Pengembangan Model Perhitungan Contingent Liabilities Untuk Proyek Infrastruktur Jalan Tol Dengan Menggunakan Simulasi Monte Carlo
Penulis: Pusat Pengelolan Risiko Fiskal
Pendahuluan
Untuk sektor infrastruktur, dalam 5 tahun ke depan terhitung mulai tahun 2010 hingga tahun 2014, kebutuhan dana pembangunan infrastruktur di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 1.429 Triliun dimana pemerintah diharapkan dapat berkontribusi sebesar Rp 790 Triliun. Sisanya sebesar Rp 639 Triliun diharapkan dapat diperoleh dari sektor swasta, baik dalam dan luar negeri, di antaranya dengan menggunakan skema kerjasama antara pemerintah dan swasta. Dengan demikian, apabila dibagi rata, APBN diperkirakan akan menanggung beban belanja infrastruktur sebesar sekitar Rp 158 Triliun per tahun sejak 2010 hingga 2014. Beban belanja infrastruktur tahunan tersebut belum merupakan keseluruhan beban yang mungkin akan ditanggung APBN mengingat dalam menarik peran sektor swasta dalam skema kerjasama pemerintah dan swasta, pemerintah dituntut untuk memberikan berbagai bentuk dukungan, baik berupa dukungan finansial atau non finansial, yang berpotensi menimbulkan beban tambahan terhadap APBN. Kewajiban-kewajiban yang bersifat kontijensi dapat menjadi beban APBN apabila peristiwa-peristiwa yang menjadi pemicunya terealisasi. Untuk memitigasi kesiapan APBN dalam menghadapi kewajiban-kewajiban kontijensi tersebut diperlukan analisis atas kemampuan APBN dalam jangka menengah untuk mendukung pembangunan infrastruktur di Indonesia, baik dalam bentuk belanja langsung maupun yang bersifat kontijensi, sebagai implikasi dari adanya dukungan pemerintah yang diberikan dalam skema kerjasama pemerintah dan swasta.
Diagram 1 Kerangka Analisis

Secara garis besar kerangka analisis yang digunakan dapat digambarkan dalam Diagram 1. Kesinambungan fiskal didasarkan pada keseimbangan antara sisi penawaran, yaitu besarnya dana yang dapat disediakan oleh APBN dalam jangka pendek dan jangka menengah serta sisi permintaan yang mencerminkan kebutuhan dana yang harus disediakan oleh APBN. Kebutuhan dana tersebut merupakan akibat dari aktifitas pemerintah dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur baik dalam bentuk belanja langsung maupun sebagai dampak dari skema kerjasama pemerintah swasta dimana pemerintah memberikan dukungan kepada sektor swasta dalam penyediaan infrastruktur.
Analisis diawali dengan melakukan proyeksi seluruh komponen APBN dalam 5 tahun ke depan untuk mendapatkan postur proyeksi APBN. Dari hasil proyeksi APBN tersebut dapat dihitung perkiraan defisit APBN serta kebutuhan pembiayaannya. Contingent Liabilites (CL) Space didapat dengan menghitung selisih antara batas maksimum defisit APBN yang diperkenankan, yaitu 3% dari PDB atau angka di bawahnya sesuai kebijakan, dengan proyeksi defisit untuk setiap tahun anggaran. Hasil proyeksi CL Space kemudian di distribusikan ke jenis-jenis risiko fiskal yang ada termasuk di antaranya dalam bentuk dukungan pemerintah kepada sektor-sektor yang menjadi prioritas pembangunan pemerintah dalam 5 tahun ke depan. Dengan demikian, CL Space sektor infrastruktur merupakan perkiraan ketersediaan dana yang dapat ditanggung APBN on top of yang sudah dialokasikan dalam komponen belanja infrastruktur, untuk mendukung pembangunan infrastruktur dalam bentuk berbagai macam dukungan pemerintah yang bersifat kontijensi. Dengan mempertimbangkan prioritas pembangunan pemerintah dalam 5 tahun ke depan alokasi CL Space diasumsikan sebesar 30% untuk risiko sensitivitas asumsi ekonomi makro. Sebesar 40% untuk risiko proyek pembangunan infrastruktur dan sebesar 30% untuk risiko fiscal lainnya.
Berdasarkan asumsi proporsi alokasi di atas, maka alokasi CL Space untuk masing-masing risiko fiskal selama periode 2010 – 2014 dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut:
Tabel 1. Alokasi CL Space (Rp Triliun)

Khusus untuk sektor infrastruktur, asumsi alokasi untuk setiap sub sektor adalah sebesar (i) 20 persen untuk sub sektor infrastruktur transportasi, (ii) 20 persen untuk sub sektor infrastruktur jalan tol, (iii) 25 persen untuk sub sektor infrastruktur air, (iv) 25 persen untuk sub sektor infrastruktur listrik, dan (v) 10 persen untuk sub sektor infrastruktur minyak dan gas. Dengan demikian jumlah nominal masing-masing alokasi tersebut dapat dilihat dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 2. Alokasi Anggaran (Rp Triliun)

Dari analisis dan proyeksi di atas dapat diperkirakan bahwa dalam jangka menengah masih terdapat cukup ruang bagi pemerintah untuk dapat memberikan dukungan dalam bentuk finansial kepada badan usaha termasuk sektor swasta untuk berpartisipasi dalam skema kerjasama pemerintah dan swasta terutama dalam pembangunan infrastruktur. Hal tersebut terlihat dari tren penurunan angka defisit yang juga berarti tren meningkatnya CL Space.
Dukungan pemerintah yang diberikan kepada badan usaha dituangkan dalam perjanjian kerjasama dengan prinsip bahwa risiko dialokasikan kepada pihak yang paling mampu mengendalikan risiko. Berbagai macam dukungan yang diberikan oleh pemerintah dalam skema kerjasama pemerintah dan swasta dalam pembangunan infrastruktur dapat menimbulkan kewajiban-kewajiban yang bersifat kontijensi bagi pemerintah. Pengelolaan risiko fiskal yang timbul akibat kerjasama tersebut penting karena pemberian dukungan itu diperlukan untuk mendukung tersedianya infrastruktur namun tetap harus menjaga kesinambungan APBN. Dukungan pemerintah yang diberikan dapat berupa kompensasi financial dan atau bentuk lain melalui skema pembagian risiko. Risiko-risiko yang dapat diberikan kompensasi adalah (i) risiko politik, (ii) risiko kinerja proyek dan (iii) risiko permintaan.
Dalam melakukan analisis risiko fiskal terkait pemberian Dukungan Pemerintah untuk proyek-proyek infrastruktur yang dijalankan dengan skema Kerjasama Pemerintah Swasta, maka perlu dibangun suatu kerangka analisis model perhitungan contingent liabilities dengan menggunakan pendekatan simulasi. Hal ini dimaksudkan diperoleh hasil analisis risiko fiskal yang meminimalkan beban APBN atas risiko-risiko yang mucul dari pemberian Dukungan Pemerintah atas proyek Kerjasama Pemerintah Swasta.
Risiko dan Simulasi Monte Carlo
Risiko berkaitan dengan ketidakpastian akan apa yang terjadi di masa datang sehingga terbuka peluang untuk mendapatkan kerugian. Untuk kesinambungan suatu perusahaan, faktor-faktor ketidakpastian tersebut perlu diidentifikasi, diukur, dan diperkirakan besar pengaruhnya terhadap kesinambungan perusahaan. Kebijakan manajemen risiko kemudian dapat dibuat untuk mengelola faktor-faktor tersebut agar kesinambungan perusahaan tersebut tidak terganggu.
Simulasi Monte Carlo merupakan salah satu teknik untuk melakukan analisis risiko. Dengan simulasi ini distribusi probabilitas dari output dihasilkan dari iterasi perhitungan dengan menggunakan variabel input acak yang berasal dari fungsi distribusi probabilitas faktor-faktor risiko. Fungsi distribusi probabilitas output tersebut, misalnya distribusi ROE, DSCR, arus kas dan lain-lain, digunakan untuk analisis risiko dan kemudian menjadi masukan untuk pengembangan manajemen dan pengelolaan risiko.
Model Simulasi Monte Carlo Dengan Crystal Ball
Salah satu software yang sering digunakan untuk melakukan analisis risiko dengan simulasi Monte Carlo adalah Crystal Ball. Penggunaan paket program Crystal Ball dalam analisis risiko mencakup tahapan pemodelan, pengukuran faktor-faktor risiko, korelasi antar faktor risiko, pengukuran dampak / output dan interpretasinya. Beberapa keuntungan/manfaat melakukan simulasi dengan menggunakan Crystal Ball antara lain:
• tersedianya cara yang murah untuk mengevaluasi suatu keputusan sebelum diimplementasikan;
• menunjukan komponen-komponen penting dalam suatu sistem;
• tersedinya perangkat lunak (software) yang modern yang memudahkan dalam melakukan simulasi.
Pengembangan Model
Tahapan pertama dalam melakukan simulasi model Monte Carlo adalah pembuatan model yang baik. Model merupakan suatu replika atau representasi dari suatu kondisi yang sebenarnya, misalnya model yang menggambarkan produksi manufaktur, planning-queuing, ataupun model untuk memprediksi kinerja keuangan perusahaan/proyek di masa mendatang.
Enam langkah dalam pengembangan model keuangan yang akan digunakan untuk melakukan simulasi dengan menggunakan Crystal Ball sebagai berikut:
1. Mengembangkan algoritma atau diagram alur dari model yang akan dikembangkan;
2. Menuangkan algoritma tersebut dalam bentuk spreadsheet model;
3. Menggunakan Crystal Ball untuk memodelkan asumsi (assumptions) dan output (forecast);
4. Menjalankan simulasi dan menganalisis output;
5. Melakukan validasi atas model; dan
6. Mengambil keputusan;
Memodelkan Faktor-Faktor Risiko
Faktor risiko adalah variabel-variabel baik internal maupun eksternal yang dapat menyebabkan kerugian perusahaan/proyek. Memodelkan risiko (ketidakpastian) menjadi salah satu langkah yang paling kritis dalam melakukan simulasi. Pemilihan distribusi yang tidak tepat dan penentuan parameter yang tidak akurat akan menyebabkan hasil simulasi menjadi bias. Masalah utama dalam memodelkan faktor-faktor risiko adalah ketersediaan data historis yang berkualitas sebagai dasar melakukan modelling. Contoh dari pilihan distribusi tersebut adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Probability Distribution Function

Pemilihan jenis distribusi yang tepat bergantung karakteristik dari faktor risiko yang diamati. Apabila didapati jenis distribusi yang tepat, langkah selanjutnya adalah menentukan parameter-parameter distribusi yang sesuai dengan probabilitas dan besaran dari variabel faktor risiko tersebut. Pemilihan distribusi juga diawali dengan proses eliminasi, yaitu menentukan apakah distribusi bersifat continuous atau discrete, symmetrical ataukah skewed. Dalam kondisi data historis yang dimiliki tidak memadai, maka sebaiknya menggunakan distribusi triangular.
Penggunaan Metode Monte Carlo Dalam Model Keuangan Proyek
Infrastruktur Jalan Tol
Model keuangan yang dikembangkan dalam kajian ini adalah untuk proyek jalan tol dengan panjang 22 km dan akan dikonsesikan selama 35 tahun. Secara garis besar alur perhitungan dalam model keuangan jalan tol dengan menggunakan simulasi Monte Carlo dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. Alur Perhitungan Model Keuangan

Hasil Simulasi Monte Carlo
Metode Monte Carlo dapat digunakan untuk mengevaluasi dampak pemberian guarantee (e.q. Minimum Revenue Guarantee (MRG) dan Land Capping) terhadap kelayakan finansial dari suatu proyek Jalan Tol. Kelayakan finansial proyek ditunjukan oleh parameter-parameter dibawah ini:
Tabel 3. Financeability Test

Proyek jalan tol dikatakan layak secara finansial apabila nilai dari setiap parameter observed melampaui nilai threshold. Dengan melihat hasil dari tabel di atas terlihat bahwa proyek layak secara finansial. Namun hal yang perlu diperhatikan dari hasil ini adalah nilai-nilai parameter observed tersebut merupakan nilai deterministik, artinya belum memperhitungkan sebaran/distribusi dari faktor-faktor risiko, yang diantaranya meliputi distribusi harga tanah, biaya konstruksi, volume kendaraan, dll. Oleh karenanya, perlu dilakukan simulasi dengan metode Monte Carlo untuk melihat risiko kelayakan finansial dari proyek jalan tol tersebut. Berikut contoh hasil simulasi untuk Internal Rate of Return:
Gambar 3 Risiko Kelayakan Finansial - IRR

Dari gambar di atas terlihat bahwa terdapat kemungkinan (probabilitas) nilai IRR proyek lebih rendah dari 14,70% (nilai threshold) yaitu sebesar 25,79%. Hal ini merupakan risiko terhadap kelayakan finansial proyek yang harus diperhatikan dan perlu dilakukan upaya untuk mengurangi kemungkinan terjadinya terhadap risiko tersebut.
Government Guarantee (Dukungan Pemerintah)
Dukungan Pemerintah (government guarantee) merupakan instrumen yang dapat diberikan untuk mengurangi pengaruh ketidakpastian dari variabel-variabel input (sebagai contoh kenaikan biaya tanah maupun konstruksi, risiko terkait tariff, volume kendaraan, dan pertumbuhan traffic) untuk tetap mempertahankan kelayakan finansial dari proyek. Pembahasan terkait government guarantee akan difokuskan pada dua bentuk guarantee (Dukungan Pemerintah), yaitu Land Capping dan Minimum Revenue Guarantee (MRG). Secara umum pengaruh guarantee (Dukungan Pemerintah) dalam analisis risiko kelayakan finansial proyek adalah sebagai berikut:
a) Guarantee (Dukungan Pemerintah) tidak merubah profil risiko dari dari suatu faktor risiko, melainkan hanya mentransfer sebagian risiko kepada Pemerintah.
b) Guarantee (Dukungan Pemerintah) mengurangi risiko cash flow proyek, yaitu dengan memberikan suatu batas bawah (hal ini untuk komponen terkait pendapatan/revenue) dan memberikan suatu batas atas untuk komponen yang terkait biaya (cost) proyek.
c) Guarantee (Dukungan Pemerintah) akan meningkatkan expected (titik berat) dari cash flow proyek. Akibatnya kelayakan proyek akan meningkat seiiring dengan peningkatan expected cash flow proyek dan dilain pihak akan menurunkan risiko cash flow.
Land Capping
Dengan adanya land capping dari profil risiko biaya tanah yang diperkirakan akan mengalami kenaikan sampai dengan 30%, investor hanya akan menanggung sampai batas kenaikan tertentu saja. Sedangkan sisanya akan menjadi tanggungan Pemerintah. profil risiko dari biaya tanah dapat digambarkan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4 Profil Risiko Biaya Tanah

Dari profil risiko tersebut, diasumsikan bahwa investor akan menanggung kenaikan biaya tanah sampai 120% dari asumsi biaya tanah dalam business plan. Sedangkan sisanya akan menjadi tanggung jawab Pemerintah. Dari hasil simulasi dengan 5.000 kali iterasi diperoleh distribusi terpancung dari biaya tanah sebagaimana ditunjukan dalam gambar di bawah ini:
Gambar 4 Distribusi Harga Tanah Terpancung

Dengan melihat hasil simulasi di atas, didapat bahwa nilai maksimum biaya tanah yang menjadi tanggungan investor adalah sebesar Rp.76.872 juta atau sebesar 120% dari biaya tanah dalam business plan. Sehingga dengan adanya land capping menyebabkan berkurangnya risiko cash flow yang dihadapi, dan menggeser titik berat (expected) nilai biaya tanah ke nilai mean yang lebih rendah. Hal ini akan menyebakan meningkatnya kelayakan finansial proyek.
Minimum Revenue Guarantee (MRG)
Konsep yang sama sebagaimana diterapkan dalam land capping diterapkan juga dalam pemberian MRG untuk proyek jalan tol ini. Hal yang membedakan dari konsep land capping adalah dalam MRG karena terkait dengan revenue maka pemancungan terhadap distribusi dilakukan dengan memberikan batas bawah terhadap distribusi faktor risiko tersebut. Dalam analisis ini, diasumsikan bahwa MRG yang diberikan adalah 80%, artinya Pemerintah menjamin apabila revenue yang didapat oleh proyek di bawah 80% dari yang diperkirakan, maka Pemerintah akan membayar selisihnya. Dari hasil simulasi dengan 5.000 kali iterasi diperoleh distribusi terpancung revenue dari kendaraan Golongan I di tahun pertama operasi sebagaimana ditunjukan dalam gambar di bawah ini:
Gambar 5 Distribusi Revenue Terpancung

Dengan memperhatikan gambar hasil simulasi di atas, didapat bahwa proyek dijamin untuk mendapatkan revenue minimal Rp.46.203 juta, yang ditunjukan dari nilai minimum dalam statistik hasil simulasi. Sehingga apabila realisasi pendapatan ternyata lebih rendah daripada nilai minimum tersebut, maka Pemerintah akan memberikan kompensasi.
Contingent Liability
Atas Dukungan Pemerintah yang diberikan kepada suatu proyek jalan tol dalam bentuk land capping dan MRG mengakibatkan Pemerintah memiliki kewajiban yang kemungkinan terjadinya belum bisa dipastikan di masa mendatang. Oleh karena itu, besaran dan probabilitas dari contingent liability perlu diukur. Hal ini kemudian akan digunakan sebagai dasar ataupun acuan untuk proses pencadangan dalam anggaran negara. Sehingga ketika event risiko yang dijamin terjadi, maka klaim yang terjadi tidak menimbulkan exposure yang terlalu besar terhadap budget.
• Contingent Liability untuk Land Capping
Dari hasil simulasi dengan 5.000 iterasi maka besaran dan probabilitas atas Dukungan Pemerintah yang diberikan dalam bentuk land capping ditunjukan dalam gambar di bawah ini:
Gambar 6 Contingent Liability untuk Land Capping

Terkait pemberian Dukungan Pemerintah dalam bentuk land capping, nilai contingent liability berada dalam kisaran Rp.0 s.d Rp.6.404,55 juta. Kisaran nilai ini merupakan kemungkinan kewajiban yang harus dibayarkan oleh Pemerintah kepada proyek atas dukungan yang diberikan. Sedangkan nilai rata-rata contingent liability adalah Rp. 1.010,15 juta. Dengan melihat data percentile, alternatif kebijakan yang dapat diambil terkait pencadangan dana dalam budget atas contingent liability pemberian land capping adalah sebagai berikut:
a) Apabila Pemerintah tidak ingin menanggung risiko dimana klaim (government payment) lebih besar dari dana yang dicadangkan dalam anggaran, maka Pemerintah dapat mencadangkan dana dalam anggaran negara sebesar Rp.6.404,55 juta, nilai ini dilihat dalam percentile 100%.
b) Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp.4.270,03 juta dalam anggaran negara. Dengan kebijakan ini, maka Pemerintah masih akan menanggung risiko pembayaran di atas nilai tersebut. Dari data percentile nilai tersebut berada di percentile 90%, artinya masih terdapat kemungkinan (probabilitas) nilai klaim (government payment) lebih besar dari nilai yang telah dicadangkan, yaitu dengan probabilitas sebesar 10%.
c) Ataupun Pemerintah hanya mencadangkan dana sebesar Rp.382,63 juta (berada di percentile 70%) dalam anggaran negara. Namun dengan kebijakan ini, Pemerintah masih akan menghadapi risiko yang lebih besar lagi apabila ternyata klaim (government payment) yang terjadi lebih besar dari jumlah dana yang telah dicadangkan. Dengan kebijakan ini, kemungkinan nilai klaim (government payment) lebih besar dari dana yang dicadangkan adalah sebesar 30%.
Kebijakan yang dipilih tentunya akan sangat tergantung dari sikap dari Pemerintah terhadap risiko, yaitu apakah Pemerintah akan mengambil posisi sebagai risk taker ataukah risk averse. Disamping juga mempertimbangkan kondisi dan kapasitas fiskal yang dimiliki.
• Contingent Liability terkait Minimum Revenue Guarantee (MRG)
Dari hasil simulasi dengan 5.000 iterasi maka besaran Dukungan Pemerintah yang diberikan dalam bentuk dan MRG untuk tiap-tiap kategori kendaraan ditunjukan dalam gambar di bawah ini:
Tabel 5 Contingent Liablitiy terkait MRG

Nilai besaran government payment di atas dinyatakan dalam nilai expected-nya, artinya merupakan nilai rata-rata government payment yang mungkin terjadi. Dengan demikian sebenarnya masih ada potensi nilai government payment lebih besar dari nilai-nilai tersebut dengan probabilitas sebesar 45%-50%. Nilai government payment di atas diestimasi untuk tiap-tiap golongan kendaraan sepanjang masa konsesi. Sehingga untuk menentukan besaran dana yang dicadangkan pada saat ini, dilakukan dengan menghitung nilai sekarang dari nilai total expected government payment sepanjang masa konsesi dari masing-masing golongan kendaraan. Sehingga diperoleh nilai total present value dari expected government payment sebesar Rp.13.724,49 juta. Nilai yang nantinya akan dicadangkan dalam anggaran negara.
Kesimpulan
1) Risiko terhadap kelayakan finansial proyek terjadi karena proyek dihadapkan pada ketidakpastian nilai dari variabel input (asumsi-asumsi) yang digunakan.
2) Metode simulasi dengan metode Monte Carlo dapat digunakan untuk menilai risiko kelayakan finansial dari proyek yaitu dengan memodelkan faktor-faktor risiko dalam suatu distribusi probabilitas, sehingga dapat dihasilkan distribusi kemungkinan dari parameter-parameter kelayakan investasi.
3) Dukungan Pemerintah (government guarantee) merupakan instrumen yang dapat diberikan untuk mengurangi pengaruh ketidakpastian dari variabel-variabel input untuk tetap mempertahankan kelayakan finansial dari proyek.
4) Pengaruh dari dua bentuk Dukungan Pemerintah yaitu Land Capping dan Minimum Revenue Guarantee terhadap kelayakan finansial proyek adalah: (a) menurunkan nilai probabilitas terjadinya nilai IRR, ROE, dan DSCR berada di bawah threshold yang telah ditetapkan; (b) mempersempit sebaran nilai dari masing-masing parameter, yang ditunjukan dengan menurunnya nilai standar deviation; (c) terjadinya pergeseran titik berat (expected) dari nilai untuk parameter kelayakan finansial proyek tersebut, yang ditunjukan dari nilai mean yang lebih besar dibandingkan dengan nilai mean ketika belum adanya Dukungan Pemerintah.
5) Dukungan Pemerintah yang diberikan kepada proyek jalan tol dalam bentuk land capping dan MRG mengakibatkan Pemerintah memiliki kewajiban yang kemungkinan terjadinya belum bisa dipastikan di masa mendatang (contingent liabilities). Besaran dan probabilitas dari contingent liabilities perlu diukur sebagai dasar untuk proses pencadangan dalam budget.
Rekomendasi
1) Proyek jalan tol yang sudah dinyatakan layak secara finansial tetap diperlukan suatu analisis untuk menilai risiko kelayakan finansial dari proyek jalan tol dimaksud, yaitu dengan memodelkan faktor-faktor risiko dalam model keuangan proyek jalan tol.
2) Pemodelan faktor-faktor risiko harus dilakukan dengan tepat dan akurat, oleh karenanya diperlukan data historis terkait faktor-faktor risiko tersebut, ataupun dapat dilakukan dengan meminta pendapat dari pihak yang berkompenten.
3) Diperlukan suatu metodologi yang tepat untuk menentukan threshold dari masing-masing parameter kelayakan finansial khususnya untuk proyek jalan tol dengan mempertimbangkan risiko dan karakteristik di sektor jalan tol di Indonesia.
4) Dukungan Pemerintah sebaiknya diberikan untuk proyek yang sudah layak secara finansial, dan dimaksudkan untuk mengurangi ketidakpastian dari faktor-faktor risiko sehingga dapat mempertahankan kelayakan finansial dari proyek.
5) Pencadangan dana untuk contingent liabilities terkait Dukungan Pemerintah yang diberikan untuk suatu proyek jalan tol dilakukan dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal yang dimiliki oleh budget.