peraturan dan monitoring lalu lintas devisa seyogyanya terus dilakukan untuk menopang kebijakan moneter yang prudent.
Pemerintah diharapkan terus melanjutkan perbaikan sistem dan mekanisme anggaran yang lebih fleksibel. Penyerapan anggaran diupayakan dimulai pada bulan Januari tanpa adanya gap penyerapan yang selama ini terjadi dimana proyek-proyek dan alokasi anggaran mengucur paling cepat dibulan Mei atau Juni. Ini berarti memperpanjang gap alokasi dan penyerapan anggaran, untuk itulah diperlukan reformasi sistem atau mekanisme anggaran (Budget reform). Yang tentu ini tidak ada artinya kalau saja DPR tidak mendukungnya.
Ini penting karena bila Indonesia menginginkan pertumbuhan yang signifikan maka penyebaran penyerapan anggaran sebagai stimulan fiskal dapat digelontorkan sepanjang masa atau awal semester satu, sehingga multiplier effect yang diharapkan akan lebih berkualitas dan efektif. Demikian juga efektivitas alokasi penyerapan pada sektor-sektor yang memberikan multiplier tinggi seperti sektor riil dalam bidang UMKM, sektor pertanian dan produksi yang menyerap tenaga kerja tinggi serta pengembangan wilayah melalui perbaikan infrastruktur.
Tentu, ini PR besar bagi pemerintah ke depan, yang pada gilirannya dibarengi dan diperjelas sistem pengawasannya. Hal ini sekaligus menjawab isu bahwa banyak pemangku daerah yang tidak berani memanfaatkan anggaran karen faktor resiko dimejahijaukan atau menjadi temuan KPK, sehingga ujung-ujungnya banyak dana diparkir di perbankan atau dialokasikan ke dalam surat-surat berharga.
Akhirnya, semester dua ini perlu kehati-hatian, karena mulai pulihnya ekonomi maka akan menyebabkan permintaan berbagai komoditas baik domestik maupun luar negeri terus meningkat seperti harga minyak, CPO dan lain-lain. Ini akan memicu lonjakan harga yang kemudian menyebabkan target inflasi semakin menjauh. Apalagi semester kedua ini bertemu siklus tahunan baik hari lebaran maupun hari raya natal serta tahun baru, dimana harga komoditas pokok biasanya akan merambat naik. Hal ini tidak bisa dihindari. Yang jelas tugas pemerintah adalah menyediakan dan menyiapkan sarana publik termasuk infrastruktur, sehingga distribusi dan arus barang akan terjaga dengan baik.
Kontan e-Paper